Buku Pegangan Wajib Kader Hijau Hitam


KATA PENGANTAR

    Teriring salam dan doa semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan Rahmat, Taufiq, dan Hidayah-Nya kepada kita semua. Amin.
    Tak lupa pula shalawat dan selamat semoga tetap tercurah-limpahkan pada Sang Revolusioner sejati nabi Muhammad SAW karena berkat jasa besar Beliaulah kita bisa merasakan nikmat berupa Islam yang Rahmatan lil Alamin.
    Alhamdulillah, dengan berbagai upaya yang telah dilakukan kawan-kawan HMI Komisariat Tarbiyah SA, akhirnya modul Latihan Kader (LK I) ini telah diselesaikan dan sudah ada di tangan anda. Kami juga menghaturkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan modul ini.
    Modul ini merupakan kumpulan materi-materi yang akan disajikan pada Latihan Kader I (LK I). Setiap peserta wajib membawa modul ini dalam setiap forum-forum yang ada di Latihan Kader I (LK I) baik itu yang di dalam kelas (indoor) atau yang di luar kelas (outdoor).
    Selain diperuntukkan untuk Latihan Kader I (LK I), modul ini juga bisa menjadi second draft konggres yang jumlahnya sangat terbatas. Memang ditinjau dari kandungan dan isinya modul ini mungkin hanya menampilkan sebagian kecil daripada hal-hal yang tercatat pada draft konggres. Akan tetapi untuk perkara-perkara mendasar seperti NDP, AD/ART, Tafsir-tafsir, dan pedoman-pedoman dalam HMI, insyaAllah modul ini cukup representatif.
    Akhirnya, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya jikalau terdapat kekeliruan atau kesalahan pada modul ini. Kami berharap mudah-mudahan modul yang kecil ini bisa memberikan manfaat yang besar untuk kita. Amin




                    Surabaya,16Nopember2011
                    Ketua Umum HMI
Komisariat Tarbiyah                                                        Anang Rifa’udin   
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR - ii
DAFTAR ISI – iii
STRUKTUR PANITIA - IV
AD/ART HM  - 2
SEJARAH PERJUANGAN HMI – 63
PENJELASAN ISLAM SEBAGAI AZAS HMI – 72
TAFSIR TUJUAN HMI – 76
TAFSIR INDEPENDENSI HMI - 84
LATAR BELAKANG NDP – 93
SEJARAH NDP I - 100
NILAI DASAR PERJUANGAN (NDP) II - 105
RUJUKAN NDP VERSI CAK NUR - 130
RANGKAP JABATAN DAN PENGESAHAN PENGURUS -  147
MEKANISME PENGESAHAN PENGURUS - 154
ATRIBUT HMI -  161
KOHATI - 173
LAGU PERKADERAN HMI - 19

         STRUKTUR PANITIA
LATIHAN KADER I (LK I)
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI)
(Islamic Association of University Student)
CABANG SURABAYA
KOMISARIAT TARBIYAH SUNAN AMPEL
PERIODE 2011-2012

I.    ORGANIZING COMMITE (OC)

Ketua Panitia    : Mukhlasul Iman Mursidi
Sekretaris Panitia    : Achmad Yazid Bastomi
Bendahara    : Nicky Estu Putu Muchtar

Rekrutmen            Pendanaan
A.Syauqi Hidayatullah (koor)    Zain Hendra F (koor)
A.Maulana Malik            Widarto Cahyono Putro   
M. Najib                Dennis Aprisandi
Weny Fransisca            Siti Nuraini
Ninik Wahyuni            Siti Zulaikha               

Kesekretariatan            Humas   
Laili Zainiyah  (koor)        Moch. Ibadur Rohman (koor)
Imawati                Syaiful Hendra
Zainal Rifa’i            Siti Nurfitriyani Kusumawati
Khafid Pambudi            Fatiya Nur Farikhah
Fauziyah Rahmawati        M. Sahlul Fikri

Pubdekdok            Logistik
Siti Al Haliim (koor)        Uswatun Hasanah (koor)
Rosmala Dewi            A.Qolilur Rahman
Firda Nur I            Alfi Maulia
Halimatus Sa’diyah        Alfiatun
Khusnul Arofat            Suryaningtyas Yun Diyah W
Vina Farichatul Ulya        Nur Fitriani


II.    STERRING COMMITE (SC)
PENANGGUNG JAWAB    :    ANANG RIFA’UDDIN
KOORDINATOR                    :    MUHAMMAD ROJA’I ROSAN
SEKRETARIS                         :     AHMAD FASIKHU DIKHYA


ANDIK PRASETYA
M.KHOIRUR ROSYID
FIRDAUS AHMAD
FARIKHATUL ULYA
SYAIFUDIN
ROIHAN ZUHRI
AINUL YAROH
TEGUH PAMBUDI
MUHA ANWAR
NUR FAJRIN
EKO FIRMANSYAH
ADLAN FAHMI
JAMILATUR ROHMAH
KHUSNUL YAQIN
M. BAHRUL ULUM
FIRDAUS AHMAD
M. MAHMUD
FUTUKHA
M. MAHMUD
NURUL HUDA
ROHMAD HIDAYAT
MUSTOFA
MUKHTAR ARIF
ARISKA NUR R.
DIAN EKA NOVITA
IQWINDA NUR HAINI
IZZATUL HASANAH
MASRUROH


III.    MASTER OF TRAINING (MT)
Abdul Majid        (MoT I)
Ageng Ariadin        (MoT II)
Hidayatul Mufidah        (MoT III)

ANGGARAN DASAR
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM

MUKADDIMAH
Sesungguhnya Allah Subhanahu wata‘ala telah mewahyukan Islam sebagai ajaran yang haq dan sempurna untuk mengatur umat manusia berkehidupan sesuai dengan fitrahnya sebagai khalifah di muka bumi dengan kewajiban mengabdikan diri semata-mata kehadirat-Nya.
Menurut iradat Allah Subhanahu wata‘ala kehidupan yang sesuai dengan fitrah-Nya adalah panduan utuh antara aspek duniawi dan ukhrawi, individu dan sosial serta iman, ilmu, dan amal dalam mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Berkat rahmat Allah Subhanahu wata‘ala Bangsa Indonesia telah berhasil merebut kemerdekaan dari kaum penjajah, maka umat Islam berkewajiban mengisi kemerdekaan itu dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia menuju masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah Subhanahu wata’ala.
Sebagai bagian dari umat Islam dunia, maka umat Islam Indonesia memiliki kewajiban berperan aktif dalam menciptakan Ukhuwah Islamiyah sesama umat Islam sedunia menuju masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah Subhanahu wata’ala.
Mahasiswa Islam sebagai generasi muda yang sadar akan hak dan kewajibannya serta peran dan tanggung jawab kepada umat manusia, umat muslim dan Bangsa Indonesia bertekad memberikan dharma bhaktinya untuk mewujudkan nilai-nilai keIslaman demi terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah Subhanahu wata‘ala.
Meyakini bahwa tujuan itu dapat dicapai dengan taufiq dan hidayah Allah Subhanahu wata‘ala serta usaha-usaha yang teratur, terencana dan penuh kebijaksanaan, dengan nama Allah kami Mahasiswa Islam menghimpun diri dalam satu organisasi yang digerakkan dengan pedoman berbentuk anggaran dasar sebagai berikut :
BAB I
NAMA, WAKTU DAN TEMPAT
Pasal 1
N a m a
Organisasi ini bernama Himpunan Mahasiswa Islam, disingkat HMI.
Pasal 2
Waktu dan Tempat kedudukan
HMI didirikan di Yogyakarta pada tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H bertepatan dengan tanggal 5 Februari 1947 untuk waktu yang tidak ditentukan dan berkedudukan di tempat Pengurus Besar.
BAB II
A  Z  A  S
Pasal 3
HMI berazaskan Islam.

BAB III
TUJUAN, USAHA DAN SIFAT

Pasal 4
T u j u a n
Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah Subhanahu wata’ala.
Pasal 5
U  s  a  h  a
a.    Membina pribadi muslim untuk mencapai akhlaqul karimah.
b.    Mengembangkan potensi kreatif, keilmuan, sosial dan budaya.
c.    Mempelopori pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi kemaslahatan masa depan umat manusia.
d.    Memajukan kehidupan umat dalam mengamalkan Dienul Islam dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
e.    Memperkuat Ukhuwah Islamiyah sesama umat Islam sedunia.
f.    Berperan aktif dalam dunia kemahasiswaan, perguruan tinggi dan kepemudaan untuk menopang pembangunan nasional.
g.    Usaha-usaha lain yang tidak bertentangan dengan huruf (a) s.d. (e) dan sesuai dengan azas, fungsi, dan peran organisasi serta berguna untuk mencapai tujuan organisasi.
Pasal 6
S  i  f  a  t
HMI bersifat independen.

BAB IV
STATUS FUNGSI DAN PERAN

Pasal 7
S t a t u s
HMI adalah organisasi mahasiswa.

Pasal 8
F u n g s i
HMI berfungsi sebagai organisasi kader.


Pasal 9
P  e  r  a  n
HMI berperan sebagai organisasi perjuangan.

BAB V
KEANGGOTAAN
Pasal 10
a.    Yang dapat menjadi anggota HMI adalah Mahasiswa Islam yang terdaftar pada perguruan tinggi dan/atau yang sederajat yang ditetapkan oleh Pengurus HMI Cabang/Pengurus Besar HMI.
b.    Anggota HMI terdiri dari :
1.    Anggota Muda.
2.    Anggota Biasa.
3.    Anggota Kehormatan.
c.    Setiap anggota memiliki hak dan kewajiban.

BAB VI
KEDAULATAN

Pasal 11
Kedaulatan berada di tangan anggota biasa yang pelaksanaannya diatur dalam Anggaran Rumah Tangga dan ketentuan penjabarannya.

BAB VII
STRUKTUR ORGANISASI

Pasal 12
Kekuasaan
Kekuasaan dipegang oleh Kongres, Konferensi/Musyawarah Cabang dan Rapat Anggota Komisariat
Pasal 13
Kepemimpinan
a.    Kepemimpinan organisasi dipegang oleh Pengurus Besar HMI, Pengurus HMI Cabang dan Pengurus HMI Komisariat.
b.    Untuk membantu tugas Pengurus Besar HMI, dibentuk Badan Koordinasi.
c.    Untuk membantu tugas Pengurus HMI Cabang, dibentuk Koordinator Komisariat.

Pasal 14
Majelis Pengawas dan Konsultasi
a.    Ditingkat Pengurus Besar HMI dibentuk Majelis Pengawas dan Konsultasi  PB HMI.
b.    Ditingkat Pengurus HMI Cabang dibentuk Majelis Pengawas dan Konsultasi  Pengurus Cabang.
c.    Ditingkat Pengurus HMI Komisariat dibentuk Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus HMI Komisariat.

Pasal 15
Badan–Badan Khusus
Dalam rangka memudahkan realisasi usaha mencapai tujuan HMI maka dibentuk Korps-HMI-Wati, Lembaga Pengembangan Profesi, Badan Pengelola Latihan dan Badan Penelitian Pengembangan.

BAB VIII
KEUANGAN DAN HARTA BENDA
Pasal 16
Keuangan dan Harta Benda
a.    Keuangan dan harta benda HMI dikelola dengan prinsip transparansi, bertanggungjawab, efektif, efisien dan berkesinambungan.
b.    Keuangan dan Harta benda HMI diperoleh dari uang pangkal anggota, iuran dan sumbangan anggota, sumbangan alumni dan usaha-usaha lain yang halal dan tidak bertentangan dengan sifat Independensi HMI.

BAB IX
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR DAN PEMBUBARAN
Pasal 17
a.    Perubahan Anggaran Dasar dan pembubaran organisasi  hanya dapat dilakukan oleh Kongres.
b.    Harta benda HMI sesudah dibubarkan harus diserahkan kepada Yayasan Amal Islam.
BAB X
PENJABARAN ANGGARAN DASAR,
DAN PENGESAHAN
Pasal 18
Penjabaran Anggaran Dasar HMI
a.    Penjabaran pasal 3 tentang azas organisasi dirumuskan dalam Memori Penjelasan tentang Islam sebagai Azas HMI.
b.    Penjabaran pasal 4 tentang tujuan organisasi dirumuskan dalam Tafsir Tujuan HMI.
c.    Penjabaran pasal 5 tentang usaha organisasi dirumuskan dalam Program Kerja Nasional. 
d.    Penjabaran pasal 6 tentang sifat organisasi dirumuskan dalam Tafsir Independensi HMI.
e.    Penjabaran pasal 8 tentang fungsi organisasi dirumuskan dalam Pedoman Perkaderan HMI.
f.    Penjabaran pasal 9 tentang peran organisasi dirumuskan dalam Nilai Dasar Perjuangan HMI.
g.    Penjabaran Anggaran Dasar tentang hal-hal di luar point a hingga f di atas dirumuskan dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 19
Aturan Tambahan
Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Dasar dan Penjabaran Anggaran Dasar dimuat dalam Peraturan-Peraturan/Ketentuan-ketentuan tersendiri yang tidak bertentangan  dengan Anggaran Dasar dan Penjabaran Anggaran Dasar HMI.
Pasal 20
Pengesahan
Pengesahan Anggaran Dasar HMI ditetapkan pada Kongres III di Jakarta, tanggal 4 September 1953, yang diperbaharui pada :
Kongres IV di Bandung, tanggal 4 Oktober 1955,
Kongres V di Medan, tanggal 31 Desember 1957,
Kongres VI di Makassar, tanggal 20 Juli 1960,
Kongres VII di Jakarta, tanggal 14 September 1963,
Kongres VIII di Solo, tanggal 17 September 1966,
Kongres IX di Malang, tanggal 10 Mei 1969,
Kongres X di Palembang, tanggal 10 Oktober 1971,
Kongres XI di Bogor, tanggal 12 Mei 1974,
Kongres XII di Semarang, tanggal 15 Oktober 1976,
        Kongres XIII di UjungPandang, tanggal12 Februari 1979,
Kongres XIV di Bandung, tanggal 30 April 1981,
Kongres XV di Medan, tanggal 25 Mei 1983,
Kongres XVI di Padang, tanggal 31 Maret 1986,
Kongres XVII di Lhokseumawe, tanggal 6 Juli 1988,
Kongres XVIII di Jakarta, tanggal 24 September 1990,
Kongres XIX di Pekanbaru, tangal 9 Desember 1992,
Kongres XX di Surabaya, tanggal 29 Januari 1995,
Kongres XXI di Yogyakarta, tanggal 26 Agustus 1997,
Kongres XXII di Jambi, tanggal 3 Desember 1999,
Kongres XXIII di Balikpapan, tanggal 30 April 2002,
Kongres XXIV di Jakarta, tanggal 23 Oktober 2003,
Kongres XXV di Makassar, tanggal 20 Februari 2006.
Kongres XXVI di Palembang, tanggal 28 Juli 2008.
Kongres XXVII di Depok, tanggal 05 November 2011

ANGGARAN  RUMAH  TANGGA
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM


BAB I
KEANGGOTAAN

BAGIAN I
ANGGOTA

Pasal 1
Anggota Muda
Anggota Muda adalah Mahasiswa Islam yang menuntut ilmu dan/atau yang sederajat yang telah mengikuti Masa Perkenalan Calon Anggota (Maperca) dan ditetapkan oleh Pengurus Cabang.
Pasal 2
Anggota Biasa
Anggota Biasa adalah Anggota Muda atau Mahasiswa Islam yang telah dinyatakan lulus mengikuti Latihan Kader I (Basic Training).

Pasal 3
Anggota Kehormatan
a.    Adalah orang yang berjasa kepada HMI.
b.    Mekanisme penetapan Anggota Kehormatan diatur dalam ketentuan tersendiri.

BAGIAN II
SYARAT-SYARAT KEANGGOTAAN

Pasal 4
a.    Setiap Mahasiswa Islam yang ingin menjadi anggota harus mengajukan permohonan serta menyatakan secara tertulis kesediaan mengikuti Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan ketentuan/peraturan organisasi lainnya.
b.    Apabila telah memenuhi syarat pada ayat (a) dan yang bersangkutan telah dinyatakan lulus mengikuti Maperca, maka dinyatakan sebagai Anggota Muda.
c.    Mahasiswa Islam yang telah memenuhi syarat (a) dan/atau Anggota Muda HMI dapat mengikuti Latihan Kader I dan setelah lulus dinyatakan sebagai Anggota Biasa HMI.
BAGIAN III
MASA KEANGGOTAAN
Pasal 5
Masa Keanggotaan
a.    Masa keanggotaan Anggota Muda berakhir 6 (enam) bulan sejak Maperca.
b.    Masa keanggotaan Anggota Biasa adalah sejak dinyatakan lulus LK I (Basic Training) hingga 2 (dua) tahun setelah berakhirnya masa studi S0 dan S1, dan hingga 1 tahun untuk S2 dan S3.
c.    Anggota Biasa yang habis masa keanggotaannya saat menjadi pengurus, diperpanjang masa keanggotaannya sampai selesai masa kepengurusannya (dinyatakan demisioner), setelah itu dinyatakan habis masa keanggotaannya dan tidak dapat menjadi pengurus lagi.
d.    Anggota Biasa yang melanjutkan studi ke strata perguruan tinggi yang lebih tinggi atau sama lebih dari dua tahun sejak lulus dari studi sebelumnya dan tidak sedang diperpanjang masa keanggotaan karena menjadi pengurus (sebagaimana dimaksud ayat c) maka masa keanggotaan tidak diperpanjang lagi (berakhir).
e.    Masa keanggotaan berakhir apabila :
1.    Telah berakhir masa keanggotaannya.
2.    Meninggal dunia.
3.    Mengundurkan diri.
4.    Menjadi anggota partai politik.
5.    Diberhentikan atau dipecat.
BAGIAN IV
HAK DAN KEWAJIBAN

Pasal 6
Hak Anggota
a.    Anggota Muda mempunyai hak bicara dan hak partisipasi.
b.    Anggota Biasa memiliki hak bicara, hak suara, hak partisipasi dan hak untuk dipilih.
c.    Anggota Kehormatan memiliki hak mengajukan saran/usul dan pertanyaan kepada pengurus secara lisan dan tulisan.
Pasal 7
Kewajiban Anggota
a.    Setiap anggota berkewajiban menjaga nama baik HMI.
b.    Setiap anggota berkewajiban menjalankan Misi Organisasi.
c.    Setiap anggota berkewajiban menjunjung tinggi etika, sopan santun dan moralitas dalam berperilaku dan menjalankan aktivitas organisasi.
d.    Setiap anggota berkewajiban tunduk dan patuh kepada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dan berpartisipasi dalam setiap kegiatan HMI yang sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
e.    Setiap anggota biasa berkewajiban membayar uang pangkal dan iuran anggota.
f.    Setiap anggota berkewajiban menghormati simbol-simbol organisasi.

BAGIAN V
MUTASI ANGGOTA

Pasal 8
a.    Mutasi anggota adalah perpindahan status keanggotaan dari satu Cabang ke Cabang lain.
b.    Dalam keadaan tertentu, seorang anggota HMI dapat memindahkan status keanggotaannya dari satu Cabang ke Cabang lain atas persetujuan Cabang asalnya.
c.    Untuk memperoleh persetujuan dari Cabang asal, maka seorang anggota harus mengajukan permohonan secara tertulis untuk selanjutnya diberikan surat keterangan.
d.    Mutasi anggota hanya dapat dilakukan jika yang bersangkutan pindah studi dan/atau pindah domisili.
e.    Apabila seorang anggota HMI studi di 2 (dua) perguruan tinggi yang berbeda wilayah kerja Cabang, maka ia harus memilih salah satu Cabang.

BAGIAN VI
RANGKAP ANGGOTA DAN RANGKAP JABATAN

Pasal 9
a.    Dalam keadaan tertentu anggota HMI dapat merangkap menjadi anggota organisasi lain atas persetujuan Pengurus Cabang.
b.    Pengurus HMI tidak dibenarkan untuk merangkap jabatan pada organisasi lain sesuai ketentuan yang berlaku.
c.    Ketentuan tentang jabatan seperti dimaksud pada ayat (b) diatas, diatur dalam ketentuan tersendiri.
d.    Anggota HMI yang mempunyai kedudukan pada organisasi lain diluar HMI, harus menyesuaikan tindakannya dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan ketentuan-ketentuan organisasi lainnya.

BAGIAN VII
SANKSI ANGGOTA
Pasal 10
Sanksi Anggota
a.    Sanksi adalah bentuk hukuman sebagai bagian proses pembinaan yang diberikan organisasi kepada anggota yang melalaikan tugas, melanggar ketentuan organisasi, merugikan atau mencemarkan nama baik organisasi, dan/atau melakukan tindakan kriminal dan tindakan melawan hukum lainnya.
b.    Sanksi dapat berupa teguran, peringatan, skorsing, pemecatan atau bentuk lain yang ditentukan oleh pengurus dan diatur dalam ketentuan tersendiri.
c.    Anggota yang dikenakan sanksi dapat mengajukan pembelaan di forum yang ditunjuk untuk itu.

BAB II
STRUKTUR ORGANISASI

A.    STRUKTUR KEKUASAAN
BAGIAN I
K O N G R E S

Pasal 11
Status
a.    Kongres merupakan musyawarah utusan Cabang-cabang.
b.    Kongres memegang kekuasaaan tertinggi organisasi.
c.    Kongres diadakan 2 (dua) tahun sekali.
d.    Dalam keadaan luar biasa, Kongres dapat diadakan menyimpang dari ketentuan pasal 11 ayat ( c ).
e.    Dalam keadaan luar biasa Kongres dapat diselenggarakan atas inisiatif satu Cabang dengan persetujuan sekurang-kurangnya melebihi separuh dari jumlah Cabang penuh.
Pasal 12
Kekuasaan/Wewenang
a.    Meminta laporan pertanggungjawaban Pengurus Besar.
b.    Menetapkan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Pedoman-pedoman Pokok dan pedoman Kerja Nasional.
c.    Memilih Pengurus Besar dengan jalan memilih Ketua Umum yang sekaligus merangkap sebagai formateur dan dua mide formateur.
d.    Menetapkan Anggota Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (MPK PB HMI).
e.    Menetapkan calon-calon tempat penyelenggaraan Kongres berikutnya.
f.    Menetapkan dan mengesahkan pembentukan dan pembubaran Badan Koordinasi (BADKO).

Pasal 13
Tata Tertib
a.    Peserta Kongres terdiri dari Pengurus Besar (PB), Utusan/Peninjau Pengurus Cabang, KOHATI PB HMI, Bakornas Lembaga Pengembangan Profesi, Badan Pengelola Latihan (BPL), Badan Penelitian Pengembangan (Balitbang), BADKO, Anggota MPK PB HMI dan Undangan Pengurus Besar HMI.
b.    KOHATI PB HMI, Bakornas Lembaga Pengembangan Profesi, Badan Pengelola Latihan, Balitbang, BADKO, Anggota MPK PB HMI dan Undangan Pengurus Besar merupakan peserta peninjau.
c.    Peserta Utusan (Cabang Penuh) mempunyai hak suara dan hak bicara, sedangkan peninjau mempunyai hak bicara.
d.    Banyaknya utusan Cabang dalam Kongres dari jumlah Anggota Biasa Cabang penuh dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Sn = a.px-1
Dimana :
x adalah bilangan asli {1,2,3,4, …}
Sn     = Jumlah Anggota Biasa
a     = 150 (Seratus lima Puluh)
p     = Pembanding = 4 (empat)
x     = Jumlah utusan
Jumlah anggota    Jumlah Utusan
150 s/d 599    : 1
601 s/d 2.400    : 2
2.401 s/d 9.600    : 3
9.601 s/d 38.400    : 4
dan seterusnya ……….
e.    Jumlah peserta peninjau ditetapkan oleh Pengurus Besar.
f.    Pimpinan Sidang Kongres dipilih dari peserta (utusan/peninjau) oleh peserta utusan dan berbentuk presidium.
g.    Kongres baru dapat dinyatakan sah apabila dihadiri oleh lebih dari separuh jumlah peserta utusan (Cabang penuh).
h.    Apabila ayat (g) tidak terpenuhi maka Kongres diundur selama 2 x 24 jam dan setelah itu dinyatakan sah.
i.    Setelah menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) dan dibahas oleh Kongres maka PB HMI dinyatakan Demisioner.

BAGIAN II
KONFERENSI CABANG/MUSYAWARAH  CABANG

Pasal 14
Status
a.    Konferensi Cabang (KONFERCAB) merupakan musyawarah utusan Komisariat.
b.    KONFERCAB/Muscab merupakan forum pengambilan keputusan tertinggi di tingkat Cabang.
c.    Bagi Cabang persiapan diselenggarakan musyawarah Anggota Cabang (Muscab)
d.    KONFERCAB/MUSCAB diselenggarakan satu kali dalam setahun.

Pasal 15
Kekuasaan dan Wewenang
a.    Meminta Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Pengurus Cabang.
b.    Menetapkan Pedoman Kerja Pengurus Cabang.
c.    Memilih Pengurus Cabang dengan jalan memilih Ketua Umum yang merangkap sebagai Formateur dan dua Mide Formateur.
d.    Memilih dan Menetapkan Anggota Majelis Pengawas dan Konsultasi (MPK) Pengurus Cabang.
Pasal 16
Tata Tertib Konferensi Cabang/Musyawarah  Cabang

a.    Peserta KONFERCAB terdiri dari Pengurus Cabang, Utusan/Peninjau Komisariat, KOHATI Cabang, Badan Pengelola Latihan, Lembaga Pengembangan Profesi, BALITBANG, Kordinator Komisariat (KORKOM), Anggota MPK Pengurus Cabang, dan undangan Pengurus Cabang.
b.    Pengurus Cabang adalah penanggung jawab Konferensi/Musyawarah Anggota Cabang; Komisariat Penuh adalah peserta utusan; KOHATI Cabang, Lembaga Pengembangan Profesi, Badan Pengelola Latihan, BALITBANG, anggota MPK Pengurus Cabang, KORKOM, Komisariat Persiapan, dan undangan Pengurus Cabang adalah peserta peninjau.
c.    Untuk MUSCAB, Pengurus Cabang adalah penanggung jawab penyelenggara MUSCAB, anggota biasa adalah utusan, KOHATI Cabang, Lembaga Pengembangan Profesi, Badan Pengelola Latihan, anggota MPK Pengurus Cabang dan undangan pengurus Cabang adalah peserta peninjau.
d.    Peserta utusan (komisariat penuh/anggota biasa) mempunyai hak suara dan hak bicara sedangkan peserta peninjau mempunyai hak bicara.
e.    Banyaknya utusan Komisariat dalam KONFERCAB ditentukan dari jumlah Anggota Biasa dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Sn = a.px-1
dimana :
x adalah bilangan asli (1, 2, 3, 4, ….)
Sn = Jumlah Anggota Biasa
a  =  150 (seratus lima puluh)
p = Pembanding = 3 (tiga)
x = Jumlah Utusan
Jumlah Anggota    Jumlah Utusan
50 s/d 149        : 1
150 s/d 449        : 2
450 s/d 1.349        : 3
1.350 s/d 4.049    : 4
4.050 s/d 12.149    : 5
12.150 s/d 36.449    : 6
dan seterusnya ………….
f.    Pimpinan Sidang KONFERCAB/MUSCAB dipilih dari peserta utusan/peninjau oleh peserta utusan dan berbentuk presidum.
g.    KONFERCAB/MUSCAB baru dapat dinyatakan sah apabila dihadiri lebih dari separuh (50%+1)jumlah peserta utusan Komisariat/Komisariat penuh.
h.    Apabila ayat (g) tidak terpenuhi, maka KONFERCAB/MUSCAB diundur 1 x 24 jam setelah itu dinyatakan sah.
i.    Setelah menyampaikan LPJ dan dibahas oleh KONFERCAB/MUSCAB maka pengurus Cabang dinyatakan demisioner.

BAGIAN III
RAPAT ANGGOTA KOMISARIAT

Pasal 17
Status
a.    Rapat Anggota Komisariat (RAK) merupakan musyawarah Anggota Biasa Komisariat.
b.    RAK diadakan satu kali dalam satu tahun.

Pasal 18
Kekuasaan/Wewenang
a.    Meminta Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Pengurus Komisariat.
b.    Menetapkan Pedoman Kerja Pengurus Komisariat .
c.    Memilih Pengurus Komisariat dengan jalan memilih Ketua Umum yang merangkap sebagai formateur dan kemudian dua mide formateur.
d.    Memilih dan Menetapkan Anggota Majelis Pengawas dan Konsultasi (MPK) Pengurus HMI Komisariat.

Pasal 19
Tata Tertib Rapat Anggota Komisariat
a.    Peserta RAK terdiri dari Pengurus Komisariat, Anggota Biasa Komisariat, Pengurus KOHATI Komisariat, Anggota Muda, Anggota MPK Pengurus Komisariat dan undangan Pengurus Komisariat.
b.    Pengurus Komisariat adalah penanggung jawab penyelenggara RAK; Anggota Biasa adalah utusan; Anggota Muda, Anggota MPK Pengurus Komisariat dan undangan Pengurus Komisariat adalah peserta peninjau.
c.    Peserta utusan mempunyai hak suara dan hak bicara sedangkan peserta peninjau mempunyai hak bicara.
d.    Pimpinan Sidang RAK dipilih dari peserta utusan/peninjau oleh peserta utusan dan berbentuk presidium.
e.    RAK baru dapat dinyatakan sah apabila dihadiri lebih dari separuh jumlah Anggota (50%+1) Biasa.
f.    Apabila ayat (e) tidak terpenuhi maka RAK diundur 1 x 24 jam dan setelah itu dinyatakan sah.
g.    Setelah menyampaikan Laporan Pertanggung Jawaban dan di bahas oleh RAK maka Pengurus Komisariat dinyatakan demisioner.

B.    STRUKTUR PIMPINAN

BAGIAN IV
PENGURUS BESAR

Pasal 20
Status
a.    Pengurus Besar (PB) adalah Badan/Instansi kepemimpinan tertinggi organisasi.
b.    Masa jabatan PB adalah dua tahun terhitung sejak pelantikan/serah terima jabatan dari PB Demisioner.
Pasal 21
Personalia Pengurus Besar
a.    Formasi Pengurus Besar sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua Umum, Sekretaris Jenderal dan Bendahara Umum.
b.    Formasi Pengurus Besar disesuaikan dengan kebutuhan organisasi dengan mempertimbangkan efektifitas dan efisiensi kinerja kepengurusan.
c.    Yang dapat menjadi personalia Pengurus Besar adalah :
1.    Bertaqwa kepada Allah SWT.
2.    Dapat membaca Al-Qur’an.
3.    Tidak sedang dijatuhi sanksi organisasi.
4.    Dinyatakan lulus mengikuti Latihan Kader III.
5.    Pernah menjadi Pengurus Komisariat, Pengurus Cabang dan/atau BADKO.
6.    Tidak menjadi personalia Pengurus Besar untuk periode ketiga kalinya kecuali jabatan Ketua Umum.
d.    Yang dapat menjadi Ketua Umum/Formateur Pengurus Besar adalah :
1.    Bertaqwa kepada Allah SWT.
2.    Dapat membaca Al-Qur’an.
3.    Tidak sedang dijatuhi sanksi organisasi.
4.    Dinyatakan lulus mengikuti Latihan Kader III.
5.    Pernah menjadi Pengurus Komisariat, Cabang dan/atau BADKO.
6.    Tidak sedang diperpanjang masa keanggotaannya karena sedang menjadi Pengurus.
7.    Sehat secara jasmani maupun rohani
8.    Ketika mencalonkan diri, mendapatkan rekomendasi tertulis dari Cabang.
e.    Selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah Kongres, personalia Pengurus Besar harus sudah dibentuk dan Pengurus Besar Demisioner sudah mengadakan serah terima jabatan.
f.    Apabila dalam jangka waktu yang di tentukan dalam pont e, formatur tidak dapat menyusun komposisi kepengurusan karena meninggal dunia atau berhalangan tetap lainya, maka formatur dialihkan kepada mide formatur yang mendapat suara terbanyak.
g.    Apabila Ketua Umum tidak dapat menjalankan tugas/non aktif, maka dapat diplih Pejabat Ketua Umum.
h.    Yang dimaksud dengan tidak dapat menjalankan tugas/non aktif adalah:
1.    Meninggal dunia.
2.    Sakit yang menyebabkan tidak dapat menjalankan tugas selama 6 (enam) bulan berturut-turut.
3.    Tidak hadir dalam Rapat Harian dan/atau Rapat Presidium selama 2 (dua) bulan berturut-turut.
i.    Ketua Umum dapat diberhentikan dan diangkat Pejabat Ketua Umum sebelum Kongres apabila memenuhi satu atau lebih hal-hal berikut :
1.    Membuat pernyataan kepada publik atas nama PB HMI yang melanggar Anggaran Dasar pasal 6.
2.    Terbukti melanggar Anggaran Dasar Pasal 16 dan Anggaran Rumah Tangga Pasal 58.
3.    Tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana diatur Anggaran Rumah Tangga pasal 21 ayat d.
j.    Pemberhentian Ketua Umum dan pengangkatan/pengambilan sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum sebelum Kongres hanya dapat melalui :
1.    Keputusan Sidang Pleno Pengurus Besar yang disetujui minimal 50%+1 suara utusan Sidang Pleno Pengurus Besar apabila pemberhentian Ketua Umum diusulkan melalui Keputusan Rapat Harian Pengurus Besar yang disetujui oleh 2/3 jumlah Pengurus Besar.
2.    Keputusan Sidang Pleno Pengurus Besar atau Rapat Harian Pengurus Besar yang disetujui minimal 50%+1 jumlah suara utusan Sidang Pleno Pengurus Besar atau 50%+1 jumlah Pengurus Besar apabila pemberhentian Ketua Umum diusulkan oleh minimal 1/2 jumlah Cabang penuh.
k.    Usulan pemberhentian Ketua Umum harus disampaikan secara tertulis disertai alasan, bukti dan saksi disertai tanda tangan pengusul. Usulan ditembuskan kepada Majelis Pengawas dan Konsultasi  Pengurus Besar (MPK PB HMI).
l.    Ketua Umum dapat mengajukan gugatan pembatalan atas putusan pemberhentiannya kepada Majelis Pengawas dan Konsultasi  Pengurus Besar  (MPK PB HMI) selambat-lambatnya satu mingggu sejak putusan pemberhentiannya ditetapkan. Putusan Majelis Pengawas dan Konsultasi  Pengurus Besar yang bersifat final dan mengikat dikeluarkan paling lambat dua minggu sejak pengajuan gugatan pembatalan diterima.
m.    Dalam hal Ketua Umum mangkat atau mengundurkan diri, Sekretaris Jenderal Pengurus Besar secara otomatis menjadi Pejabat Sementara Ketua Umum hingga dipilih, diangkat dan diambil sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum dalam Rapat Harian Pengurus Besar yang terdekat.
n.    Bila Sekretaris Jenderal Pengurus Besar tidak dapat menjadi Pejabat Sementara Ketua Umum karena mangkat, mengundurkan diri, atau berhalangan tetap hingga dua kali Rapat Harian yang terdekat dari mangkat atau mundurnya Ketua Umum maka Pejabat Sementara Ketua Umum diangkat secara otomatis dari Ketua Bidang Pembinaan Aparat Organisasi hingga dipilih, diangkat dan diambil sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum dalam Rapat Harian Pengurus Besar yang terdekat.
o.    Sebelum diadakan Rapat Harian Pengurus Besar untuk memilih Pejabat Ketua Umum, Pejabat Sementara Ketua Umum memberitahukan mangkat atau pengunduran diri Ketua Umum kepada Majelis Pengawas dan Konsultasi  Pengurus Besar dan mengundang Majelis Pengawas dan Konsultasi  Pengurus Besar menjadi saksi dalam Rapat Harian Pengurus Besar.
p.    Rapat Harian Pengurus Besar untuk memilih Pejabat Ketua Umum langsung dipimpin oleh Pejabat Sementara Ketua Umum. Pejabat Ketua Umum dapat dipilih melalui musyawarah atau pemungutan suara dari calon-calon yang terdiri dari Sekretaris Jenderal, Bendahara Umum dan Ketua Bidang.
q.    Pengambilan sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum dilakukan oleh Koordinator Majelis Pengawas dan Konsultasi  Pengurus Besar atau Anggota Majelis Pengawas dan Konsultasi  Pengurus Besar yang ditunjuk berdasarkan kesepakatan Majelis Pengawas dan Konsultasi  Pengurus Besar.
r.    Ketua Umum dapat melakukan reshuffle atau penggantian  personalia Pengurus Besar dengan mempertimbangkan hal-hal berikut :
1.    Keaktifan yang bersangkutan dalam rapat-rapat PB HMI.
2.    Realisasi Program kerja di bidang yang bersangkutan dalam 1 (satu) semester.
3.    Partisipasi yang bersangkutan dalam program kerja PB HMI (di luar bidang yang bersangkutan).
Pasal 22
Tugas dan Wewenang
a.    Menggerakkan organisasi berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
b.    Melaksanakan ketetapan-ketetapan Kongres.
c.    Menyampaikan ketetapan dan perubahan penting yang berhubungan dengan HMI kepada seluruh aparat dan anggota HMI.
d.    Melaksanakan Sidang Pleno Pengurus Besar setiap semester kegiatan, selama periode berlangsung.
e.    Melaksanakan Rapat Harian Pengurus Besar minimal dua minggu sekali, selama periode berlangsung.
f.    Melaksanakan Rapat Presidium Pengurus Besar minimal satu minggu sekali, selama periode berlangsung.
g.    Memfasilitasi sidang Majelis Pengawas dan Konsultasi  Pengurus Besar dalam rangka menyiapkan draft materi Kongres atau sidang Majelis Pengawas dan Konsultasi  Pengurus Besar lainnya ketika diminta.
h.    Menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada Anggota melalui Kongres.
i.    Mengesahkan dan melantik Pengurus Cabang dan Pengurus BADKO.
j.    Meminta laporan kerja  Pengurus BADKO.
k.    Mengawasi proses pelaksanaan Musyawarah Daerah (MUSDA) ditingkat BADKO.
l.    Menaikkan dan menurunkan status Cabang berdasarkan evaluasi perkembangan Cabang melalui BADKO.
m.    Mengesahkan Pemekaran Cabang berdasarkan rekomendasi KONFERCAB Induk  dan menetapkan pembentukan Cabang Persiapan berdasarkan usulan Musyawarah Daerah (MUSDA) BADKO.
n.    Menyelesaikan permasalahan yang terjadi di tingkat pengurus cabang, Jika dianggap BADKO tidak mampu menyelesaikan dan atau BADKO merekomendasikan penyelesaianya melaluin PB.
o.    Memberikan sanksi dan merehabilitasi secara langsung terhadap anggota/pengurus.

BAGIAN V
BADAN KOORDINASI

Pasal 23
Status
a)    Badan Koordinasi (BADKO) adalah badan pembantu Pengurus Besar.
b)    BADKO HMI dibentuk untuk mengkoordinir beberapa Cabang.
c)    Masa jabatan Pengurus BADKO disesuaikan dengan masa jabatan Pengurus Besar.

Pasal 24
Personalia Pengurus Badan Koordinasi
a.    Formasi Pengurus BADKO sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua Umum, Sekretaris Umum dan Bendahara Umum.
b.    Yang dapat menjadi personalia Pengurus BADKO adalah :
1.    Bertaqwa kepada Allah SWT.
2.    Dapat membaca Al-Qur’an.
3.    Tidak sedang dijatuhi sanksi organisasi.
4.    Dinyatakan lulus mengikuti Latihan Kader II.
5.    Pernah menjadi Pengurus Komisariat dan Pengurus Cabang.
6.    Tidak menjadi personalia Pengurus BADKO untuk periode ketiga kalinya kecuali jabatan Ketua Umum.
c.    Yang dapat menjadi Ketua Umum/Formateur Pengurus BADKO adalah:
1.    Bertaqwa kepada Allah SWT.
2.    Dapat membaca Al-Qur’an.
3.    Tidak sedang dijatuhi sanksi organisasi.
4.    Dinyatakan lulus mengikuti Latihan Kader II.
5.    Pernah menjadi Pengurus Komisariat dan Pengurus Cabang.
6.    Tidak sedang diperpanjang masa keanggotaannya karena sedang menjadi pengurus.
7.    Sehat secara jasmani maupun rohani.
8.    Berwawasan keilmuan yang luas dan memiliki bukti nyata sebagai insan akademis yakni karya tulis ilmiah.
9.    Ketika mencalonkan diri mendapatkan rekomendasi tertulis dari Cabang.
d.    Selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah MUSDA, personalia Pengurus BADKO harus sudah dibentuk dan Pengurus BADKO Demisioner sudah mengadakan serah terima jabatan.
e.    Apabila Ketua Umum tidak dapat menjalankan tugas/non aktif, maka dapat dipilih Pejabat Ketua Umum.
f.    Yang dimaksud dengan tidak dapat menjalankan tugas/non aktif adalah :
1.    Meninggal dunia.
2.    Sakit yang menyebabkan tidak dapat menjalankan tugas selama 6 (enam) bulan berturut-turut.
3.    Tidak hadir dalam Rapat Harian dan/atau Rapat Presidium selama 2 (dua) bulan berturut-turut.
g.    Ketua Umum dapat diberhentikan dan diangkat Pejabat Ketua Umum sebelum MUSDA apabila memenuhi satu atau lebih hal-hal berikut :
1.    Membuat pernyataan kepada publik atas nama Pengurus BADKO yang melanggar Anggaran Dasar Pasal 6.
2.    Terbukti melanggar Anggaran Dasar Pasal 16 dan Anggaran Rumah Tangga   Pasal 58.
3.    Tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana diatur Anggaran Rumah Tangga pasal 24 ayat c.
h.    Pemberhentian Ketua Umum dan pengangkatan Pejabat Ketua Umum sebelum MUSDA, hanya dapat dilakukan melalui :
1.    Keputusan Sidang Pleno Pengurus BADKO yang disetujui minimal 50%+1 suara peserta Sidang Pleno Pengurus BADKO apabila pemberhentian Ketua Umum yang diusulkan melalui Keputusan Rapat Harian Pengurus BADKO yang disetujui oleh 2/3 jumlah Pengurus BADKO.
2.    Sidang Pleno Pengurus BADKO yang disetujui minimal 50%+1 jumlah suara utusan Sidang Pleno Pengurus BADKO apabila pemberhentian Ketua Umum diusulkan oleh minimal setengah jumlah Cabang penuh.
i.    Usulan pemberhentian Ketua Umum harus disampaikan secara tertulis disertai alasan, bukti dan sanksi di sertai tanda tangan pengusul. Usulan ditembuskan kepada Pengurus Besar.
j.    Ketua Umum dapat mengajukan gugatan pembatalan atas putusan pemberhentiannya kepada Pengurus Besar selambat-lambatnya satu mingggu sejak putusan pemberhentiannya ditetapkan. Keputusan Pengurus Besar yang bersifat final dan mengikat dikeluarkan paling lambat dua minggu sejak pengajuan gugatan pembatalan diterima.
k.    Dalam hal Ketua Umum mangkat atau mengundurkan diri, Sekretaris Umum Pengurus BADKO secara otomatis menjadi Pejabat Sementara Ketua Umum hingga dipilih, diangkat dan diambil sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum dalam Rapat Harian Pengurus BADKO yang terdekat.
l.    Sebelum diadakan Rapat Harian Pengurus BADKO, Sekretaris Umum selaku Pejabat Sementara Ketua Umum memberitahukan mangkat atau pengunduran diri Ketua Umum kepada Cabang dan Pengurus Besar.
m.    Ketua Umum dapat melakukan reshuffle atau penggantian  personalia Pengurus BADKO dengan mempertimbangkan hal-hal berikut :
1.    Keaktifan yang bersangkutan dalam rapat-rapat Pengurus BADKO.
2.    Realisasi program kerja di bidang yang bersangkutan dalam 1 (satu) semester.
3.    Partisipasi yang bersangkutan dalam program kerja Pengurus BADKO HMI (di luar bidang yang bersangkutan).

Pasal 25
Tugas dan Wewenang
a.    Melaksanakan dan mengembangkan kebijaksanaan Pengurus Besar tentang berbagai masalah organisasi di wilayahnya.
b.    Mewakili Pengurus Besar dalam mengawasi proses konfrensi/Musyawarah ditingkat Cabang.
c.    Mewakili Pengurus Besar menyelesaikan persoalan intern dan menunjang kinerja Pengurus Besar HMI di wilayah koordinasinya tanpa meninggalkan keharusan konsultasi dengan Pengurus Besar. Dan apabila Badko tidak mampu menyelesaikan persoalan internal diwilayahnya, maka dilaporkan ke Pengurus Besar untuk menyelesaikan dan secepat mungkin menjalankan hasil keputusan Pengurus Besar.
d.    Melaksanakan segala yang diputuskan Musyawarah Daerah (MUSDA).
e.    Melaksanakan Sidang Pleno setiap semester kegiatan.
f.    Membantu menyiapkan draft materi Kongres.
g.    Mengkoordinir dan mengawasi kegiatan Cabang dalam wilayah koordinasinya.
h.    Meminta laporan perkembangan Cabang-Cabang dalam wilayah koordinasinya.
i.    Menyampaikan laporan kerja pengurus setiap semester kepada pengurus Besar.
j.    Menyelenggarakan Musda selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah kongres.
k.    Memberikan laporan pertanggungjawaban kepada Musda.
l.    Melaksanakan LK III minimal 1 tahun sekali.

Pasal 26
Musyawarah Daerah
a.    Musyawarah Daerah (MUSDA) adalah musyawarah utusan Cabang-Cabang yang ada dalam wilayah koordinasinya.
b.    Penyelenggaraan MUSDA dilaksanakan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah Kongres.
c.    Apabila ayat (b) tidak terpenuhi, maka PB HMI menunjuk carateker untuk melakukan MUSDA.
d.    Kekuasaan dan wewenang MUSDA adalah menetapkan program kerja dan memilih calon-calon Ketua Umum/Formateur BADKO maksimal 3 (tiga) orang dan diusulkan pengesahannya pada PB HMI dengan memperhatikan suara terbanyak untuk ditetapkan 1 (satu) sebagai Ketua Umum/Formateur.
e.    Tata Tertib MUSDA disesuaikan dengan pasal 13 ART.

Pasal 27
Pembentukan Badan Koordinasi
a.    Pembentukan Badko direkomendasikan di kongres dan di sahkan di Plano 1 PB.
b.    Satu Badan Koordinasi mengkoordinir minimal 5 (lima) Cabang penuh.

BAGIAN VI
C A B A N G

Pasal 28
Status
a.    Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, Cabang merupakan satu kesatuan organisasi yang dibentuk di Kota Besar atau Ibukota Propinsi/Kabupaten/Kota yang terdapat perguruan tinggi.
b.    Di luar Negara Kesatuan Republik Indonesia, Cabang merupakan satu kesatuan organisasi yang dibentuk di Ibukota Negara dan Kota Besar lainnya di Negara tersebut yang terdapat banyak Mahasiswa Muslim.
c.    Masa jabatan Pengurus Cabang adalah satu tahun semenjak pelantikan/serah terima jabatan dari Pengurus Demisioner.

Pasal 29
Personalia Pengurus Cabang
a.    Formasi Pengurus Cabang sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua Umum, Sekretaris Umum, dan Bendahara Umum.
b.    Yang dapat menjadi personalia Pengurus Cabang adalah :
1.    Bertaqwa kepada Allah SWT.
2.    Dapat membaca Al-Qur’an.
3.    Tidak sedang dijatuhi sanksi organisasi.
4.    Dinyatakan lulus mengikuti Latihan Kader II.
5.    Pernah menjadi Pengurus Komisariat dan/atau KORKOM.
6.    Tidak menjadi personalia Pengurus Cabang untuk periode ketiga kalinya kecuali jabatan Ketua Umum.
c.    Yang dapat menjadi Ketua Umum/Formateur Pengurus Cabang adalah :
1.    Bertaqwa kepada Allah SWT.
2.    Dapat membaca Al-Qur’an.
3.    Tidak sedang dijatuhi sangsi organisasi.
4.    Dinyatakan lulus mengikuti Latihan Kader II.
5.    Pernah menjadi Pengurus Komisariat, KORKOM dan/atau Pengurus Cabang.
6.    Tidak sedang diperpanjang masa keanggotaannya karena sedang menjadi pengurus.
7.    Sehat secara jasmani maupun rohani.
8.    Berwawasan keilmuan yang luas dan memiliki bukti nyata sebagai insan akademis.
9.    Ketika mencalonkan diri mendapatkan rekomendasi tertulis dari Pengurus Komisariat penuh.
d.    Selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah KONFERCAB/MUSCAB, personalia Pengurus Cabang harus sudah dibentuk dan Pengurus Cabang Demisioner sudah mengadakan serah terima jabatan.
e.    Apabila dalam jangka waktu telah ditentukan dalam point d, formateur tidak dapat menyusun komposisi kepengurusan karena meninggal dunia atau berhalangan tetap lainya, maka formateur dialihkan kepada mide formateur yang mendapat suara terbanyak.
f.    Apabila Ketua Umum tidak dapat menjalankan tugas/non aktif, maka dapat dipilih pejabat ketua umum.
g.    Yang dimaksud dengan tidak dapat menjalankan tugas/non-aktif adalah :
1.    Meninggal dunia.
2.    Sakit yang menyebabkan tidak dapat menjalankan tugas selama 6 (enam) bulan berturut-turut.
3.    Tidak hadir dalam Rapat Harian dan/atau Rapat Presidium selama 2 (dua) bulan berturut-turut.
h.    Ketua Umum dapat diberhentikan dan diangkat Pejabat Ketua Umum sebelum KONFERCAB/MUSCAB apabila memenuhi satu atau lebih hal-hal berikut :
1.    Membuat pernyataan kepada publik atas nama Cabang yang melanggar Anggaran Dasar pasal 6.
2.    Terbukti melanggar Anggaran Dasar pasal 16 dan Anggaran Rumah Tangga    Pasal 58.
3.    Tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana diatur Anggaran Rumah Tangga pasal 29 ayat c.
i.    Pemberhentian Ketua Umum dan pengangkatan/pengambilan sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum melalui :
1.    Keputusan Sidang Pleno Pengurus Cabang yang disetujui minimal 50%+1 suara utusan Sidang Pleno Pengurus Cabang.
2.    Usulan pemberhentian Ketua Umum hanya dapat diajukan melalui Keputusan Rapat Harian Pengurus Cabang yang disetujui oleh minimal 2/3 jumlah Pengurus Cabang atau oleh minimal 1/2 jumlah Komisariat penuh.
j.    Usulan pemberhentian Ketua Umum harus disampaikan secara tertulis disertai alasan, bukti dan saksi disertai tanda tangan pengusul. Usulan ditembuskan kepada Badko.
k.    Ketua Umum dapat mengajukan gugatan pembatalan atas putusan pemberhentiannya kepada Pengurus Badko selambat-lambatnya satu mingggu sejak putusan pemberhentiannya ditetapkan. Keputusan Pengurus Badko dikeluarkan paling lambat dua minggu sejak pengajuan pembatalan gugatan diterima. Dalam hal masíh terdapat keberatan atas keputusan Pengurus Badko maka dapat diajukan gugatan ulang kepada Pengurus Besar selambat-lambatnya satu mingggu sejak keputusan Pengurus Badko ditetapkan. Keputusan yang bersifat final dan mengikat dikeluarkan paling lambat dua minggu sejak gugatan ulang diterima.
l.    Dalam hal Ketua Umum mangkat atau mengundurkan diri, Sekretaris Umum Pengurus Cabang secara otomatis menjadi Pejabat Sementara Ketua Umum hingga dipilih, diangkat dan diambil sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum dalam Rapat Harian Pengurus Cabang yang terdekat.
m.    Bila Sekretaris Umum Pengurus Cabang tidak dapat menjadi Pejabat Sementara Ketua Umum karena mangkat, mengundurkan diri, atau berhalangan tetap hingga dua kali Rapat Harian yang terdekat dari mangkat atau mundurnya Ketua Umum maka Pejabat Sementara Ketua Umum diangkat secara otomatis dari Ketua Bidang Pembinaan Aparat Organisasi hingga dipilih, diangkat dan diambil sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum dalam Rapat Harian Pengurus Cabang yang terdekat.
n.    Sebelum diadakan Rapat Harian Pengurus Cabang untuk memilih Pejabat Ketua Umum, Pejabat Sementara Ketua Umum memberitahukan mangkat atau pengunduran diri Ketua Umum kepada Badko dan menjadi saksi dalam Rapat Harian Pengurus Cabang.
o.    Rapat Harian Pengurus Cabang untuk memilih Pejabat Ketua Umum langsung dipimpin oleh Pejabat Sementara Ketua Umum. Pejabat Ketua Umum dapat dipilih melalui musyawarah atau pemungutan suara dari calon yang terdiri dari Sekretaris Umum, Bendahara Umum dan Ketua Bidang.
p.    Pengambilan sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum dilakukan oleh Pengurus Besar, dan/atau Pengurus Badko yang ditunjuk untuk itu.
q.    Ketua Umum dapat melakukan reshuffle atau penggantian  personalia Pengurus Cabang dengan mempertimbangkan hal-hal berikut :
1.    Keaktifan yang bersangkutan dalam rapat-rapat Pengurus HMI Cabang.
2.    Realisasi Program kerja di bidang yang bersangkutan dalam 1 (satu) semester.
3.    Partisipasi yang bersangkutan dalam program kerja Cabang (di luar bidang yang bersangkutan).
4.    Memperhatikan hasil sidang pleno dan rekomendasi MPK PC.
Pasal 30
Tugas dan Wewenang
a.    Melaksanakan hasil-hasil ketetapan Konferensi/Musyawarah Cabang, serta ketentuan/kebijakan organisasi lainnya yang diberikan oleh Pengurus Besar (PB) atau Pengurus BADKO.
b.    Menetapkan dan mengesahkan pendirian KORKOM.
c.    Membentuk koordinator komisariat (korkom) bila diperlukan dan mengesahkan kepengurusannya.
d.    Mengesahkan Pengurus Komisariat dan Badan Khusus di tingkat Cabang
e.    Membentuk dan mengembangkan Badan-Badan Khusus.
f.    Melaksanakan Sidang Pleno sekurang-kurangnya sekali dalam 4 (empat) bulan atau 2 (dua) kali selama satu periode berlangsung.
g.    Melaksanakan Rapat Harian Pengurus Cabang minimal satu minggu sekali, selama periode berlangsung.
h.    Melaksanakan Rapat Presidium Pengurus Cabang minimal 1 (satu) kali dalam sebulan.
i.    Menyampaikan laporan kerja kepengurusan dan database anggota 4 (empat) bulan sekali kepada Pengurus Besar melalui Pengurus BADKO.
j.    Memilih dan mengesahkan 1 (satu) orang Formateur/Ketua Umum dan 2 (dua) orang mide Formateur dari 3 (tiga) calon Anggota Formateur KORKOM yang dihasilkan Musyawarah Komisariat dengan memperhatikan suara terbanyak dan mengesahkan susunan Pengurus KORKOM yang diusulkan Formateur/Ketua Umum KORKOM.
k.    Mengusulkan pembentukan dan pemekaran Cabang melalui Musyawarah Daerah.
l.    Menyelenggarakan Konferensi/Musyawarah Cabang.
m.    Menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada Anggota Biasa melalui Konferensi/Musyawarah Cabang.
Pasal 32
Pendirian dan Pemekaran Cabang
a.    Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, pendirian Cabang Persiapan dapat diusulkan oleh sekurang-kurangnya 100 (seratus) orang anggota biasa kepada Pengurus BADKO setempat yang selanjutnya diteruskan kepada Pengurus Besar.
b.    Di luar Negara Kesatuan Republik Indonesia, pendirian Cabang Persiapan dapat diusulkan oleh sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) orang anggota biasa langsung kepada Pengurus Besar.
c.    Usulan disampaikan secara tertulis disertai alasan dan dokumen pendukungnya.
d.    Pengurus Besar dalam mengesahkan Cabang Persiapan harus meneliti keaslian dokumen pendukung, mempertimbangkan potensi anggota di daerah setempat, dan potensi-potensi lainnya di daerah setempat yang dapat mendukung kesinambungan Cabang tersebut bila dibentuk.
e.    Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, sekurang-kurangnya setelah 1 (satu) tahun disahkan menjadi Cabang Persiapan, mempunyai minimal 150 (seratus lima puluh) anggota biasa dan mampu melaksanakan minimal 2 (dua) kali Latihan Kader I dan 1 (satu) kali Latihan Kader II di bawah bimbingan dan pengawasan Pengurus BADKO setempat, memiliki Badan Pengelola Latihan dan minimal 1 (satu) Lembaga Pengembangan Profesi aktif serta direkomendasikan Pengurus BADKO setempat dapat disahkan menjadi Cabang penuh.
f.    Di luar Negara Kesatuan Republik Indonesia, sekurang-kurangnya setelah 1 (satu) tahun disahkan menjadi Cabang Persiapan, mempunyai minimal 75 (tujuh puluh lima) anggota biasa dan mampu melaksanakan minimal 1 (satu) kali Latihan Kader I dan 1 (satu) kali Latihan Kader II di bawah bimbingan dan pengawasan Pengurus Besar, dan memiliki Badan Pengelola Latihan dapat disahkan menjadi Cabang Penuh.
g.    Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, 1 (satu) Cabang penuh dapat dimekarkan menjadi 2 (dua) atau lebih Cabang penuh apabila masing-masing Cabang yang dimekarkan tersebut memiliki minimal 150 (seratus lima puluh) anggota biasa, memiliki Badan Pengelola Latihan dan minimal 1 (satu) Lembaga Pengembangan Profesi aktif, direkomendasikan dalam Konferensi Cabang asal dan disetujui dalam Musyawarah BADKO setempat, serta tidak dalam satu wilayah administratif Kabupaten/Kota.
h.    Untuk pemekaran Cabang penuh yang berkedudukan di Kota Besar, 2 (dua) atau lebih Cabang penuh yang telah dimekarkan dapat berada dalam 1 (satu) wilayah administratif Kota bila memiliki potensi keanggotaan, potensi pembiayaan, dan potensi-potensi penunjang kesinambungan Cabang lainnya yang tinggi.
i.    Di luar Negara Kesatuan Republik Indonesia, 1 (satu) Cabang dapat dimekarkan menjadi 2 (dua) atau lebih Cabang penuh apabila masing-masing Cabang yang dimekarkan tersebut memiliki minimal 75 (tujuh puluh lima) anggota biasa, memiliki Badan Pengelola Latihan dan direkomendasikan Konferensi Cabang asal.
j.    Dalam mengesahkan pemekaran Cabang penuh, Pengurus Besar harus mempertimbangkan tingkat dinamika Cabang penuh hasil pemekaran, daya dukung daerah tempat kedudukan Cabang-Cabang hasil pemekaran, potensi keanggotaan, potensi pembiayaan untuk menunjang aktivitas Cabang hasil pemekaran, dan potensi-potensi lainnya yang menunjang kesinambungan Cabang.

Pasal 32
Penurunan Status dan Pembubaran Cabang
a.    Cabang Penuh dapat diturunkan statusnya menjadi Cabang Persiapan apabila memenuhi salah satu atau seluruh hal berikut :
1.    Memiliki anggota biasa kurang dari 150 orang (dalam NKRI) dan 75 orang             (di luar NKRI).
2.    Tidak lagi memiliki salah satu atau keduanya dari Badan Pengelola Latihan dan 1 (satu) Lembaga Pengembangan Profesi.
3.    Dalam satu periode kepengurusan tidak melaksanakan Konferensi Cabang selambat-lambatnya selama 18 (delapan belas) bulan.
4.    Tidak melaksanakan Latihan Kader II sebanyak 2 (dua) kali dalam 2 (dua) periode kepengurusan berturut-turut atau tidak melaksanakan 4 (empat) kali Latihan Kader I dalam 2 (dua) periode kepengurusan berturut-turut.
5.    Tidak melaksanakan Sidang Pleno minimal 4 (empat) kali selama 2 (dua) periode kepengurusan berturut-turut atau Rapat Harian dan Rapat Presidium minimal 20 kali selama 2 (dua) periode kepengurusan berturut-turut.
b.    Apabila Cabang Persiapan dan Cabang Penuh yang diturunkan menjadi Cabang Persiapan dalam waktu 2 (dua) tahun tidak dapat meningkatkan statusnya menjadi Cabang Penuh maka Cabang tersebut dinyatakan bubar melalui Keputusan Pengurus Besa.
BAGIAN VII
KOORDINATOR KOMISARIAT

Pasal 33
Status
a.    Koordinator Komisariat (KORKOM) adalah instansi pembantu Pengurus Cabang.
b.    Pada perguruan tinggi yang dianggap perlu, Pengurus Cabang dapat membentuk KORKOM untuk mengkoordinir beberapa Komisariat.
c.    Masa jabatan Pengurus KORKOM disesuaikan dengan masa jabatan Pengurus Cabang.

Pasal 34
Personalia Pengurus Koordinator Komisariat
a.    Formasi Pengurus KORKOM sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua Umum, Sekretaris Umum dan Bendahara Umum.
b.    Yang dapat menjadi personalia Pengurus KORKOM adalah :
1.    Bertaqwa kepada Allah SWT.
2.    Dapat membaca Al-Qur’an.
3.    Tidak sedang dijatuhi sangsi organisasi.
4.    Dinyatakan lulus mengikuti Latihan Kader I minimal 1 (satu) tahun.
5.    Pernah menjadi Pengurus Komisariat.
6.    Tidak menjadi personalia Pengurus KORKOM untuk periode ketiga kalinya kecuali jabatan Ketua Umum.
c.    Yang dapat menjadi Ketua Umum/Formateur Pengurus KORKOM adalah :
1.    Bertaqwa kepada Allah SWT.
2.    Dapat membaca Al-Qur’an .
3.    Tidak sedang dijatuhi sangsi organisasi.
4.    Dinyatakan lulus mengikuti Latihan Kader II.
5.    Pernah menjadi Pengurus Komisariat.
6.    Tidak sedang diperpanjang masa keanggotaannya karena sedang menjadi pengurus.
7.    Sehat secara jasmani maupun rohani.
8.    Berwawasan keilmuan yang luas dan memiliki bukti nyata sebagai insan akademis.
9.    Ketika mencalonkan diri mendapatkan rekomendasi tertulis dari Pengurus Komisariat Penuh.
d.    Selambat-lambatnya 15 (lima belas hari) hari setelah Musyawarah Komisariat, personalia Pengurus KORKOM harus sudah dibentuk dan Pengurus Demisioner sudah mengadakan serah terima jabatan.
e.    Apabila Ketua Umum tidak dapat menjalankan tugas/non-aktif, maka dapat dipilih Pejabat Ketua Umum.
f.    Yang dimaksud dengan tidak dapat menjalankan tugas/non-aktif adalah :
1.    Meninggal dunia.
2.    Sakit yang menyebabkan tidak dapat menjalankan tugas selama 2 (dua) bulan berturut-turut.
3.    Tidak hadir dalam rapat harian dan/atau rapat presidium selama 1 (satu) bulan berturut-turut.
g.    Ketua Umum dapat diberhentikan dan diangkat Pejabat Ketua Umum sebelum Musyawarah Koordinator Komisariat apabila memenuhi satu atau lebih hal-hal berikut :
1.    Membuat pernyataan kepada publik atas nama Pengurus KORKOM yang melanggar Anggaran Dasar pasal 6.
2.    Terbukti melanggar Anggaran Dasar pasal 16 dan Anggaran Rumah Tangga    Pasal 58.
3.    Tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana diatur Anggaran Rumah Tangga pasal 34 ayat c
h.    Pemberhentian Ketua Umum KORKOM dan pengangkatan Pejabat Ketua Umum KORKOM hanya dapat dilakukan melalui :
1.    Keputusan Rapat Harian Pengurus Cabang yang disetujui minimal 50%+1 suara peserta Rapat Harian Pengurus Cabang.
2.    Rapat Harian Pengurus Cabang hanya membahas usulan pemberhentian Ketua Umum KORKOM yang diusulkan  oleh minimal 1/2 jumlah Komisariat di wilayah KORKOM tersebut atau 1/2 jumlah Pengurus Cabang atau 2/3 jumlah Pengurus KORKOM.
i.    Usulan pemberhentian Ketua Umum harus disampaikan secara tertulis disertai alasan, bukti dan saksi (bila dibutuhkan), dan tanda tangan pengusul. Usulan ditembuskan kepada Majelis Pengawas dan Konsultasi  Pengurus Cabang dan Komisariat.
j.    Ketua Umum dapat mengajukan gugatan pembatalan atas putusan pemberhentiannya kepada Pengurus Cabang selambat-lambatnya satu minggu sejak putusan pemberhentiannya ditetapkan. Keputusan Pengurus Cabang dikeluarkan paling lambat dua minggu sejak pengajuan pembatalan gugatan diterima. Dalam hal masíh terdapat keberatan atas keputusan Pengurus Cabang maka dapat diajukan gugatan ulang kepada Pengurus Cabang selambat-lambatnya satu minggu sejak keputusan Pengurus Cabang ditetapkan. Keputusan Pengurus Cabang yang bersifat final dan mengikat dikeluarkan paling lambat dua minggu sejak gugatan ulang diterima.
k.    Dalam hal Ketua Umum mangkat atau mengundurkan diri, Sekretaris Umum KORKOM secara otomatis menjadi Pejabat Sementara Ketua Umum hingga dipilih, diangkat dan diambil sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum dalam Rapat Harian Pengurus Cabang yang terdekat.
l.    Sebelum diadakan Rapat Harian Pengurus Cabang, Sekretaris Umum KORKOM selaku Pejabat Sementara Ketua Umum memberitahukan mangkat atau pengunduran diri Ketua Umum kepada Komisariat dan Pengurus Cabang.
m.    Ketua Umum dapat melakukan reshuffle atau penggantian  personalia Pengurus KORKOM dengan mempertimbangkan hal-hal berikut :
1.    Keaktifan yang bersangkutan dalam rapat-rapat Pengurus KORKOM.
2.    Realisasi Program kerja di bidang yang bersangkutan dalam 3 (tiga) bulan.
3.    Partisipasi yang bersangkutan dalam program kerja KORKOM (di luar bidang yang bersangkutan).

Pasal 35
Tugas dan Wewenang
a.    Melaksanakan dan mengembangkan kebijaksanaan Pengurus Cabang tentang berbagai masalah organisasi di wilayahnya.
b.    Mewakili Pengurus Cabang menyelesaikan persoalan intern di wilayah koordinasinya dan berkonsultasi serta berkoordinasi dengan Pengurus Cabang.
c.    Melaksanakan Ketetapan-ketetapan Musyawarah Komisariat.
d.    Menyampaikan laporan kerja di Sidang Pleno Pengurus Cabang dan di waktu lain ketika diminta Pengurus Cabang.
e.    Membantu menyiapkan draft materi Konferensi Cabang.
f.    Mengkoordinir dan mengawasi kegiatan Komisariat dalam wilayah koordinasinya.
g.    Meminta laporan Komisariat dalam wilayah koordinasinya.
h.    Menyelenggarakan Musyawarah Komisariat selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah Konferensi Cabang.
i.    Menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada Pengurus Cabang melalui Rapat Harian Pengurus Cabang selambat-lambatnya 1 (satu) minggu sebelum Musyawarah Komisariat dan menyampaikan laporan kerja selama periode kepengurusan di Musyawarah Komisariat.
j.    Mengusulkan kenaikan dan penurunkan status Komisariat di wilayah koordinasinya berdasarkan evaluasi perkembangan Komisariat.
k.    Mengusulkan kepada Pengurus Cabang pembentukan Komisariat Persiapan.

Pasal 36
Musyawarah Komisariat
a.    Musyawarah Komisariat (Muskom) adalah musyawarah perwakilan komisariat-komisariat yang ada dalam wilayah koordinasi KORKOM.
b.    Muskom dilaksanakan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah Konferensi Cabang.
c.    Kekuasaan dan wewenang Muskom adalah menetapkan Pedoman Kerja Pengurus KORKOM, Program Kerja, mengusulkan pemekaran Komisariat serta Rekomendasi Internal dan Eksternal KORKOM dan memilih calon-calon Formateur KORKOM sebanyak 3 (tiga) orang dan diusulkan kepada Pengurus Cabang untuk dipilih dan disahkan 1 (satu) orang sebagai Formateur dan 2 (dua) orang sebagai Mide Formateur.
d.    Tata tertib Muskom  disesuaikan dengan pasal 16 Anggaran Rumah Tangga.

BAGIAN VIII
K O M I S A R I A T

Pasal 37
Status
a.    Komisariat merupakan satu kesatuan organisasi di bawah Cabang yang dibentuk di satu perguruan tinggi atau satu/beberapa fakultas dalam satu perguruan tinggi.
b.    Masa jabatan Pengurus Komisariat adalah satu tahun semenjak pelantikan/serah terima jabatan Pengurus Demisioner.
c.    Setelah satu tahun berdirinya dengan bimbingan dan pengawasan KORKOM/Cabang yang bersangkutan serta syarat-syarat berdirinya Komisariat Penuh telah terpenuhi, maka dapat mengajukan permohonan kepada Pengurus Cabang untuk disahkan menjadi Komisariat Penuh dengan rekomendasi KORKOM.
d.    Dalam hal tidak terdapat KORKOM pengajuan Komisariat penuh langsung kepada Pengurus Cabang.
Pasal 38
Personalia Pengurus Komisariat
a.    Formasi pengurus komisariat sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua Umum, Sekretaris Umum, dan Bendahara Umum.
b.    Yang dapat menjadi personalia Pengurus Komisariat adalah :
1.    Bertaqwa kepada Allah SWT.
2.    Dapat membaca Al-Qur’an.
3.    Tidak sedang dijatuhi sanksi organisasi.
4.    Dinyatakan lulus mengikuti Latihan Kader I minimal 1 (satu) tahun setelah lulus.
5.    Tidak menjadi personalia Pengurus Komisariat untuk periode ketiga kalinya kecuali jabatan Ketua Umum.
c.    Yang dapat menjadi Ketua Umum/Formateur Pengurus Komisariat adalah :
1.    Bertaqwa kepada Allah SWT.
2.    Dapat membaca Al-Qur’an.
3.    Tidak sedang dijatuhi sanksi organisasi.
4.    Dinyatakan lulus mengikuti Latihan Kader I minimal 1 (satu) tahun.
5.    Pernah menjadi Pengurus Komisariat.
6.    Tidak sedang diperpanjang masa keanggotaannya karena sedang menjadi pengurus.
7.    Sehat secara jasmani maupun rohani
8.    Berwawasan keilmuan yang luas dan memiliki bukti nyata sebagai insan akademis.
d.    Selambat-lambatnya 15 (lima belas hari) hari setelah Rapat Anggota Komisariat, personalia Pengurus Komisariat harus sudah dibentuk dan Pengurus Demisioner sudah mengadakan serah terima jabatan.
e.    Apabila Ketua Umum tidak dapat menjalankan tugas/non-aktif, maka dapat dipilih Pejabat Ketua Umum.
f.    Yang dimaksud dengan tidak dapat menjalankan tugas/non-aktif adalah :
1.    Meninggal dunia.
2.    Sakit yang menyebabkan tidak dapat menjalankan tugas selama 2 (dua) bulan berturut-turut.
3.    Tidak hadir dalam Rapat Harian dan/atau Rapat Presidium selama 1 (satu) bulan berturut-turut.
g.    Ketua Umum dapat diberhentikan dan diangkat Pejabat Ketua Umum sebelum Rapat Anggota Komisariat apabila memenuhi satu atau lebih hal-hal berikut :
1.    Membuat pernyataan kepada publik atas nama Pengurus Komisariat yang melanggar Anggaran Dasar pasal 6.
2.    Terbukti melanggar Anggaran Dasar pasal 16 dan Anggaran Rumah Tangga   Pasal 58.
3.    Tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana diatur Anggaran Rumah Tangga pasal 38 ayat c.
h.    Pemberhentian Ketua Umum dan pengangkatan/pengambilan sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum hanya dapat dilakukan melalui :
1.    Keputusan Rapat Harian Pengurus Komisariat yang disetujui minimal 50%+1 suara utusan Rapat Harian Pengurus Komisariat.
2.    Usulan pemberhentian Ketua Umum dapat diajukan melalui Keputusan Rapat Harian Pengurus Komisariat yang disetujui oleh minimal 2/3 jumlah Pengurus Komisariat.
3.    Usulan pemberhentian Ketua Umum harus disampaikan secara tertulis disertai alasan, bukti dan saksi (bila dibutuhkan) dan tanda tangan pengusul. Usulan ditembuskan kepada Majelis Pengawas dan Konsultasi  Pengurus Besar dan Cabang.
i.    Ketua Umum dapat mengajukan gugatan pembatalan atas putusan pemberhentiannya kepada Pengurus Cabang selambat-lambatnya satu mingggu sejak putusan pemberhentiannya ditetapkan. Putusan Pengurus Cabang yang bersifat final dan mengikat dikeluarkan paling lambat dua minggu sejak pengajuan gugatan pembatalan diterima.
j.    Dalam hal Ketua Umum mangkat atau mengundurkan diri, Sekretaris Umum Pengurus Komisariat secara otomatis menjadi Pejabat Sementara Ketua Umum hingga dipilih, diangkat dan diambil sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum dalam Rapat Harian Pengurus Komisariat yang terdekat.
k.    Bila Sekretaris Umum Pengurus Komisariat tidak dapat menjadi Pejabat Sementara Ketua Umum karena mangkat, mengundurkan diri atau berhalangan tetap hingga dua kali Rapat Harian yang terdekat dari mangkat atau mundurnya Ketua Umum maka Pejabat Sementara Ketua Umum diangkat secara otomatis dari Ketua Bidang Penelitian, Pengembangan dan Pembinaan Anggota hingga dipilih, diangkat dan diambil sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum dalam Rapat Harian Pengurus Komisariat yang terdekat.
l.    Sebelum diadakan Rapat Harian Pengurus Komisariat untuk memilih Pejabat Ketua Umum, Pejabat Sementara Ketua Umum memberitahukan mangkat atau pengunduran diri Ketua Umum kepada Majelis Pengawas dan Konsultasi  Pengurus Komisariat dan mengundang Majelis Pengawas dan Konsultasi  Pengurus Komisariat menjadi saksi dalam Rapat Harian Pengurus Komisariat.
m.    Rapat Harian Pengurus Komisariat untuk memilih Pejabat Ketua Umum langsung dipimpin oleh Pejabat Sementara Ketua Umum. Pejabat Ketua Umum dapat dipilih melalui musyawarah atau pemungutan suara dari calon yang terdiri dari Sekretaris Umum, Bendahara Umum dan Ketua Bidang.
n.    Pengambilan sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum dilakukan oleh Koordinator Majelis Pengawas dan Konsultasi  Pengurus Komisariat atau Anggota Majelis Pengawas dan Konsultasi  Pengurus Komisariat yang ditunjuk berdasarkan kesepakatan Majelis Pengawas dan Konsultasi  Pengurus Komisariat.
o.    Ketua Umum dapat melakukan reshuffle atau penggantian  personalia Pengurus Komisariat dengan mempertimbangkan hal-hal berikut :
1.    Keaktifan yang bersangkutan dalam rapat-rapat Pengurus Komisariat.
2.    Realisasi Program kerja di bidang yang bersangkutan dalam waktu 3 (tiga) bulan.
3.    Partisipasi yang bersangkutan dalam program kerja Komisariat (di luar bidang yang bersangkutan).

Pasal 39
Tugas dan Wewenang

a.    Melaksanakan hasil-hasil ketetapan Rapat Anggota Komisariat dan  ketentuan/kebijakan organisasi lainnya yang diberikan oleh Pengurus Cabang.
b.    Membentuk dan mengembangkan Badan-Badan Khusus.
c.    Melaksanakan Rapat Harian Pengurus Komisariat minimal satu bulan satu kali.
d.    Melaksanakan Rapat Presidium Pengurus Komisariat minimal 1 (satu) kali dalam seminggu.
e.    Menyampaikan laporan kerja kepengurusan 4 (empat) bulan sekali kepada Pengurus Cabang.
f.    Menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada anggota biasa melalui Rapat Anggota Komisariat.

Pasal 40
Pendirian dan Pemekaran Komisariat

a.    Pendirian Komisariat Persiapan dapat diusulkan oleh sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) Anggota Biasa dari satu perguruan tinggi atau satu/beberapa fakultas dari satu perguruan tinggi langsung kepada Pengurus Cabang atau melalui Pengurus KORKOM yang selanjutnya dibicarakan dalam Sidang Pleno Pengurus Cabang.
b.    Usulan disampaikan secara tertulis disertai alasan dan dokumen pendukungnya.
c.    Pengurus Cabang dalam mengesahkan Komisariat Persiapan harus meneliti keaslian dokumen pendukung, mempertimbangkan potensi anggota di perguruan tinggi/fakultas setempat dan potensi-potensi lainnya yang dapat mendukung kesinambungan Komisariat tersebut bila dibentuk.
d.    Sekurang-kurangnya setelah 1 (satu) tahun disahkan menjadi Komisariat Persiapan, mempunyai minimal 50 (lima puluh) anggota biasa dan mampu melaksanakan minimal 1 (satu) kali Latihan Kader I dan 2 (dua) kali Maperca di bawah bimbingan dan pengawasan Cabang/KORKOM setempat, serta direkomendasikan KORKOM setempat dapat disahkan menjadi Komisariat penuh di Sidang Pleno Pengurus Cabang.
e.    Pemekaran Komisariat penuh dapat dimekarkan menjadi 2 (dua) atau lebih Komisariat penuh apabila masing-masing Komisariat yang dimekarkan tersebut memiliki minimal 50 (lima puluh) anggota biasa.
f.    Dalam mengesahkan pemekaran Komisariat Penuh, Pengurus Cabang harus mempertimbangkan potensi dinamika Komisariat penuh hasil pemekaran, daya dukung Fakultas/Perguruan tinggi tempat kedudukan Komisariat-Komisariat hasil pemekaran, potensi keanggotaan, potensi pembiayaan untuk menunjang aktivitas Komisariat hasil pemekaran, dan potensi-potensi lainnya yang menunjang kesinambungan Komisariat.

Pasal 41
Penurunan Status dan Pembubaran Komisariat

a.    Komisariat penuh dapat diturunkan statusnya menjadi Komisariat Persiapan apabila memenuhi salah satu atau seluruh hal berikut :
1.    Memiliki anggota biasa kurang dari 50 orang.
2.    Dalam satu periode kepengurusan tidak melaksanakan Rapat Anggota Komisariat selambat-lambatnya selama 18 (delapan belas) bulan.
3.    Tidak melaksanakan Latihan Kader I sebanyak 2 (dua) kali dalam 2 (dua) periode kepengurusan berturut-turut atau tidak melaksanakan 3 (tiga) kali Maperca dalam 2 (dua) periode kepengurusan berturut-turut.
4.    Tidak melaksanakan Rapat Harian minimal 10 (sepuluh) kali selama 2 (dua) periode kepengurusan berturut-turut atau Rapat Presidium minimal 30 (tiga puluh) kali selama 2 (dua) periode kepengurusan berturut-turut.
b.    Apabila Komisariat Penuh yang diturunkan menjadi Komisariat Persiapan dalam waktu 2 (dua) tahun tidak dapat meningkatkan statusnya menjadi Komisariat Penuh maka Komisariat tersebut dinyatakan bubar melalui Keputusan Pengurus Cabang.


C. MAJELIS PENGAWAS DAN KONSULTASI

BAGIAN IX
MAJELIS PENGAWAS DAN KONSULTASI  PENGURUS BESAR

Pasal 42
Status, Fungsi, Keanggotaan dan Masa Jabatan

a.    Majelis Pengawas dan Konsultasi  Pengurus Besar adalah Majelis Pengawas dan Konsultasi  HMI ditingkat Pengurus Besar.
b.    Majelis Pengawas dan Konsultasi  Pengurus Besar berfungsi melakukan pengawasan terhadap kinerja Pengurus Besar dalam melaksanakan AD, ART dan aturan dibawahnya dan memberikan penilaian konstitusional yang bersifat final dan mengikat atas perkara konstitusional di tingkat Pengurus Besar.
c.    Anggota Majelis Pengawas dan Konsultasi  Pengurus Besar berjumlah 15 (lima belas) orang.
d.    Anggota Majelis Pengawas dan Konsultasi  Pengurus Besar adalah anggota/alumni HMI yang memenuhi syarat sebagai berikut :
1.    Bertaqwa kepada Allah SWT.
2.    Dapat membaca Al-Qur’an.
3.    Tidak pernah dijatuhi sanksi organisasi karena melanggar AD/ART.
4.    Dinyatakan telah lulus mengikuti Latihan Kader III.
5.    Pernah menjadi Presidium Pengurus Besar atau Presidium Pengurus Badan Khusus di tingkat Pengurus Besar.
6.    Sehat secara jasmani maupun rohani.
7.    Berwawasan keilmuan yang luas dan memiliki bukti nyata sebagai insan akademis.
8.    Ketika mencalonkan mendapatkan rekomendasi tertulis dari 5 Cabang penuh.
9.    Tidak menjadi anggota MPK PB untuk yang ketiga kalinya.
e.    Masa Jabatan Majelis Pengawas dan Konsultasi  Pengurus Besar adalah 2 (dua) tahun dimulai sejak terbentuknya di Kongres dan berakhir pada Kongres periode  berikutnya.
f.    Apabila salah satu anggota MPK meninggal, mengundurkan diri, maka akan diganti dengan calon MPK PB HMI dengan nomor urut berikutnya dan dipilih berdasarkan pengurus setempet berdasarkan suara terbanyak.
g.    Apabila hasil pengawasan dan putusan MPK PB HMI tidak dijalankan maka MPK PB HMI memenggil ketua umum PB HMI untuk dimintai keterangan. Keterangan yang diperoleh selanjutnya dijadikan bahan oleh MPK PB HMI untuk diberikan penilaian dengan berpedoman pada AD/ART HMI
Pasal 43
Tugas dan Wewenang MPK PB

a.    Menjaga tegaknya AD dan ART HMI di tingkat Pengurus Besar.
b.    Mengawasi pelaksanaan AD, ART dan ketetapan-ketetapan Kongres oleh Pengurus Besar.
c.    Memberikan masukan dan saran kepada Pengurus Besar dalam melaksanakan AD, ART dan ketetapan-ketetapan Kongres baik diminta maupun tidak diminta.
d.    Menyampaikan hasil pengawasannya kepada Sidang Pleno Pengurus Besar.
e.    Menyiapkan draft materi Kongres.
f.    Memberikan putusan yang bersifat final dan mengikat atas perkara konstitusional yang diajukan oleh anggota biasa dan struktur organisasi lainnya.
g.    Memberikan putusan yang bersifat final dan mengikat atas perkara konstitusional yang diajukan anggota biasa dan struktur organisasi lainnya.
Pasal 44
Struktur, Tata Kerja dan Persidangan MPK PB

a.    Struktur MPK PB terdiri dari 1 (satu) orang Koordinator dan Komisi-Komisi.
b.    Koordinator dipilih dari dan oleh anggota MPK PB.
c.    Komisi-Komisi ditetapkan berdasarkan pembagian bidang Pengurus Besar dan dipimpin oleh seorang Ketua Komisi yang dipilih dari dan oleh anggota Komisi tersebut.
d.    Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, MPK PB difasilitasi oleh Pengurus Besar.
e.    MPK PB bersidang sedikitnya 4 (empat) kali dalam 1 (satu) periode.
f.    Sidang MKP PB dianggap sah bila dihadiri oleh minimal 2/3 anggota MPK PB dan dipimpin oleh Koordinator MPK PB.
g.    Putusan MPK PB diambil secara musyawarah mufakat dan bila tidak dapat dipenuhi dapat diambil melalui suara terbanyak (50%+1).

BAGIAN X
MAJELIS PENGAWAS DAN KONSULTASI  PENGURUS CABANG

Pasal 45
Status, Fungsi, Keanggotaan dan Masa Jabatan
a.    Majelis Pengawas dan Konsultasi  Pengurus Cabang adalah Majelis Pengawas dan Konsultasi  HMI ditingkat Pengurus Cabang.
b.    Majelis Pengawas dan Konsultasi  Pengurus Cabang berfungsi melakukan pengawasan terhadap kinerja Pengurus Cabang dalam melaksanakan AD, ART dan aturan penjabarannya, Keputusan Pengurus Besar dan Pengurus BADKO dan hasil-hasil KONFERCAB/MUSCAB.
c.    Anggota Majelis Pengawas dan Konsultasi Pengurus Cabang berjumlah 7 (tujuh) orang.
d.    Anggota Majelis Pengawas dan Konsultasi  Pengurus Cabang adalah anggota/alumni HMI yang memenuhi syarat sebagai berikut :
1.    Bertaqwa kepada Allah SWT.
2.    Dapat membaca Al-Qur’an.
3.    Tidak pernah dijatuhi sangsi organisasi karena melanggar AD/ART.
4.    Dinyatakan telah lulus mengikuti Latihan Kader II.
5.    Pernah menjadi Presidium Pengurus Cabang atau Presidium Pengurus Badan Khusus di tingkat Pengurus Cabang atau Ketua Umum KORKOM.
6.    Sehat secara jasmani maupun rohani.
7.    Berwawasan keilmuan yang luas dan memiliki bukti nyata sebagai insan akademis yakni karya tulis ilmiah.
8.    Ketika mencalonkan mendapatkan rekomendasi tertulis dari KORKOM/Komisariat.
9.    Tidak menjadi anggota MPK PC untuk yang ketiga kalinya.
e.    Masa Jabatan Majelis Pengawas dan Konsultasi  Pengurus Cabang adalah 1 (satu) tahun dimulai sejak terbentuknya di Konferensi Cabang dan berakhir pada Konferensi Cabang berikutnya.
Pasal 46
Tugas dan Wewenang MPK PC
a.    Menjaga tegaknya AD dan ART HMI disemua tingkatan struktur Cabang hingga Komisariat.
b.    Mengawasi pelaksanaan AD, ART dan penjabarannya, keputusan Pengurus Besar dan Pengurus BADKO, serta ketetapan-ketetapan Konferensi Cabang oleh Pengurus Cabang dan badan khusus di tingkat Cabang.
c.    Memberikan saran dan masukan atas pelaksanaan keputusan Pengurus Besar dan Pengurus BADKO, dan ketetapan-ketetapan Konferensi Cabang oleh Pengurus Cabang dan badan khusus di tingkat Cabang ketika diminta maupun tidak diminta.
d.    Menyampaikan hasil pengawasannya kepada Sidang Pleno Pengurus Cabang.
e.    Menyiapkan draft materi Konferensi Cabang.
Pasal 47
Struktur, Tata Kerja dan Persidangan MPK PC
a.    Struktur MPK PC terdiri dari 1 (satu) orang Koordinator dan Komisi-Komisi.
b.    Koordinator dipilih dari dan oleh anggota MPK PC.
c.    Komisi-Komisi ditetapkan berdasarkan pembagian bidang Pengurus Cabang dan dipimpin oleh seorang Ketua Komisi yang dipilih dari dan oleh anggota Komisi tersebut.
d.    Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, MPK PC difasilitasi oleh Pengurus Cabang.
e.    MPK PC bersidang sedikitnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) periode.
f.    Sidang MPK PC dianggap sah bila dihadiri oleh minimal 2/3 anggota MPK PC dan dipimpin oleh Koordinator MPK PC.
g.    Putusan MPK PC diambil secara musyawarah mufakat dan bila tidak dapat dipenuhi dapat diambil melalui suara terbanyak ( 50%+1).

BAGIAN XI
MAJELIS PENGAWAS DAN KONSULTASI  PENGURUS KOMISARIAT

Pasal 48
Status, Fungsi, Keanggotaan dan Masa Jabatan

a.    Majelis Pengawas dan Konsultasi  Pengurus Komisariat adalah Majelis Pengawas dan Konsultasi  HMI ditingkat Pengurus Komisariat.
b.    Majelis Pengawas dan Konsultasi  Pengurus Komisariat berfungsi melakukan pengawasan terhadap kinerja Pengurus Komisariat dalam melaksanakan AD, ART dan aturan penjabarannya, keputusan Pengurus Cabang dan KORKOM, dan ketetapan Rapat Anggota Komisariat.
c.    Anggota Majelis Pengawas dan Konsultasi  Pengurus Komisariat berjumlah 5 (lima) orang.
d.    Anggota Majelis Pengawas dan Konsultasi  Pengurus Komisariat adalah anggota/alumni HMI yang memenuhi syarat sebagai berikut :
1.    Bertaqwa kepada Allah SWT.
2.    Dapat membaca Al-Qur’an.
3.    Tidak pernah dijatuhi sanksi organisasi karena melanggar AD/ART.
4.    Dinyatakan telah lulus mengikuti Latihan Kader II.
5.    Pernah menjadi Pengurus Komisariat dan Pengurus Badan Khusus di tingkat Komisariat minimal sebagai Presidium.
6.    Sehat secara jasmani maupun rohani.
7.    Berwawasan keilmuan yang luas dan memiliki bukti nyata sebagai insan akademis yakni karya tulis ilmiah.
8.    Tidak menjadi anggota MPK PK untuk yang ketiga kalinya.
e.    Masa Jabatan Majelis Pengawas dan Konsultasi  Pengurus Komisariat adalah 1 (satu) tahun dimulai sejak terbentuknya di RAK dan berakhir pada RAK periode berikutnya.
Pasal 49
Tugas dan Wewenang MPK PK
a.    Menjaga tegaknya AD dan ART HMI ditingkat Komisariat.
b.    Mengawasi pelaksanaan AD, ART dan penjabarannya, keputusan Pengurus Cabang dan KORKOM serta ketetapan-ketetapan Rapat Anggota Komisariat oleh Pengurus Komisariat dan badan khusus di tingkat Komisariat.
c.    Memberikan saran dan masukan atas pelaksanaan keputusan Pengurus Cabang dan KORKOM dan ketetapan-ketetapan Rapat Anggota Komisariat oleh Pengurus Komisariat dan badan khusus di tingkat Komisariat ketika diminta maupun tidak diminta.
d.    Menyampaikan hasil pengawasannya kepada Sidang Pleno Pengurus Komisariat.
e.    Menyiapkan draft materi Rapat Anggota Komisariat.

Pasal 50
Struktur, Tata Kerja dan Persidangan MPK PK
a.    Struktur MPK PK HMI terdiri dari 1 (satu) orang Koordinator dan Komisi-Komisi.
b.    Koordinator dipilih dari dan oleh anggota MPK PK.
c.    Komisi-Komisi ditetapkan berdasarkan pembagian bidang Pengurus Komisariat dan dipimpin oleh seorang Ketua Komisi yang dipilih dari dan oleh anggota Komisi tersebut.
d.    Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, MPK PK difasilitasi oleh Pengurus Komisariat.
e.    MPK PK bersidang sedikitnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) periode.
f.    Sidang MPK PK dianggap sah bila dihadiri oleh minimal 2/3 anggota MPK PK dan dipimpin oleh Koordinator MPK PK.
g.    Putusan MPK PK diambil secara musyawarah mufakat dan bila tidak dapat dipenuhi dapat diambil melalui suara terbanyak (50%+1).

BADAN-BADAN KHUSUS

Pasal 51
Status, Sifat  dan Fungsi Badan Khusus
a.    Badan Khusus adalah lembaga yang dibentuk/disahkan oleh struktur pimpinan sebagai wahana beraktivitas di bidang tertentu secara profesional di bawah koordinasi bidang dalam struktur pimpinan setingkat.
b.    Badan Khusus bersifat semi-otonom terhadap struktur pimpinan.
c.    Badan Khusus dapat memiliki pedoman sendiri yang tidak bertentangan dengan AD, ART dan ketetapan Kongres lainnya.
d.    Badan Khusus berfungsi sebagai penyalur minat dan bakat anggota dan wahana pengembangan bidang tertentu yang dinilai strategis.

Pasal 52
Jenis Badan Khusus
a.    Badan Khusus terdiri dari Korps-HMI-Wati (KOHATI), Badan Pengelola Latihan, Lembaga Pengembangan Profesi (LPP) dan Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang).
b.    Badan Khusus dapat dibentuk  di semua tingkatan struktur HMI.
c.    Badan khusus sebagaimana yang tersebut dalam point a dan b diatas memiliki pedoman sendiri yang tidak bertentangan dengan AD/ART HMI & Ketetapan-ketetapan kongres lainnya
d.    Badan Khusus berfungsi  sebagai wadah pengembangan minat dan bakat anggota di bidang tertentu.
e.    Di tingkat Pengurus Besar dibentuk KOHATI PB HMI, Badan Pengelola Latihan (BPL), Bakornas Lembaga  Pengembangan Profesi (LPP) dan Balitbang PB HMI.

Pasal 53
Korps-HMI-Wati
a)    Korps-HMI-Wati yang disingkat KOHATI adalah badan khusus HMI yang berfungsi sebagai wadah membina, mengembangkan dan meningkatkan potensi HMI-Wati dalam wacana dan dinamika gerakan keperempuanan.
b)    Di tingkat internal HMI, KOHATI berfungsi sebagai bidang keperempuanan. Di tingkat eksternal HMI, berfungsi sebagai organisasi keperempuanan. 
c)    KOHATI terdiri dari KOHATI Pengurus Besar HMI, KOHATI BADKO HMI, KOHATI HMI Cabang, KOHATI HMI KORKOM dan KOHATI HMI Komisariat.
d)    KOHATI bertugas :
1.    Melakukan pembinaan, pengembangan dan peningkatan potensi kader HMI dalam wacana dan dinamika keperempuanan.
2.    Melakukan advokasi terhadap isu-isu keperempuanan.
e)    KOHATI memiliki hak dan wewenang untuk :
1.    Memiliki Pedoman Dasar KOHATI.
2.    KOHATI berhak untuk mendapatkan berbagai informasi dari semua tingkat struktur kepemimpinan HMI untuk memudahkan KOHATI menunaikan tugasnya.
3.    Dapat melakukan kerjasama dengan pihak luar, khususnya dalam gerakan keperempuanan yang tidak bertentangan dengan AD, ART dan pedoman organisasi lainnya.
f)    Personalia KOHATI :
1.    Formasi pengurus KOHATI sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Bendahara.
2.    Struktur pengurus KOHATI berbentuk garis fungsional.
3.    Pengurus KOHATI disahkan oleh struktur kepemimpinan HMI setingkat.
4.    Masa kepengurusan KOHATI disesuaikan dengan masa kepengurusan struktur kepemimpinan HMI.
5.    Yang dapat menjadi Ketua/Pengurus KOHATI PB HMI adalah HMI-Wati yang pernah menjadi pengurus KOHATI Komisariat, KOHATI Cabang dan /atau KOHATI BADKO/KOHATI PB HMI, berprestasi, telah mengikuti LKK dan LK III. Yang dapat menjadi Ketua/Pengurus KOHATI BADKO adalah HMI-Wati yang pernah menjadi Pengurus KOHATI Komisariat, KOHATI Cabang, berprestasi, yang telah mengikuti LKK dan LK II atau training tingkat nasional lainnya. Yang dapat menjadi Ketua/Pengurus KOHATI Cabang adalah HMI-Wati yang pernah menjadi Pengurus KOHATI/Bidang Pemberdayaan Perempuan Komisariat/KORKOM, berprestasi dan telah mengikuti LKK dan LK II. Yang dapat menjadi Ketua/Pengurus KOHATI KORKOM adalah HMI-Wati yang pernah menjadi Pengurus KOHATI/ Bidang Pemberdayaan Perempuan Komisariat, berprestasi dan telah mengikuti LKK dan LK I. Yang dapat menjadi Ketua/Pengurus KOHATI Komisariat adalah HMI-Wati berprestasi yang telah mengikuti LK I dan LKK.
g)    Musyawarah KOHATI :
1.    Musyawarah KOHATI merupakan instansi pengambilan keputusan tertinggi pada KOHATI.
2.    Musyawarah KOHATI merupakan forum laporan pertanggung jawaban dan perumusan program kerja KOHATI.
3.    Tata tertib Musyawarah KOHATI diatur tersendiri dalam Pedoman Dasar KOHATI.
Pasal 54
Lembaga Pengembangan Profesi

a)    Lembaga Pengembangan Profesi (LPP) adalah lembaga perkaderan untuk pengembangan profesi di lingkungan HMI.
b)    Lembaga Pengembangan Profesi terdiri dari :
1.    Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam (LDMI)
2.    Lembaga Pers Mahasiswa Islam (LAPMI)
3.    Lembaga Teknologi Mahasiswa Islam (LTMI)
4.    Lembaga Ekonomi Mahasiswa Islam (LEMI)
5.    Lembaga Kesehatan Mahasiswa Islam (LKMI)
6.    Lembaga Pendidikan Mahasiswa Islam (LAPENMI)
7.    Lembaga Seni Budaya Mahasiswa Islam (LSMI)
8.    Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Mahasiswa Islam (LKBHMI)
9.    Lembaga Pertanian Mahasiswa Islam (LPMI)
c)    Lembaga Pengembangan Profesi bertugas :
1.    Melaksanakan perkaderan dan program kerja sesuai dengan bidang profesi masing-masing LPP.
2.    Memberikan laporan secara berkala kepada struktur HMI setingkat.
d)    Lembaga Pengembangan Profesi (LPP) memiliki hak dan wewenang untuk :
1.    Memiliki pedoman dasar dan pedoman rumah tangga.
2.    Masing-masing Lembaga Pengembangan Profesi (LPP) di tingkat Pengurus Besar berwenang untuk melakukan akreditasi Lembaga Pengembangan Profesi (LPP) di tingkat Cabang.
3.    Dapat melakukan kerjasama dengan pihak luar yang tidak bertentangan dengan AD, ART dan pedoman organisasi lainnya.
4.    Dapat melakukan penyikapan terhadap fenomena eksternal sesuai dengan bidang profesi masing-masing Lembaga Pengembangan Profesi (LPP).
e)    Personalia Lembaga Pengembangan Profesi (LPP) :
1.    Formasi pengurus Lembaga Pengembangan Profesi (LPP) sekurang-kurangnya terdiri dari Direktur, Direktur Administrasi dan Keuangan, dan Direktur Pendidikan dan Pelatihan.
2.    Pengurus Lembaga Pengembangan Profesi (LPP) disahkan oleh struktur kepemimpinan HMI setingkat.
3.    Masa kepengurusan Lembaga Pengembangan Profesi (LPP) disesuaikan dengan masa kepengurusan HMI yang setingkat.
4.    Pengurus Lembaga Pengembangan Profesi (LPP) adalah anggota biasa yang telah mengikuti pendidikan dan latihan (Diklat) di masing-masing lembaga profesi.
f)    Musyawarah Lembaga :
1.    Musyawarah Lembaga merupakan instansi pengambilan keputusan tertinggi di Lembaga Pengembangan Profesi (LPP), baik di tingkat Pengurus Besar HMI maupun di tingkat HMI Cabang.
2.    Di tingkat Pengurus Besar disebut Musyawarah Nasional di hadiri oleh Pengurus Lembaga Pengembangan Profesi Cabang dan di tingkat Cabang disebut Musyawarah Lembaga dihadiri oleh anggota Lembaga Pengembangan Profesii Cabang.
3.    Musyawarah Lembaga menetapkan program kerja dan memilih formateur dan mide formateur.
4.    Tata tertib Musyawarah Lembaga diatur tersendiri dalam Pedoman Lembaga Pengembangan Profesi (LPP).
g)    Rapat Koordinasi Nasional :
1.    Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) dilaksanakan oleh Lembaga Pengembangan Profesi di tingkat Pengurus Besar dan diadakan sekali dalam satu masa periode kepengurusan.
2.    Rapat Koordinasi Nasional dihadiri oleh Lembaga Pengembangan Profesi di Tingkat Pengurus Besar HMI dan Lembaga Pengembangan Profesi di tingkat Cabang.
3.    Rapat Koordinasi Nasional berfungsi untuk menyelaraskan program-program kerja di lingkungan lembaga-lembaga pengembangan profesi.
h)    Pembentukan Lembaga Pengembangan Profesi (LPP) :
1.    Pembentukan Lembaga Pengembangan Profesi (LPP) di Tingkat Pengurus Besar dapat dilakukan sekurang-kurangnya telah memiliki 10 (sepuluh) Lembaga Pengembangan Profesi (LPP) di tingkat Cabang.
2.    Pembentukan Lembaga Pengembangan Profesi (LPP) di tingkat Cabang dapat dilakukan oleh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang anggota biasa berdasarkan profesi keilmuan atau minat dan bakat.

Pasal 55
Badan Pengelola Latihan
a.    Badan Pengelola Latihan (BPL) adalah lembaga yang mengelola aktivitas pelatihan di lingkungan HMI.
b.    Badan Pengelola Latihan terdiri dari Badan Pengelola Latihan yang terdapat di tingkat Pengurus Besar dan yang terdapat di tingkat BADKO/Cabang.
c.    Badan Pengelola Latihan bertugas :
1.    Melaksanakan dan mengelola aktivitas pelatihan di lingkungan HMI.
2.    Memberikan laporan secara berkala kepada struktur kepemimpinan HMII setingkat.
a.    Badan Pengelola Latihan (BPL) memiliki hak dan wewenang untuk :
3.    Memiliki pedoman dasar dan pedoman rumah tangga.
4.    Badan Pengelola Latihan (BPL) berwenang untuk melakukan akreditasi Badan Pengelola Latihan (BPL) di tingkat BADKO/Cabang.
5.    Dapat melakukan kerjasama dengan pihak luar, khususnya yang di bidang perkaderan yang tidak bertentangan dengan AD, ART dan pedoman organisasii lainnya.
d.    Personalia Badan Pengelola Latihan (BPL) :
1.    Formasi pengurus Badan Pengelola Latihan (BPL) sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Bendahara.
2.    Pengurus Badan Pengelola Latihan (BPL) disahkan oleh struktur kepemimpinan HMI setingkat.
3.    Masa kepengurusan Badan Pengelola Latihan (BPL) disesuaikan dengan masa kepengurusan HMI setingkat.
4.    Pengurus Badan Pengelola Latihan (BPL) di tingkat Pengurus Besar dan BADKO adalah anggota biasa yang telah lulus LK III dan Senior Course dan di tingkat Cabang telah lulus LK II dan Senior Course.
e.    Musyawarah Lembaga :
1.    Musyawarah Lembaga merupakan instansi pengambilan keputusan tertinggi di Badan Pengelola Latihan (BPL).
2.    Musyawarah Lembaga menetapkan program kerja dan calon Kepala BPL sebagai formateur yang kemudian diajukan kepada pengurus struktur kepemimpinan HMI setingkat untuk ditetapkan.
3.    Tata tertib Musyawarah Lembaga diatur tersendiri dalam Pedoman Badan Pengelola Latihan (BPL).

Pasal 56
Badan Penelitian dan Pengembangan
b.    Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) adalah lembaga yang mengelola aktivitas penelitian dan pengembangan di lingkungan HMI.
c.    Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) hanya terdapat di tingkat Pengurus Besar.
d.    Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) bertugas :
1.    Melaksanakan dan mengelola aktivitas penelitian dan pengembangan dii lingkungan HMI.
2.    Memberikan laporan secara berkala kepada Pengurus Besar HMI.
e.    Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) memiliki hak dan wewenang untuk:
1.    Memiliki pedoman dasar dan pedoman rumah tangga.
2.    Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) berhak untuk mendapatkan berbagai informasi dari semua tingkatan HMI untuk keperluan penelitian dan pengembangan di lingkungan HMI.
3.    Dapat melakukan kerjasama dengan pihak luar, khususnya yang di bidang penelitian dan pengembangan yang tidak bertentangan dengan AD, ART dan pedoman organisasi lainnya.
f.    Personalia Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) :
1.    Formasi pengurus Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) sekurang-kurangnya terdiri dari Kepala, Sekretaris dan Bendahara.
2.    Pengurus Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) disahkan oleh Pengurus Besar HMI setingkat.
3.    Masa kepengurusan Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) disesuaikan dengan masa kepengurusan Pengurus Besar HMI setingkat.
4.    Pengurus Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) adalah anggota biasa dan telah mengikuti pelatihan yang diadakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) HMI.
g.    Musyawarah Lembaga :
1.    Musyawarah Lembaga merupakan instansi pengambilan keputusan tertinggii pada Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang).
2.    Musyawarah Lembaga menetapkan program kerja dan calon Kepala Balitbang sebagai formateur yang diajukan kepada Pengurus Besar HMI setingkat.
3.    Tata tertib Musyawarah Lembaga diatur tersendiri dalam Pedoman Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) HMI.


BAB III
ALUMNI HMI

Pasal 57
Alumni
a.    Alumni HMI adalah anggota HMI yang telah habis masa keanggotaannya.
b.    HMI dan alumni HMI memiliki hubungan historis, aspiratif dan emosional.
c.    Alumni HMI berkewajiban tetap menjaga nama baik HMI, meneruskan misi HMI dii medan perjuangan yang lebih luas dan membantu HMI dalam merealisasikan misinya.


BAB IV
KEUANGAN DAN HARTA BENDA

Pasal 58
Pengelolaan Keuangan dan Harta Benda
a.    Prinsip halal maksudnya adalah setiap satuan dana yang diperoleh tidak berasal dan tidak diperoleh dengan cara-cara yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
b.    Prinsip transparansi maksudnya adalah adanya keterbukaan tentang sumber dan besar dana yang diperoleh serta kemana dan berapa besar dana yang sudah dialokasikan.
c.    Prinsip bertanggungjawab maksudnya adalah setiap satuan dana yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan sumber dan keluarannya secara tertulis dan bila perlu melalui bukti nyata.
d.    Prinsip efisien maksudnya adalah setiap satuan dana yang digunakan berguna dalam rangka usaha organisasi mewujudkan tujuan HMI.
e.    Prinsip efisien maksudnya adalah setiap satuan dana yang digunakan tidak melebihi kebutuhannya.
f.    Prinsip berkesinambungan maksudnya adalah setiap upaya untuk memperoleh dan menggunakan dana tidak merusak sumber pendanaan untuk jangka panjang dan tidak membebani generasi yang akan datang.
g.    Uang pangkal dan iuran anggota bersifat wajib yang besaran serta metode pemungutannya ditetapkan oleh Pengurus Cabang. 
h.    Uang pangkal dialokasikan sepenuhnya untuk Komisariat.
i.    Iuran anggota dialokasikan dengan proporsi 60 persen untuk Komisariat, 40 persen untuk Cabang.

BAB V
LAGU, LAMBANG DAN ATRIBUT ORGANISASI

Pasal 59
Lagu, Lambang, dan atribut organisasi lainnya diatur dalam ketentuan tersendirii yang ditetapkan Kongres.

BAB VI
PERUBAHAN ANGGARAN RUMAH TANGGA

Pasal 60
Perubahan Anggaran Rumah Tangga
a.    Perubahan Anggaran Rumah Tangga hanya dapat dilakukan pada Kongres.
b.    Perubahan Anggaran Rumah Tangga hanya dapat dilakukan melalui Kongres yang pada waktu perubahan tersebut akan dilakukan dan disahkan dihadiri oleh 2/3 peserta utusan Kongres dan disetujui oleh minimal 50%+1 jumlah peserta utusan yang hadir.
BAB VII
ATURAN TAMBAHAN

Pasal 61
Struktur kepemimpinan HMI berkewajiban melakukan sosialisasi Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga kepada, dan ketetapan-ketetapan kongres lainnya kepada seluruh anggota HMI.

Pasal 62
a.    Pasal-Pasal tentang Rangkap Anggota kehormatan/Jabatan dan Sanksi Anggota dalam Anggaran Rumah Tangga dijabarkan lebih lanjut dalam Penjelasan Rangkap Anggota/Jabatan dan Sanksi Anggota.
b.    Pasal-pasal tentang Struktur Kepemimpinan dalam ART dijabarkan lebih lanjut dalam Pedoman Kepengurusan HMI, Pedoman Administrasi Kesekretariatan, dan Penjelasan Mekanisme Pengesahan Pengurus HMI.
c.    Pasal-pasal tentang Badan Khusus dalam ART dijabarkan lebih lanjut dalam Pedoman Dasar KOHATI, Pedoman tentang Lembaga Pengembangan Profesi, Pedoman Badan Pengelola Latihan dan Kode Etik Pengelolaan Latihan, dan Pedoman Balitbang.
d.    Pasal-pasal tentang Keuangan dan Harta Benda dalam ART dijabarkan lebih lanjut dalam Pedoman Keuangan dan Harta Benda HMI.
BAB VIII
ATURAN PERALIHAN
Pasal 63
a.    Pedoman-pedomen pokok organisasi dibahas pada forum tersendiri dan disahkan di Pleno PB HMI
b.    Pedoman-pedoman Pokok Organisasi yang dimaksud adalah :
1.    Islam sebagai asas HMI
2.    Tafsir Tujuan
3.    Tafsir indepedensi
4.    Nilai-Nilai dasar perjuangan HMI
5.    Pedoman kerja kepengurusan
6.    Pedoman administrasi dan kesekretariatan
7.    Pedoman keuangan dan perlengkapan
8.    Pedoman perkaderan
9.    Pedoman Kohati
10.    Pedoman balitbang
11.    Pedoman lembaga pengembangan profesi
12.    Pedoman badan pengelola latihan
13.    Ikrar pelantikan anggota dan pengurus
14.    Atribut organisasi
15.    Pedoman mekanisme penetaSEJARAH PERJUANGAN HMI


A. PENDAHULUAN
Sejarah adalah pelajaran dan pengetahuan tentang perjalanan masa lampau ummat manusia, mengenai apa yang dikerjakan, dikatakan dan dipikirkan oleh manusia pada masa lampau, untuk menjadi cerminan dan pedoman berupa pelajaran, peringatan, kebenaran bagi masa kini dan mendatang untuk mengukuhkan hati manusia.
B. LATAR BELAKANG SEJARAH BERDIRINYA HMI
Kalau ditinjau secara umum ada 4 (empat) permasalahan yang menjadi latar belakang sejarah berdirinya HMI.

a.    Situasi Dunia Internasional
Berbagai argumen telah diungkapkan sebab-sebab kemunduran ummat Islam. Tetapi hanya satu hal yang mendekati kebenaran, yaitu bahwa kemunduran ummat Islam diawali dengan kemunduran berpikir, bahkan sama sekali menutup kesempatan untuk berpikir. Yang jelas ketika ummat Islam terlena dengan kebesaran dan keagungan masa lalu maka pada saat itu pula kemunduran menghinggapi kita.
Akibat dari keterbelakangan ummat Islam , maka munculah gerakan untuk menentang keterbatasan seseorang melaksanakan ajaran Islam secara benar dan utuh. Gerakan ini disebut Gerakan Pembaharuan. Gerakan Pembaharuan ini ingin mengembalikan ajaran Islam kepada ajaran yang totalitas, dimana disadari oleh kelompok ini, bahwa Islam bukan hanya terbatas kepada hal-hal yang sakral saja, melainkan juga merupakan pola kehidupan manusia secara keseluruhan. Untuk itu sasaran Gerakan Pembaharuan atau reformasi adalah ingin mengembalikan ajaran Islam kepada proporsi yang sebenarnya, yang berpedoman kepada Al Qur'an dan Hadist Rassullulah SAW.
Dengan timbulnya ide pembaharuan itu, maka Gerakan Pem-baharuan di dunia Islam bermunculan, seperti di Turki (1720), Mesir (1807). Begitu juga penganjurnya seperti Rifaah Badawi Ath Tahtawi (1801-1873), Muhammad Abduh (1849-1905), Muhammad Ibnu Abdul Wahab (Wahabisme) di Saudi Arabia (1703-1787), Sayyid Ahmad Khan di India (1817-1898), Muhammad Iqbal di Pakistan (1876-1938) dan lain-lain.

b.    Situasi NKRI
Tahun 1596 Cornrlis de Houtman mendarat di Banten. Maka sejak itu pulalah Indonesia dijajah Belanda. Imprealisme Barat selama ± 350 tahun membawa paling tidak 3 (tiga) hal :
•    Penjajahan itu sendiri dengan segala bentuk implikasinya.
•    Missi dan Zending agama Kristiani.
•    Peradaban Barat dengan ciri sekulerisme dan liberalisme.
Setelah melalui perjuangan secara terus menerus dan atas rahmat Allah SWT maka pada tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno-Hatta Sang Dwi Tunggal Proklamasi atas nama bangsa Indonesia mengumandangkan kemerdekaannya.

c.    Kondisi Mikrobiologis Ummat Islam di Indonesia
Kondisi ummat Islam sebelum berdirinya HMI dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) golongan, yaitu : Pertama : Sebagian besar yang melakukan ajaran Islam itu hanya sebagai kewajiban yang diadatkan seperti dalam upacara perkawinan, kematian serta kelahiran. Kedua : Golongan alim ulama dan pengikut-pengikutnya yang mengenal dan mempraktekkan ajaran Islam sesuai yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Ketiga : Golongan alim ulama dan pengikut-pengikutnya yang terpengaruh oleh mistikisme yang menyebabkan mereka berpendirian bahwa hidup ini adalah untuk kepentingan akhirat saja. Keempat : Golongan kecil yang mencoba menyesuaikan diri dengan kemajuan jaman, selaras dengan wujud dan hakekat agama Islam. Mereka berusaha supaya agama Islam itu benar-benar dapat dipraktekkan dalam masyarakat Indonesia.

d.    Kondisi Perguruan Tinggi dan Dunia Kemahasiswaan
Ada dua faktor yang sangat dominan yang mewarnai Perguruan Tinggi (PT) dan dunia kemahasiswaan sebelum HMI berdiri. Pertama: sisitem yang diterapkan dalam dunia pendidikan umumnya dan PT khususnya adalah sistem pendidikan barat, yang mengarah kepada sekulerisme yang "mendangkalkan agama disetiap aspek kehidupan manusia". Kedua : adanya Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY) dan Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) di Surakarta dimana kedua organisasi ini dibawah pengaruh Komunis. Bergabungnya dua faham ini (Sekuler dan Komunis), melanda dunia PT dan Kemahsiswaan, menyebabkan timbulnya "Krisis Keseimbangan" yang sangat tajam, yakni tidak adanya keselarasan antara akal dan kalbu, jasmani dan rohani, serta pemenuhan antara kebutuhan dunia dan akhirat.

C. BERDIRINYA HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI)

a. Latar Belakang Pemikiran

Berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) diprakasai oleh Lafran Pane, seorang mahasiswa STI (Sekolah Tinggi Islam), kini UII (Universitas Islam Indonesia) yang masih duduk ditingkat I. Tentang sosok Lafran Pane, dapat diceritakan secara garis besarnya antara lain bahwa Pemuda Lafran Pane lahir di Sipirok-Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Pemuda Lafran Pane yang tumbuh dalam lingkungan nasionalis-muslim pernah menganyam pendidikan di Pesantren, Ibtidaiyah, Wusta dan sekolah Muhammadiyah.
Adapun latar belakang pemikirannya dalam pendirian HMI adalah: "Melihat dan menyadari keadaan kehidupan mahasiswa yang beragama Islam pada waktu itu, yang pada umumnya belum memahami dan mengamalkan ajaran agamanya. Keadaan yang demikian adalah akibat dari sitem pendidikan dan kondisi masyarakat pada waktu itu. Karena itu perlu dibentuk organisasi untuk merubah keadaan tersebut. Organisasi mahasiswa ini harus mempunyai kemampuan untuk mengikuti alam pikiran mahasiswa yang selalu menginginkan inovasi atau pembaharuan dalam segala bidang, termasuk pemahaman dan penghayatan ajaran agamanya, yaitu agama Islam. Tujuan tersebut tidak akan terlaksana kalau NKRI tidak merdeka, rakyatnya melarat. Maka organisasi ini harus turut mempertahankan Negara Republik Indonesia kedalam dan keluar, serta ikut memperhatikan dan mengusahakan kemakmuran rakyat.

b. Peristiwa Bersejarah 5 Februari 1947

Setelah beberapa kali mengadakan pertemuan yang berakhir dengan kegagalan. Lafran Pane mengadakan rapat tanpa undangan, yaitu dengan mengadakan pertemuan secara mendadak yang mempergunakan jam kuliah Tafsir. Ketika itu hari Rabu tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H, bertepatan dengan 5 Februari 1947, disalah satu ruangan kuliah STI di Jalan Setiodiningratan (sekarang Panembahan Senopati), masuklah mahasiswa Lafran Pane yang dalam prakatanya dalam memimpin rapat antara lain mengatakan "Hari ini adalah pembentukan organisasi Mahasiswa Islam, karena persiapan yang diperlukan sudah beres. Yang mau menerima HMI sajalah yang diajak untuk mendirikan HMI, dan yang menentang biarlah terus menentang, toh tanpa mereka organisasi ini bisa berdiri dan berjalan"
Pada awal pembentukkannya HMI bertujuan diantaranya antara lain:
    Mempertahankan dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia.
    Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam.
Sementara tokoh-tokoh pemula / pendiri HMI antara lain :
Lafran Pane (Yogya), Karnoto Zarkasyi (Ambarawa), Dahlan Husein (Palembang),Maisaroh Hilal (Singapura),Suwali, Yusdi Ghozali (Semarang), Mansyur, Siti Zainah (Palembang), M. Anwar (Malang), Hasan Basri, Marwan, Zulkarnaen, Tayeb Razak, Toha Mashudi (Malang), Baidron Hadi (Yogyakarta).
Faktor Pendukung Berdirinya HMI
•    Posisi dan arti kota Yogyakarta,
•    Yogyakarta sebagai Ibukota NKRI dan Kota Perjuangan
•    Pusat Gerakan Islam
•    Kota Universitas/ Kota Pelajar
•    Pusat Kebudayaan
•    Terletak di Central of Java
D. REAKSI TERHADAP BERDIRINYA HMI
a. Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY)
Karena bagi Malindo Ahmad (ketua PMY) merupakan tantangan untuk melebarkan pengaruhnya di kalangan mahasiswa dan cendikiawan yang saat itu dibutuhkan sekali, maka PMY (termasuk PSI) melancarkan propagandanya bahwa HMI pemecah belah mahasiswa.Reaksi ini bersifat ideologis, Karena  PMY  yang jelas tidak beragama.
b. Gerakan Pemuda Islam (GPII)
Lafran Pane adalah orang yang belum dikenal oleh masyumi maupun GPII, dengan sendirinya dicurigai karena ada kekuatan islam yang tumbuh diluar Masyumi. GPII yang pada saat itu berorientasi pada Masyumi secara spontan ia memberikan realisasi atas kelahiran HMI. Isu yang dilancarkan oleh PMY termasuk oleh GPII ialah bahwa HMI merupakan pemecah pemuda dan umat islam. Persoalannya pada Lafran Pane bukan karena tidak setuju dengan Masyumi dan GPII, tetapi yang urgen organisasi harus bersifat independen.
c. Pelajar Islam Indonesia (PII)
Kendati PII berdiri pada tanggal 4 Mei 1947 (lebih muda dari HMI), tetapi ia juga memberikan reaksi atas kelahiran HMI dengan motif yang hamper sama dengan GPII, karena anggota dan pengurus PII terdapat juga rekan-rekan GPII. Sifat tidak setuju ini mereka cetuskan dalam kongres I PII di solo tanggal 14-16 Juli 1947. Namun PII berubah sikap tatkal PII melakukan Konferensi besar I, di Ponorogo pada tanggal 4-6 November 1947. Setelah Lafran Pane diminta untuk menjelaskan maksd dan tujuan serta latar belakang sejarah berdirinya HMI, yang pada pokoknya, bidang kemahasiswaan bukan merupakan bidang garap, bidang PII maupun GPII, karena ia mempunyai cirri tersendiri, untuk itu HMI hadir. Sehingga pembagian lapangan kerja dari berbagai aspek kemasyarakatan terlaksana. Sejak itu PII maupun GPII menerima dan memahami kehadiran HMI. 

E. FASE-FASE PERKEMBANGAN HMI DALAM PERJUANGAN BANGSA INDONESIA
1. Fase Konsolidasi Spiritual (1946-1947)
2. Fase Pengokohan (5 Februari 1947 - 30 November 1947)
Selama lebih kurang 9 (sembilan) bulan, reaksi-reaksi terhadap kelahiran HMI barulah berakhir. Masa sembilan bulan itu dipergunakan untuk menjawab berbagai reaksi dan tantangan yang datang silih berganti, yang kesemuanya itu semakin mengokohkan eksistensi HMI sehingga dapat berdiri tegak dan kokoh.

3. Fase Perjuangan Bersenjata (1947 - 1949)
Seiring dengan tujuan HMI yang digariskan sejak awal berdirinya, maka konsekuensinya dalam masa perang kemerdekaan, HMI terjun kegelanggang pertempuran melawan agresi yang dilakukan oleh Belanda, membantu Pemerintah, baik langsung memegang senjata bedil dan bambu runcing, sebagai staff, penerangan, penghubung. Untuk menghadapi pemberontakkan PKI di Madiun 18 September 1948, Ketua PPMI/ Wakil Ketua PB HMI Ahmad Tirtosudiro membentuk Corps Mahasiswa (CM), dengan Komandan Hartono dan wakil Komandan Ahmad Tirtosudiro, ikut membantu Pemerintah menumpas pemberontakkan PKI di Madiun, dengan mengerahkan anggota CM ke gunung-gunung, memperkuat aparat pemerintah. Sejak itulah dendam kesumat PKI terhadap HMI tertanam. Dendam disertai benci itu nampak sangat menonjol pada tahun '64-'65, disaat-saat menjelang meletusnya G30S/PKI.
4. Fase Pertumbuhan dan Perkembangan HMI (1950-1963)
Selama para kader HMI banyak yang terjun ke gelanggang pertempuran melawan pihak-pihak agresor, selama itu pula pembinaan organisasi terabaikan. Namun hal itu dilakukan secara sadar, karena itu semua untuk merealisir tujuan dari HMI sendiri, serta dwi tugasnya yakni tugas Agama dan tugas Bangsa. Maka dengan adanya penyerahan kedaulatan Rakyat tanggal 27 Desember 1949, mahasiswa yang berniat untuk melanjutkan kuliahnya bermunculan di Yogyakarta. Sejak tahun 1950 dilaksankanlah tugas-tugas konsolidasi internal organisasi. Disadari bahwa konsolidasi organisasi adalah masalah besar sepanjang masa. Bulan Juli 1951 PB HMI dipindahkan dari Yogyakarta ke Jakarta.
5. Fase Tantangan (1964 - 1965)
Dendam sejarah PKI kepada HMI merupakan sebuah tantangan tersendiri bagi HMI. Setelah agitasi-agitasinya berhasil membubarkan Masyumi dan GPII, PKI menganggap HMI adalah kekuatan ketiga ummat Islam. Begitu bersemangatnya PKI dan simpatisannya dalam membubarkan HMI, terlihat dalam segala aksi-aksinya, Mulai dari hasutan, fitnah, propaganda hingga aksi-aksi riil berupa penculikan, dsb.
Usaha-usaha yang gigih dari kaum komunis dalam membubarkan HMI ternyata tidak menjadi kenyataan, dan sejarahpun telah membeberkan dengan jelas siapa yang kontra revolusi, PKI dengan puncak aksi pada tanggal 30 September 1965 telah membuatnya sebagai salah satu organisasi terlarang.
6. Fase Kebangkitan HMI sebagai Pelopor Orde Baru (1966 - 1968)
HMI sebagai sumber insani bangsa turut mempelopori tegaknya Orde Baru untuk menghapuskan orde lama yang sarat dengan ketotaliterannya. Usaha-usaha itu tampak antara lain HMI melalui Wakil Ketua PB Mari'ie Muhammad memprakasai Kesatuan Aksi Mahasiswa (KAMI) 25 Oktober 1965 yang bertugas antara lain : 1) Mengamankan Pancasila. 2) Memperkuat bantuan kepada ABRI dalam penumpasan Gestapu/ PKI sampai ke akar-akarnya. Masa aksi KAMI yang pertama berupa Rapat Umum dilaksanakan tanggal 3 Nopember 1965 di halaman Fakultas Kedokteran UI Salemba Jakarta, dimana barisan HMI menunjukan superioitasnya dengan massanya yang terbesar. Puncak aksi KAMI terjadi pada tanggal 10 Januari 1966 yang mengumandangkan tuntutan rakyat dalam bentuk Tritura yang terkenal itu. Tuntutan tersebut ternyata mendapat perlakuan yang represif dari aparat keamanan sehingga tidak sedikit dari pihak mahasiswa menjadi korban. Diantaranya antara lain : Arif rahman Hakim, Zubaidah di Jakarta, Aris Munandar, Margono yang gugur di Yogyakarta, Hasannudin di Banjarmasin, Muhammad Syarif al-Kadri di Makasar, kesemuanya merupakan pahlawan-pahlawan ampera yang berjuang tanpa pamrih dan semata-mata demi kemaslahatan ummat serta keselamatan bangsa serta negara. Akhirnya puncak tututan tersebut berbuah hasil yang diharap-harapkan dengan keluarnya Supersemar sebagai tonggak sejarah berdirinya Orde Baru.
7. Fase Pembangunan (1969 - 1970)
Setelah Orde Baru mantap, Pancasila dilaksanakan secara murni serta konsekuen (meski hal ini perlu kajian lagi secara mendalam), maka sejak tanggal 1 April 1969 dimulailah Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). HMI pun sesuai dengan 5 aspek pemikirannya turut pula memberikan sumbangan serta partisipasinya dalam era awal pembagunan. Bentuk-bentuk partisipasi HMI baik anggotanya maupun yang telah menjadi alumni meliputi diantaranya : 1) partisipasi dalam pembentukan suasana, situasi dan iklim yang memungkinkan dilaksanakannya pembangunan, 2) partisipasi dalam pemberian konsep-konsep dalam berbagai aspek pemikiran 3) partisipasi dalam bentuk pelaksana langsung dari pembangunan.
8. Fase Pergolakan dan Pembaharuan Pemikiran (1970 - sekarang )
Suatu ciri khas yang dibina oleh HMI, diantaranya adalah kebebasan berpikir dikalangan anggotanya, karena pada hakikatnya timbulnya pembaharuan karena adanya pemikiran yang bersifat dinamis dari masing-masing individu. Disebutkan bahwa fase pergolakan pemikiran ini muncul pada tahun 1970, tetapi geja-gejalanya telah nampak pada tahun 1968. Namun klimaksnya memang terjadi pada tahun 1970 di mana secara relatif masalah- masalah intern organisasi yang rutin telah terselesaikan. Sementara di sisi lain, persoalan ekstern muncul menghadang dengan segudang problema.
9. Fase Reformasi (1995-sekarang)
    Secara historis sejak tahun 1995 HMI mulai melaksanakan gerakan reformasi dengan menyampaikan pandangan dan kritik kepada pemerintah. Sesuai dengan kebijakan PB HMI, bahwa HMI tidak akan melakukan tindakan –tindakan inkonstitusional dan konfrontatif. Koreksi pertama disampaikan Yahya Zaini Ketum PB HMI ketika menyampaikan sambutan pada pembukaan Kongres XX HMI di istana Negara Jakarta tanggal 21 Januari 1995. Kemudian pada peringatan HUT RI ke-50  Taufik Hidayat Ketua Umum PB HMI menegaskan dan menjawab kritik-kritik yang memandang HMI terlalu dekat dengan kekuasaan. Bagi HMI kekuasaan bukan wilayah.


F. PENUTUP
Dengan mengetahui sejarah masa lampau dapat diketahui kebesaran dan semangat juang HMI, Hal tersebut merupakan tonggak bagi HMI untuk meneruskan perjuangan para pendahulunya pada masa kini dan menuju hari esok yang lebih baik. Mempelajari HMI tidak cukup dengan mengikuti Training Formal. Tetapi mempelajari dan menghayati HMI harus dilakukan secara terus enerus tanpa batas kapan dan di manapun. Dengan ara seperti itulah pemahaman dan penghayatan akan nilai-nilai HMI dapat dilakukan secara utuh dan benar.

LATAR BELAKANG PERUMUSAN NDP HMI
“Kanda Nurcholish Madjid”



Sebetulnya tidak ada masalah apabila kita sebagai orang muslim berpedoman pada ajaran Islam, memandang segala sesuatu dari sudut ajaran Islam, termasuk terhadap masalah-masalah kemasyarakatan, kenegaraan Pancasila.
     Saya disebut-sebut sebagai orang yang merumuskan NDP, meskipun diformalkan oleh Kongres Malang. Itu terjadi 17 tahun yang lalu. Jadi sebagai dokuman organisasi, apalagi oranisasi mahasiswa, NDP itu cukup tua. Oleh karena itu, ada teman berbicara tentang NDP dan kemudian mengajukan gagasan misalnya untuk tidak mengatakan mengubah-mengembangkan dan sebagainya, maka saya selalu menjawab, dengan sendirinya memang mungkin untuk diubah dalam arti dikembangkan.
    Values (nilai-nilai) tentu saja tidak berubah-ubah. Kalau di situ, misalnya ada nilai tauhid, tentu saja tidak berubah-rubah. Akan tetapi pengungkapan dan tekanan pada implikasi NDP itu mungkin bahkan bisa dirubah. Sebab, sepanjang sejarah, tauhid wujudnya sama yaitu paham ketuhanan YME. Akan tetpi tekanan implikasinya itu berubah-ubah.
    Kita bisa lihat tekanan misi pada rasul-rasul, itu berubah. Misalnya Isa Al-masih atau Yesus Kritus yang datang untuk untuk mengubah taurat. (agar aku halalkan bagi kamu sebagian yang diharamkan bagi kamu). Nabi Isa datang menghalalkan sebagian yang haram pada perjanjian lama. Jadi implikasi tauhid itu berubah-ubah seiring perkembangan zaman. Sebab itu juga menyangkut masalah interpretasi. Pengungkapan nilai itu sendiri memang tidak mungkin berubah tetapi harus dipertahankan apalagi nilai seperti tauhid. Akan tetapi ada kemungkinan mengubah tekanan dan implikasinya, maka ada ruang untuk pengembangan-pengembangan. Tidak hanya namanya saja yang diubah NDP ke NIK (lalu ke NDP lagi). Pengembangan adalah tugas /pikiran yang sah dari adik-adik HMI. Maka dari itu saya persilahkan kalau misalnya ada yang ingin menggarap bidang ini.
NDP, Kesimpulan Suatu Perjalanan
    Saya ingin bercerita sedikit, mungkin ada gunanya walupun cerita ringan saja. Yaitu bagaimana NDP itu lahir.
    Ahmad Wahib dalam bukunya Pergolakan Pemikiran Islam yang sangat kontroversial itu menulis bahwa saya dalam tahun 1968 diundang untuk mengunjungi Universitas-Universitas di Amerika yang waktu merupakan pusat-pusat kegiatan mahasiswa dan kepergian saya ke Amerika itu mengubah banyak sekali pendirian saya, begitu kata Wahib dalam buku itu, maaf saja, itu tidak benar. Jadi di sini Ahmad Wahib salah. Memang perlawatan yang dimulai dari Amerika itu banyak sekali mempengaruhi saya, tetapi bukanlah pengalaman di Amerika yang mempengaruhi saya, melainkan justru di Timur-Tengah.
    Begini ceritanya, waktu itu terus-terang saya sebetulnya pemerintah Amerika sudah lama melihat potensi HMI di sini (tentu saja pemerintah Amerika seperti yang diwakili oleh kedutaan Amerika di sini). Mereka sudah tahu situasi politik Indonesia pada Orde Lama, ketika Bung Karno mempermainkan atau boleh dikatakan melakukan poltik devide et impera, antara Komunis dan ABRI terutama Angkatan Darat. Bagaimana Angkatan Darat itu sangat banyak bekerja dengan kita. Ini banyak dibaca oleh pemerintah seperti Amerika. Dan karena itu banyak sekali pendekatan-pendekatan dari orang kedutaan Amerika itu ke PB HMI, Sebetulnya sudah lama mereka menginginkan supaya ada tokoh-tokoh HMI yang melihat-melihat Amerika, tetapi memang waktu itu belum banyak orang yang bisa berbahasa inggris, sehingga saya menjadi orang mendapat kesempatan pertama.
    Kunjungan saya ke Amerika, sesuai dengan undangan, hanya berlangsung satu bulan seminggu atau satu bulan dua minggu. Sistemnya semua dijamin; ada uang harian uang perdien. Waktu itu dolar belum inflasi, sehingga uang yang saya aperoleh cukup besar, dan saya tentu bisa menghemat. Uang inilah yang saya pergunakan untuk keliling Timur-Tengah, saya lakukan itu secara sederhana.
    Kita di Indonesia selama ini selalu mengaku muslim dan megklaim diri sebagai pejuang-pejuang islam Indonesia. Untuk terlaksananya ajaran Islam, sekarang perlu melihat sendiri bagaimana wujud Islam dalam praktik. Begitulah motif saya pergi ke Timur-Tengah. Mesti kita tahu Indonesia memang negara muslim terbesar di bumi, secara geografis paling jauh dari pusat-pusat Islam, yaitu Timur-Tengah, sehingga menghasilkan beberapa hal misalnya Indonesia itu adalah termasuk yang paling sedikit ter’Arab’kan.
    Barang kali kita tidak tidak menyadari banyak keunikan kita, sebagai bangsa Indonesia. Boleh dikatakan inilah bangsa Asia satu-satunya yang menuliskan bahasa nasionalnya dengan huruf latin. Semua bangsa Asia menggunakan huruf nasionalnya masing-masing. Hanya kita yang menggunakan huruf latin. Filipina memang tetapi filipina belum bisa mengklaim mempunyai bahasa nasional. Bahasa tagalog masih merupakan bahasa manila saja.
     Kemudian Indonesia satu-satunya bangsa muslim juga yang menggunakan huruf latin untuk bahasa nasionalnya. Semua bangsa muslim itu menggunakan huruf Arab kecuali tiga: Turki disebabkan revolusi Kemal, Bangladesh karena seperti bangsa Asia lain mempunya huruf sendiri yaitu huruf bengali dan Indonesia dikarenakan penjajahan. Jadi kita itu unik, dari sudut pandangan dunia Islam. Inilah bangsa muslim yang kurang tahu huruf Arab, kira-kira begitu. Jangankan orang Islam Pakistan, Afganistan dan sebagainya, sedangkan orang India yang Islamnya minoritas, di sanapun mereka menggunakan huruf Arab untuk menulis bahasa Urdu, bahasa mereka. Semuanya begitu. Dari situ saja boleh kita ambil kesimpulan bahwa ke-Islaman di Indonesia itu masih demikian dangkal sehingga masih ada persoalan yaitu bagaimana menghayati nilai-nilai Islam itu. Itulah yang mendorong saya pergi ke Timur-Tengah.
    Waktu saya hendak ke Amerika, saya merasa ogah-ogahan. Akan tetapi biarlah barangkali dari Amerika saya bisa ke Timur-Tengah. Oleh karena itu biarpun di Amerika, sudah kontak dengan orang-orang dari Timur-Tengah, yang telah ketika saya ke Timur-Tengah memang banyak sekali yang menolong saya. Kunjungan saya ke Timur-Tengah saya mulai dari Istanbul, kemudian ke Libanon. Waktu itu tentu saja Libanon masih aman. Lalu ke Syiria, kemudian Irak, sehingga baru pertama kalinya saya bertemu Abdurrahman Wahid. Dia yang menyambut. Karena terus terang, walaupun sama-sama orang jombang, saya belum pernah kenal. Karena keluarga saya Masyumi, dan dia NU. Jadi baru bertemu di Baghdad. Dia baik sekali, mengorganisir teman-teman Indonesia untuk mengambil dan menemani saya ke stasiun bus dari Damaskus. Lalu saya ke Kuwait, dari Kuwait ke Saudi Arabia melalui Timur. Banyak sekali kenangan di situ. Ketika di Riyadh, saya bertemu seseorang yang pernah saya kenal sejak di Amerika, Dr. Farid Mustafa, seorang tokoh, Doktor Engineering. Itulah satu-satunya pengalaman saya menjadi tamu keluarga Arab, di sini kalau makan siang dan malam semua keluarga ikut termasuk istri. Biasanya orang Arab tidak demikian. Saya tinggal satu minggu di situ berkenalan dengan banyak pelarian Ikhwanul Muslimin.
    Kita mengetahui, Ikhwanul Muslimin umumnya beranggotakan orang-orang Mesir dan orang-orang Syiria. Mereka dikejar-kejar oleh rezim yang ada di negaranya masing-masing, dan kebanyakan larinya ke Saudi Arabia. Bukan untuk mendapatkan kebebasan politik, karena di Saudi Arabia sendiri mereka tidak mendapatkan kebebasan politik. Karena orang Saudi juga tidak suka terhadap sikap politik mereka. Akan tetapi dari segi ilmu pengetahuan mereka banyak sekali dihargai. Mereka kemudian menjadi staf pengajar di Universitas Riyadh. Sejak dari istanbul saya banyak sekali mengadakan diskusi kritis. Tentu saja saya tidak mau hanya mendengarkan saja, tapi juga membantah, menanyakan dan menentang, termasuk menentang dari segi literatur.
    Di Turki saya sampai berkenalan dengan suatu gerakan yang betul-betul di bawah tanah, yang di Istanbul itu mereka bergerak untuk membangkitkan Islam, tetapi denagn cara-cara yang menurut sebagian kita agak kedengaran sedikit kolot. Yaitu melalui sufisme atau melalui gerakan-gerakan tarekat. Suatu malam Dr. Lustafa di Riyadh mengajak saya ke Universitas Riyadh, ke Fakultas Farmasi yang akan mengadakan wisuda tamatan Fakultas Farmasi, di mana Menteri Pendidikan hadir, yaitu Syekh Hasan bin Abdullah Ali  keturunan Syekh Muhammad bin Abdul Wahab, salah seorang pelopor pembaharuan di Arabia yang anak turunannya selalu menjadi menteri bidang pengetahuan seperti Menteri Pendidikan, Menteri Ilmu Pengetahuan dan sebagainya di Saudi Arabia.
    Saya tidak tahu apa yang terjadi, pokoknya Dr. Mustafa mengenalkan saya secara berbisik-bisik kepada Menteri, lalu Menteri itu minta supaya saya menceritakan tentang gerakan Mahasiswa Islam di Indionesia. Setelah saya ceritakan, tentu saja dengan Bahasa Arab ---- Alhamdulillah saya sedikit banyak tahu Bahasa Arab karena belajar di pesantren Gontor, sebuah proyek gabungan antara sistem pendidikan Sumatera Barat (KMI-nya) Jawa (pesantrenya) yang saya kira menjadi proyek yang sangat sukses yang sekarang berkembang di mana-mana. Menteri itu demikian senangnya dengan  keterangan saya, lalu mengundang 10 orang teman kita, HMI, untuk naik haji tahun itu juga. Selanjutnya, dari Riyadh saya ke Madinah, terus ke Makkah, kemudian ke Khartum untuk bertemu dengan Dr. Hasan Turabi dari Umin Durman University, tokoh yang sekarang menjadi pusat perhatian di Sudan, oleh karena dia konseptor dari Islamisasinya Numeiry yang sekarang jatuh digulingkan. Dari situ saya ke Mesir, kemudian kembali ke Libanon dan dari situ ke Pakistan.
    Pokoknya dari semua tempat itu saya mengadakan diskusi macam-macam. Dan konklusinya begini: saya kecewa dari tingkat intelektualitas kalangan Islam di Timur-Tengah saat itu. Sehingga saya lalu ingat Buya Hamka, ketika suatu saat Buya minta izin kepada K.H. Agus Salim untuk pergi ke Timur-Tengah belajar. Jawab K.H. Agus Salim seperti yang dimuat dalam Gema Islam dahulu dan sebagainya, “Malik, kalau kamu ingin pergi ke Makkah atau Timur-Tengah, boleh saja. Kamu akan fasih ber-Bahasa Arab barangakali. Tapi, paling-paling kamu akan jadi lebai, kalau pulang. Tetapi sebaliknya kalau kamu ingin mengetahui Islam secara intelek, lebih baik di sini. Belajar sama saya”. Dan saya setuju dengan pendapat K.H. Agus Salim.
    Padahal di sini, di Indonesia, kita sudah bergumul dengan Marxisme, dengan macam-macam di sini. Indonesia adalah tempat pergumulan ideologi yang paling seru pada zaman Orde Lama, dan kita survive. Kita sudah biasa berdialog dengan orang-orang komunis dengan forum-forum mereka, bukan forum-forum kita. Oleh karena itu kita lebih banyak berlatih dari pada orang-orang yang saya temui di negara-negara di Timur-Tengah berkenaan dengan cara melihat apa yang paling relevan dalam Islam yang harus kita kembangkan. Sampai-sampai waktu di Riyadh, dengan Dr. Mahmud Syahwi namanya, salah satu tokoh Ikhwanul Muslimin, ketika saya merasa jengkel dengan kekecewaan saya, saya bilang begini saja, “ Dari pada Anda kuliahi saya dengan apa-apa yang tidak masuk akal saya, lebih baik Anda kasih saya bahan bacaan yang menurut Anda paling penting dan kalau saya membacanya saya mendapat jawaban”. Lalu saya diberi buku berjudul Majmu Rasail Hasan Al-Banna, kumpulan tulisan risalah-risalah Hasan Al-Banna, yang waktu itu buku terlarang buku terlarang di Saudi Arabia. Buku itu diberikan kepada saya, sambil mewanti-wanti, “jangan sampai ketahuan orang Saudi, karena kalau ketahuan, saudara akan mengalami kesulitan, ditahan dan sebagainya.” Akan tetapi saya senag sekali menerima buku itu dan kemudian saya baca.
    Waktu di Makkah saya menggunakan waktu paling banyak dua minggu, saya baca semuanya. Akan tetapi maaf saja, saya tidak mendapat kelebihan dari tulisan-tulisan orang itu. Ya, dengan segala kekaguman saya kepada Hasan Al-Banna, tetapi harus banyak sekali tidak setuju dengan isinya. Slogan-slogan loyalistik itu kebanyakan. Jadi isinya slogan-slogan loyalistik. Bukan pemecahan masalah. Oleh karena itu, saya tidak merasa begitu sesuai dengan buku itu. Kemudia di Makkah saya berusaha untuk menghatamkan Al-Qur’an dengan terjemahan dalam Bahasa Inggris untuk pengecekan. Kemudian setelah melakukan berbagai diskusi tadi, saya melihat beberapa hal yang relevan untuk kita. Sampai sekarang Al-Qur’an itu saya simpan dan saya coreti dengan komentar-komentar saya.
    Kemudian saya ke Sudan dan pulang. Dan ketika mendengar janji Menteri Pendidikan Saudi Arabia untuk naik haji itu saya memang diingatkan oleh Dr. Mustafa, orang di ibukota Riyadh itu. “Ini janji Arab,” katanya. “Oleh karena itu, anda harus rajin menagih”. Jadi, ketika sampai di Makkah, saya mengirimkan surat. Saya sampai di Madinah, juga begitu. Dan akhirnya Alhamdulilla, terealisir. Akhirnya Januari 1969 saya pulang ke Indonesia untuk kemudian sibuk untuk merealisir janji dari Menteri pendidikan Saudi Arabia itu untuk naik haji yang waktu itu jatuh bulan Maret. Berarti cuma ada waktu satu bulan, jadi habislah waktu saya untuk menyiapkan teman-teman naik haji. Sampai di sana, semua teman ikut sakit karena tidak cocok dengan makanan kecuali saya. Kebetulan saya sudah terbiasa dengan makanan sana. Sampai Zaitun yang disebut dalam Al-Qur’an saya makan. Karena perlu diketahui bahwa buah walaupun tidak enak dan agak pahit bagi yang belum biasa gizinya tinggi sekali dan dapat menghilangkan rasa mual dan sebagainya. Dan saya mendapat service dari seseorang di kedutaan San Fransisco, seorang novelis di Amerika yang bernama Jhon Ball, yang salah satu bukunya difilmkan dan mendapat hadiah besar. Dia mengatakan begini, “saudara  harus tahu, berkat Zaitun inilah orang Yunani berfilsafat. Karena Zaitun inilah tanaman yang tahan lama dan tetap berubah”. Pohon itu bisa ribuan tahun bertahan, dengan buahnya yang begitu tinggi, sehingga orang Yunani dulu boleh dikatakan tidak lagi memikirkan sumber gizi yang tinggi. Cukup menanam Zaitun saja dan sampai sekarang Zaitun merupakan komoditi yang penting di negara-negara seperti Italia, Yunani dan sebagainya.
    Setelah pulang dari haji, saya ingin menulis sesuatu tentang nilai-nilai dasar Islam. Seluruh keinginan saya untuk bikin NDP saya curahkan pada bulan April, untuk bisa dibawa ke Malang pada bulan Mei. Jadi NDP itu sebetulnya merupakan kesimpulan saya dan perjalanan macam-macam di Timur Tengah selama tiga bulan lebih itu. Jadi sama sekali salah kalau Ahmad Wahib mengatakan itu adalah pengaruh kunjungan di Amerika. Begitulah singkatnya cerita. Namanya saja NDP, Nilai-nilai Dasar Perjuangan, tentu saja bahannya macam-macam. Saya ingin menceritakan, mengapa namanya NDP. Sebetulnya temen-temen pada waktu itu dan saya sendiri berpikir untuk memberi nama NDI, Nilai Dasar Islam, Akan tetapi setelah saya pikir-pikir, kalau disebut Nilai-nilai Dasar Islam, maka klaim kita terlalu besar. Kita terlalu mengklaim inilah nilai-nilai dasar Islam. Oleh karna itu, lebih baik disesuaikan dengan aktivitas kita sebagai Mahasiswa. Lalu saya mendapat ilham dari beberapa sumber. Pertama adalah Willy Eicher, seorang idiolog Partai Sosial Demokrat Jerman yang membikin buku “The Fundamental Values and Basic Demand of Democratic Socialism”(Nilai-nilai Dasar dan Tuntutan-tuntutan Asasi Sosialisme Demokrat). Nah, ini ada “Nilai-nilai dasar”, kemudian “perjuangan”nya dari mana? Dan karya Syharir mengenai idiologi sosialisme Indonesia yang termuat dalam ”Perjuangan Kita”. Ternyata Syahrir juga tidak orisinil. Dia agaknya telah meniru dari buku Hitler, Mein Kamf. Jadilah Nilai-Nilai Dasar Perjuangan (NDP)itu. Kemudian saya bawa ke kongres IX Malang, Mei 1969. Tetapi disana tentu saja agak sulit dibicarakan karena persoalannya demikian luas hingga tidak mungkin suatu kongres membicarakanya. Lalu diserahkan pada kami bertiga; saudara Endang Saifuddin Anshari, Sakib mahmud dan saya sendiri. Nah itulah kemudian lahir NDP, yang namanya diubah lagi oleh Kongres ke-16 HMI menjadi NIK (Nilai Identitas Kader).





















NILAI-NILAI DASAR PERJUANGAN I (NDP I)
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM





1.    Sejarah Singkat Perumusan NDP
Rumusan NDP seperti yang kita lihat sekarang bukanlah hasil yang sekali jadi, melainkan hasil perkembangan pemikiran dan penghayatan mendalam atas sejarah perjuangan HMI secara keseluruhan. Bahkan kalau kita hitung jarak antara berdirinya HMI dengan perumusan NDP, tercatat waktu lebih 20 tahun.
Secara sosiologis, NDP dirumuskan dalam kancah pertarungan ideologi-ideologi besar yag ada pada saat itu. Nasionalisme Bung Karno, Komunisme PKI, dan Sosialisme PSI adalah ideologi-ideologi yang secara umum berebut pengaruh. Di samping itu yang juga mendorong perumusan NDP adalah perlawatan Nurcholish Madjid ke Amerika (Oktober 1968) atas beasiswa sebagai pemimpin mahasiswa dari Council for Leaders and Specialist, Washington. Namun menurutnya yang banyak memberikan terhadap sikap dan gagasannya bukan itu, melainkan kunjungannya ke beberapa negara di Timur Tengah (Turki, Libanon, Syiria, Irak, Kuwait, Saudi, Sudan dan Mesir) selama empat bulan setelah lawatannya ke Amerika.
Faktor-faktor berikut dikemukakan Cak Nur sebagai hal yang menginspirasikan perumusan NDP: pertama, tidak adanya bacaan yang komprehensif dan sistematis tentang ideologi Islam. Kedua, kecemburuan terhadap anak-anak muda komunis yang oleh partainya disediakan buku pedoman kecil berjudul Pustaka Kecil Marxis (PKM). Ketiga, ketertarikan terhadap buku kecil yang ditulis oleh Willy Eihleir, Fundamental Values and Basic Demand of Democratic Socialis. Tulisan ini merupakan upaya reformasi ideologis bagi partai sosialis demokrat Jerman di Jerman Barat.
Karena itu jelas bahwa dari latar belakang perumusannya Nurcholish Madjid ingin menempatkan NDP sebagai idelogi bagi HMI, yang diharapkan dapat menandingi ideologi-ideologi lain yang berkembang pada saat itu.
Dalam pembabakan sejarah HMI,  tahun-tahun 1964 - 1965 merupakan fase tantangan yaitu masa ketika HMI mendapat tantangan yang terus menerus dari pihak komunis. Fase ini juga dikenal dengan fase pengganyangan HMI oleh komunis. Pada masa itu ketika kekuatan PKI semakin membesar, mereka menggariskan kebijakan baru terhadap HMI yang di anggapnya sebagai penghalang berbagai maksud dan tujuan mereka. Hal ini berarti HMI harus bubar dan dinyatakan sebagai organisasi terlarang. Dalam perhitungan PKI seandainya HMI tidak bubar sampai saat G 30 s/PKI, maka kondisi akan berbalik, HMI akan menumpas PKI sebagaimana yang terjadi di Madiun, dimana HMI tampil dengan Korps Mahasiswanya.
Pada tahun 1964 – 1965 suasana sosial politik Indonesia dikuasai oleh kerangka fikir Marxisme. Semua persoalan baik politik maupun sosial harus dibahas dalam kerangka pikir Marxisme. Apalagi partai-partai Islam seperti NU, PSI, dan PERTI sudah berada dalam payung NASAKOM, dan selalu memberikan justifikasi kepada kebijakan pemerintah. Sehingga ketiga partai tersebut kelihatan sudah kehilangan identitasnya.
Satu hal yang menarik, yaitu pertentangan ideologis yang di alami oleh HMI yang menjadi bagian umat Islam dengan organisasi seperti GMNI, CGMI, dan GEMSOS serta organisasi kepemudaan lainnya yang berorientasi sosial – komunis, yang merupakan bagian dari  kaki tangan PKI sebagai partai dominan. Inisiatif terbesar dipegang oleh orang-orang sosial komunis yang sudah barang tentu ideologi mereka bertentangan dengan ideologi HMI.
Oleh karena itu arah pemikiran HMI berusaha untuk menghadang ofensifitas kaum sosial - komunis dengan rumusan baku yang disebut dengan kepribadian HMI yang dikukuhkan melalui Kongres VII di Jakarta pada tahun 1963. Kemudian pada tahun 1965, cak Nur (Nur Cholis Madjid) menyusun makalah yang diberi judul Dasar-Dasar Islamisme. Makalah ini kemudian diceramahkan dalam training-training HMI dimana-mana.
Pada kongres VIII di Solo, Cak Nur terpilih sebagai Ketua Umum HMI dan salah satu rekomendasinya adalah membenahi dan menyempurnakan konsep kepribadian HMI menjadi Garis - Garis Pokok Perjuangan (GPP) HMI.
Usaha - usaha merumuskan pegangan ideologis bagi HMI akhirnya dihasilkan. Hasil penelaahan dan kerja keras tersebut akhirnya dalam kongres IX di Malang melahirkan rumusan awal Nilai-Nilai Dasar Perjuangan (NDP) HMI. Kongres yang memberikan mandat kepada Cak Nur Cholis Madjid, Endang Syaifuddin Anshari, Saqib Mahmud untuk merumuskan (membenahi dan menyempurnakan) kembali jika ditemui hal-hal yang kurang.
NDP hasil kongres di Malang adalah merupakan penjabaran dari pasal 3 AD HMI tentang dasar organisasi, yaitu Islam. Dan pada tahun 1985 di Indonesia diberlakukan undang-undang No.  8/ 1985, tentang organisasi kemasyarakatan yang salah satu pasalnya berbunyi; HMI menghimpun mahasiswa Islam yang beridentitaskan Islam dan bersumber pada Al-Qur’an dan  As-sunnah, sedang pasal 4 berbunyi: organisasi ini berasaskan Pancasila. Dengan demikian untuk menjabarkan pasal identitas Islam rumusan NDP di ubah tidak dalam substansinya, hanya dalam namanya saja menjadi nilai identitas kader (NIK) HMI.
Gerakan reformasi 1998 mampu menumbangkan rezim orde baru, disisi lain juga membawa angin kebebasan (liberalisasi politik). Seiring dengan proses liberalisasi politik tersebut, berbagai gerakan di Indonesia menemukan momentumnya untuk mempertegas identitasnya masing - masing. Tak terkecuali HMI. Kongres HMI XXII tahun 1999 di Jambi menghasilkan beberapa keputusan mendasar bagi organisasi yakni kembalinya HMI menjadi organisasi yang berasaskan Islam dengan peran sebagai organisasi perjuangan. Rumusan NIK pun mengalami perubahan nama, meskipun tidak ada perubahan dari segi substansi, menjadi NDP seperti sediakala.   
2.    Kedudukan dan Arti Penting NDP
Semangat  ke-Islaman yang menyertai suasana kelahiran HMI, mengharuskan HMI menjadikan Islam sebagai Ruh dan karakternya. Semangat kesejarahan ini memberikan pengertian bahwa dalam keadaan bagaimanapun HMI tidak dapat melepaskan keterikatannya pada ajaran-ajaran Islam. Islam telah menjadi kodrat dan fitrah HMI sejak awal kehadirannya. Bagi HMI Islam diyakini sebagai kebenaran yang haq serta tidak ada lagi kebenaran selain Islam.
Sebagai pengakuan keyakinan akan kebenaran Islam secara yuridis, HMI meletakkan nilai Islam dalam mukaddimah AD HMI. Pengkuan Islam sebagai ajaran yang haq dalam mukaddimah AD HMI, mengandung pengertian bahwa Islam akan selalu menjiwai aturan-aturan pokok dan kebijakan organisasi yang menjadi pedoman dalam melakukan aktivitas organisasi.
Penerimaan Islam bagi HMI adalah untuk memberikan pedoman pada para anggotanya bagaimana kehidupan manusia yang benar dan fitri. Kehidupan yang benar adalah kehidupan manusia yang fitri sesuai dengan fitrahnya, yaitu paduan yang utuh antara aspek duniawi - ukhrowi, individual- sosial, serta integralisasi antara iman, ilmu dan amal dalam mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Kesempurnaan ajaran Islam, oleh HMI dijadikan prinsip-prinsip ajaran yang pokok menjadi sistem nilai dasar yang berfungsi mengarahkan dan memagari cara fikir dan tindak setiap anggota HMI.  Dengan demikian, setiap kader HMI mempunyai wawasan ke-Islaman berkenaan dengan hidup dan memaknai kehidupan.
Kesamaan pedoman bagi setiap kader HMI bertujuan mengarahkan  wawasan ke-Islaman yang identik, dan pada gilirannya akan mempunyai gerak langkah organisasi yang sama guna menegakkan kebenaran di dunia  mencapai kebahagiaan, keharmonisan dan keselamatan dunia - akhirat. Maka, untuk mencapai itu semua dirumuskanlah nilai dasar sebagai pedoman organisasi yang diberi nama Nilai Dasar Perjuangan (NDP). Dengan demikian, NDP merupakan kerangka pemahaman HMI terhadap ajaran-ajaran  pokok Islam yang dirumuskan secara sistematis dan utuh berdasarkan Al-Qur’an dan As-sunnah.
Kedudukan dan peranan NDP yang strategis mendorong HMI untuk secara terus menerus menyuburkan pemahaman, penghayatan, dan pengalaman ajaran Islam, yang kerangka dasarnya terkandung dalam NDP. Sehingga mampu membingkai karakter identitas dan organisasi pada kader HMI. Dorongan tersebut, merupakan tuntutan dan kebutuhan HMI dalam memanifestasikan ajaran Islam. Sebab di tengah arus globalisasi dan perubahan pranata sosial yang begitu cepat, Implementasi ajaran Islam harus selalu memperhatikan konteks ke-Indonesiaan dan konteks kekinian dan ini gua yoo.
Selama ini HMI dikenal dengan tradisi pembaharuannya. Dalam pembaharuan akan selalu ada kritik dan otokritik terhadap segala sesuatu yang ada. Hal ini memungkinkan adanya perbaikan dan pengembangan ke arah yang lebih baik.
Meskipun NDP berpretensi ideologis, NDP tidak boleh diperlakukan sebagai dogma yang taken for granted oleh kader-kader HMI. NDP bagi HMI tidaklah sama dengan al-Quran bagi umat Islam. Bagaimana pun NDP adalah buatan manusia. Karena itu meskipun perumusannya didasarkan pada wahyu yang bersifat mutlak, NDP tak lebih dari sekadar hasil interpretasi manusia yang nilai kebenarannya relatif. NDP bolehlah dikatakan sebagai satu usaha berupa landasan filosofis untuk mencapai Yang Mutlak, Kebenaran, yaitu Tuhan itu sendiri. Keberadaan NDP harus disikapi secara kritis. Cak Nur sendiri, selaku salah seorang perumus NDP, ketika ditanya apakah NDP masih relevan dengan kondisi sekarang ataukah perlu diganti, mengatakan bisa saja, asal tingkat intelektualitasnya tidak lebih rendah dari yang ada sekarang.
NILAI DASAR PERJUANGAN II (NDP II)
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM




BAB I
Dasar-Dasar Kepercayaan
Manusia memerlukan suatu bentuk kepercayaan. Kepercayaan itu akan melahirkan tata nilai guna menopang hidup dan budayanya. Sikap tanpa percaya atau ragu yang sempurna tidak mungkin dapat terjadi. Tetapi selain kepercayaan itu dianut karena kebutuhan dalam waktu yang sama juga harus merupakan kebenaran. Demikian pula cara berkepercayaan harus pula benar. Menganut kepercayaan yang salah bukan saja tidak dikehendaki akan tetapi bahkan berbahaya.
Disebabkan kepercayaan itu diperlukan, maka dalam kenyataan kita temui bentuk-bentuk kepercayaan yang beraneka ragam di kalangan masyarakat. Karena bentuk- bentuk kepercayaan itu berbeda satu dengan yang lain, maka sudah tentu ada dua kemungkinan: kesemuanya itu salah atau salah satu saja diantaranya yang benar. Disamping itu masing-masing bentuk kepercayaan mungkin mengandung unsur-unsur kebenaran dan kepalsuan yang campur baur.
Sekalipun demikian, kenyataan menunjukkan bahwa kepercayaan itu melahirkan nilai-nilai. Nilai-nilai itu kemudian melembaga dalam tradis-tradisi yang diwariskan turun temurun dan mengikat anggota masyarakat yang mendukungnya. Karena kecenderungan tradisi untuk tetap mempertahankan diri terhadap kemungkinan perubahan nilai-nilai, maka dalam kenyataan ikatan-ikatan tradisi sering menjadi penghambat perkembangan peradaban dan kemajuan manusia. Disinilah terdapat kontradiksi kepercayaan diperlukan sebagai sumber tatanilai guna menopang peradaban manusia, tetapi nilai-nilai itu melembaga dalam tradisi yang membeku dan mengikat, maka justru merugikan peradaban.
Oleh karena itu, pada dasarnya, guna perkembangan peradaban dan kemajuannya, manusia harus selalu bersedia meninggalkan setiap bentuk kepercayaan dan tata nilai yang tradisional, dan menganut kepercayaan yang sungguh-sungguh yang merupakan kebenaran. Maka satu-satunya sumber nilai dan pangkal nilai itu haruslah kebenaran itu sendiri. Kebenaran merupakan asal dan tujuan segala kenyataan. Kebenaran yang mutlak adalah Tuhan Allah.
Perumusan kalimat persaksian (Syahadat) Islam yang kesatu : Tiada Tuhan selain Allah mengandung gabungan antara peniadaan dan pengecualian. Perkataan "Tidak ada Tuhan" meniadakan segala bentuk kepercayaan, sedangkan perkataan "Selain Allah" memperkecualikan satu kepercayaan kepada kebenaran. Dengan peniadaan itu dimaksudkan agar manusia membebaskan dirinya dari belenggu segenap kepercayaan yang ada dengan segala akibatnya, dan dengan pengecualian itu dimaksudkan agar manusia hanya tunduk pada ukuran kebenaran dalam menetapkan dan memilih nilai - nilai, itu berarti tunduk pada Allah, Tuhan Yang Maha Esa, Pencipta segala yang ada termasuk manusia. Tunduk dan pasrah itu disebut Islam.
Tuhan itu ada, dan ada secara mutlak hanyalah Tuhan. Pendekatan ke arah pengetahuan akan adanya Tuhan dapat ditempuh manusia dengan berbagai jalan, baik yang bersifat intuitif, ilmiah, historis, pengalaman dan lain-lain. Tetapi karena kemutlakan Tuhan dan kenisbian manusia, maka manusia tidak dapat menjangkau sendiri kepada pengertian akan hakekat Tuhan yang sebenarnya. Namun demi kelengkapan kepercayaan kepada Tuhan, manusia memerlukan pengetahuan secukupnya tentang Ketuhanan dan tatanilai yang bersumber kepada-Nya. Oleh sebab itu diperlukan sesuatu yang lain yang lebih tinggi namun tidak bertentangan denga insting dan indera.
Sesuatu yang diperlukan itu adalah "Wahyu" yaitu pengajaran atau pemberitahuan yang langsung dari Tuhan sendiri kepada manusia. Tetapi sebagaimana kemampuan menerima pengetahuan sampai ketingkat yang tertinggi tidak dimiliki oleh setiap orang, demikian juga wahyu tidak diberikan kepada setiap orang. Wahyu itu diberikan kepada manusia tertentu yang memenuhi syarat dan dipilih oleh Tuhan sendiri yaitu para Nabi dan Rasul atau utusan Tuhan. Dengan kewajiban para Rosul itu untuk menyampaikannya kepada seluruh ummat manusia. Para rasul dan nabi itu telah lewat dalam sejarah semenjak Adam, Nuh, Ibrahim, Musa,Isa atau Yesus anak Mariam sampai pada Muhammad SAW. Muhammad adalah Rasul penghabisan, jadi tiada Rasul lagi sesudahnya. Jadi para Nabi dan Rasul itu adalah manusia biasa dengan kelebihan bahwa mereka menerima wahyu dari Tuhan.
Wahyu Tuhan yang diberikan kepada Muhammad SAW terkumpul seluruhnya dalam kitab suci Al-Quran. Selain berarti bacaan, kata Al-Quran juga bearti "kumpulan" atau kompilasi, yaitu kompilasi dari segala keterangan. Sekalipun garis-garis besar Al-Quran merupakan suatu kompendium, yang singkat namun mengandung keterangan-keterangan tentang segala sesuatu sejak dari sekitar alam dan manusia sampai kepada hal-hal gaib yang tidak mungkin diketahui manusia dengan cara lain (16:89).
Jadi untuk memahami Ketuhanan Yang Maha Esa dan ajaran-ajaran-Nya, manusia harus berpegang kepada Al-Quran dengan terlebih dahulu mempercayai kerasulan Muhammmad SAW. Maka kalimat kesaksian yang kedua memuat esensi kedua dari kepercayaan yang harus dianut manusia, yaitu bahwa Muhammad adalah Rosul Allah.
Kemudian di dalam Al-Quran didapat keterangan lebih lanjut tentang Ketuhanan Yang maha Esa ajaran-ajaranNya yang merupakan garis besar dan jalan hidup yang mesti diikuti oleh manusia. Tentang Tuhan antara lain: surat Al-Ikhlas (112: 1-4) menerangkan secara singkat; katakanlah : "Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa. Dia itu adalah Tuhan. Tuhan tempat menaruh segala harapan. Tiada Ia berputra dan tiada pula berbapa”. Selanjutnya Ia adalah Maha Kuasa, Maha Mengetahui, Maha Adil, Maha Bijaksana, Maha Kasih dan Maha Sayang, Maha Pengampun dan seterusnya daripada segala sifat kesempurnaan yang selayaknya bagi Yang Maha Agung dan Maha Mulia, Tuhan seru sekalian Alam.
Juga diterangkan bahwa Tuhan adalah yang pertama dan yang penghabisan, Yang lahir dan Yang Bathin (57:3), dan "kemanapun manusia berpaling maka disanalah wajah Tuhan" (2:115). Dan "Dia itu bersama kamu kemanapun kamu berada" (57:4). Jadi Tuhan tidak terikat ruang dan waktu.
Sebagai "yang pertama dan yang penghabisan", maka sekaligus Tuhan adalah asal dan tujuan segala yang ada, termasuk tata nilai. Artinya; sebagaimana tata nilai harus bersumber kepada kebenaran dan berdasarkan kecintaan kepadaNya, Iapun sekaligus menuju kepada kebenaran dan mengarah kepada "persetujuan" atau "ridhanya". Inilah kesatuan antara asal dan tujuan hidup yang sebenarnya (Tuhan sebagai tujuan hidup yang benar, diterangkan dalam bagian yang lain).
Tuhan menciptakan alam raya ini dengan sebenarnya, dan mengaturnya dengan pasti (6:73, 25:2). Oleh karena itu alam mempunyai eksistensi yang riil dan obyektif, serta berjalan mengikuti hukum-hukum yang tetap. Dan sebagai ciptaan daripada sebaik-baiknya penciptanya, maka alam mengandung kebaikan pada dirinya dan teratur secara harmonis (23:14). Nilai ciptaan ini untuk manusia bagi keperluan perkembangan peradabannya (31:20)). Maka alam dapat dan dijadikan obyek penyelidikan guna dimengerti hukum-hukum Tuhan (sunnatullah) yang berlaku didalamnya. Kemudian manusia memanfaatkan alam sesuai dengan hukum-hukumnya sendiri (10:101).
Jadi kenyataan alam ini berbeda dengan persangkaan idealisme maupun agama Hindu yang mengatakan bahwa alam tidak mempunyai eksistensi riil dan obyektif, melainkan semua palsu atau maya atau sekedar emansipasi atau pancaran daripada dunia lain yang kongkrit, yaitu idea atau nirwana (38:27). Juga tidak seperti dikatakan filsafat Agnosticisme yang mengatakan bahwa alam tidak mungkin dimengerti manusia. Dan sekalipun filsafat materialisme mengatakan bahwa alam ini mempunyai eksistensi riil dan obyektif sehingga dapat dimengerti oleh manusia, namun filsafat itu mengatakan bahwa alam ada dengan sendirinya. Peniadaan pencipta ataupun peniadaan Tuhan adalah satu sudut daripada filsafat materialisme.
Manusia adalah puncak ciptaan dan mahluk-Nya yang tertinggi (95:4, 17:70). Sebagai mahluk tertinggi manusia dijadikan "Khalifah" atau wakil Tuhan di bumi (6:165). Manusia ditumbuhkan dari bumi dan diserahi untuk memakmurkannya (11:61). Maka urusan di dunia telah diserahkan Tuhan kepada manusia. Manusia sepenuhnya bertanggungjawab atas segala perbuatannya di dunia. Perbuatan manusia ini membentuk rentetan peristiwa yang disebut "sejarah". Dunia adalah wadah bagi sejarah, dimana manusia menjadi pemilik atau "rajanya".
Sebenarnya terdapat hukum-hukum Tuhan yang pasti (sunattullah) yang menguasai sejarah, sebagaimana adanya hukum yang menguasai alam tetapi berbeda dengan alam yang telah ada secara otomatis tunduk kepada sunatullah itu, manusia karena kesadaran dan kemampuannya untuk mengadakan pilihan untuk tidak terlalu tunduk kepada hukum-hukum kehidupannya sendiri (33:72). Ketidakpatuhan itu disebabkan karena sikap menentang atau kebodohan.
Hukum dasar alami daripada segala yang ada inilah "perubahan dan perkembangan", sebab: segala sesuatu ini adalah ciptaan Tuhan dan pengembangan olehNya dalam suatu proses yang tiada henti-hentinya (29:20). Segala sesuatu ini adalah berasal dari Tuhan dan menuju kepada Tuhan. Maka satu-satunya yang tak mengenal perubahan hanyalah Tuhan sendiri, asal dan tujuan segala sesuatu (28:88). Di dalam memenuhi tugas sejarah, manusia harus berbuat sejalan dengan arus perkembangan itu menunju kepada kebenaran. Hal itu berarti bahwa manusia harus selalu berorientasi kepada kebenaran, dan untuk itu harus mengetahui jalan menuju kebenaran itu (17:72). Dia tidak mesti selalu mewarisi begitu saja nilai-nilai tradisional yang tidak diketahuinya dengan pasti akan kebenarannya (17:26).
Oleh karena itu kehidupan yang baik adalah yang disemangati oleh iman dan diterangi oleh ilmu (58:11). Bidang iman dan pencabangannya menjadi wewenang wahyu, sedangkan bidang ilmu pengetahuan menjadi wewenang manusia untuk mengusahakan dan mengumpulkannya dalam kehidupan dunia ini. Ilmu itu meliputi tentang alam dan tentang manusia (sejarah).
Untuk memperoleh ilmu pengetahuan tentang nilai kebenaran sejauh mungkin, manusia harus melihat alam dan kehidupan ini sebagaimana adanya tanpa melekatkan padanya kualitas-kualitas yang bersifat ketuhanan. Sebab sebagaimana diterangkan dimuka, alam diciptakan dengan wujud yang nyata dan objektif sebagaimana adanya. Alam tidak menyerupai Tuhan, dan Tuhan pun untuk sebagian atau seluruhnya tidak sama dengan alam. Sikap memper-Tuhan-kan atau mensucikan (sakralisasi) haruslah ditujukan kepada Tuhan sendiri. - Tuhan Allah Yang Maha Esa (41:37).
Ini disebut "Tauhid" dan lawannya disebut "syirik" artinya mengadakan tandingan terhadap Tuhan, baik seluruhnya atau sebagian maka jelasnya bahwa syirik menghalangi perkembangan dan kemajuan peradaban kemanusiaan menuju kebenaran.
Kesudahan sejarah atau kehidupan duniawi ini ialah "hari kiamat". Kiamat merupakan permulaan bentuk kehidupan yang tidak lagi bersifat sejarah atau duniawi, yaitu kehidupan akhirat. Kiamat disebut juga "hari agama", atau yaumuddin, dimana Tuhan menjadi satu-satunya pemilik dan raja (1:4, 22:56, 40:16). Disitu tidak lagi terdapat kehidupan historis, seperti kebebasan, usaha dan tata masyarakat. Tetapi yang ada adalah pertanggunggan jawab individu manusia yang bersifat mutlak dihadapan illahi atas segala perbuatannya dahulu didalam sejarah (2:48). Selanjutnya kiamat merupakan "hari agama", maka tidak yang mungkin kita ketahui selain daripada yang diterangkan dalam wahyu. Tentang hari kiamat dan kelanjutannya / kehidupan akhirat yang non-historis manusia hanya diharuskan percaya tanpa kemungkinan mengetahui kejadian-kejadiannya (7:187)
BAB II
Pengertian-Pengertian Dasar Tentang Kemanusiaan
Telah disebutkan di muka, bahwa manusia adalah puncak ciptaan, merupakan mahluk yang tertinggi dan adalah wakil dari Tuhan di bumi. Sesuatu yang membuat manusia yang menjadi manusia bukan hanya beberapa sifat atau kegiatan yang ada padanya, melainkan suatu keseluruhan susunan sebagai sifat-sifat dan kegiatan-kegiatan yang khusus dimiliki manusia saja yaitu Fitrah. Fitrah membuat manusia berkeinginan suci dan secara kodrati cenderung kepada kebenaran (Hanief) (30:30). "Dlamier" atau hati nurani adalah pemancar keinginan pada kebaikan, kesucian dan kebenaran. Tujuan hidup manusia ialah kebenaran yang mutlak atau kebenaran yang terakhir, yaitu Tuhan Yang Maha Esa (51:56, 3:156).
Fitrah merupakan bentuk keseluruhan tentang diri manusia yang secara asasi dan prinsipil membedakannya dari mahluk-mahluk yang lain. Dengan memenuhi hati nurani, seseorang berada dalam fitrahnya dan menjadi manusia sejati.
Kehidupan dinyatakan dalam kerja atau amal perbuatanya (19:105, 53:39). Nilai- nilai tidak dapat dikatakan hidup dan berarti sebelum menyatakan diri dalam kegiatan-kegiatan amaliah yang kongkrit (61:2-3). Nilai hidup manusia tergantung kepada nilai kerjanya. Di dalam dan melalui amal perbuatan yang berperikemanusiaan (fitrah sesuai dengan tuntutan hati nurani) manusia mengecap kebahagiaan, dan sebaliknya di dalam dan melalui amal perbuatan yang tidak berperikemanusiaan (jihad) ia menderita kepedihan (16:97, 4:111).
Hidup yang pernuh dan berarti ialah yang dijalani dengan sungguh-sungguh dan sempurna, yang didalamnya manusia dapat mewujudkan dirinya dengan mengembangkan kecakapan-kecakapan dan memenuhi keperluan-keperluannya. Manusia yang hidup berarti dan berharga ialah dia yang merasakan kebahagiaan dan kenikmatan dalam kegiatan-kegiatan yang membawa perubahan kearah kemajuan-kemajuan - baik yang mengenai alam maupun masyarakat - yaitu hidup berjuang dalam arti yang seluas-luasnya (29:6).
Dia diliputi oleh semangat mencari kebaikan, keindahan dan kebenaran (4:125). Dia menyerap segala sesuatu yang baru dan berharga sesuai dengan perkembangan kemanusiaan dan menyatakan dalam hidup berperadaban dan berkebudayaan (39:18). Dia adalah aktif, kreatif dan kaya akan kebijaksanaan (wisdom, hikmah) (2:269). Dia berpengalaman luas, berpikir bebas, berpandangan lapang dan terbuka, bersedia mengikuti kebenaran dari manapun datangnya (6:125). Dia adalah manusia toleran dalam arti kata yang benar, penahan amarah dan pemaaf (3:134). Keutamaan itu merupakan kekayaan manusia yang menjadi milik daripada pribadi-pribadi yang senantiasa berkembang dan selamanya tumbuh kearah yang lebih baik.
Seorang manusia sejati (insan kamil) ialah yang kegiatan mental dan phisiknya merupakan suatu keseluruhan. Kerja jasmani dan kerja rohani bukanlah dua kenyataan yang terpisah. Malahan dia tidak mengenal perbedaan antara kerja dan kesenangan, kerja baginya adalah kesenggangan dan kesenangan ada dalam dan melalui kerja. Dia berkepribadian, merdeka, memiliki dirinya sendiri, menyatakan ke luar corak perorangannya dan mengembangkan kepribadian dan wataknya secara harmonis. Dia tidak mengenal perbedaan antara kehidupan individu dan kehidupan komunal, tidak membedakan antara perorangan dan sebagai anggota masyarakat. Hak dan kewajiban serta kegiatan-kegiatan untuk dirinya adalah juga sekaligus untuk sesama ummat manusia.
Baginya tidak ada pembagian dua (dichotomy) antara kegiatan-kegiatan rokhani dan jasmani, pribadi dan masyarakat, agama dan politik maupun dunia akherat. Kesemuanya dimanifestasikan dalam suatu kesatuan kerja yang tunggal pancaran niatnya, yaitu mencari kebaikan, keindahan dan kebenaran (98:5).
Dia seorang yang ikhlas, artinya seluruh amal perbuatannya benar-benar berasal dari dirinya sendiri dan merupakan pancaran langsung dari pada kecenderungannya yang suci yang murni (2:207, 76:89). Suatu pekerjaan dilakukan karena keyakinan akan nilai pekerjaan itu sendiri bagi kebaikan dan kebenaran, bukan karena hendak memperoleh tujuan lain yang nilainya lebih rendah (pamrih) (2:264). Kerja yang ikhlas mengangkat nilai kemanusiaan pelakunya dan memberinya kebahagiaan (35:10). Hal itu akan menghilangkan sebab-sebab suatu jenis pekerjaan ditinggalkan dan kerja amal akan menjadi kegiatan kemanusiaan yang paling berharga. Keikhlasan adalah kunci kebahagiaan hidup manusia, tidak ada kebahagiaan sejati tanpa keikhlasan dan keikhlasan selalu menimbulkan kebahagiaan.
Hidup fitrah ialah bekerja secara ikhlas yang memancarkan dari hati nurani yang hanief atau suci.
BAB III
Kemerdekaan Manusia (Ikhtiar) Dan Keharusan Universal (Takdir)
Keikhlasan yang insani itu tidak mungkin ada tanpa kemerdekaan. Kemerdekaan dalam arti kerja sukarela tanpa paksaan yang didorong oleh kemauan yang murni, kemerdekaan dalam pengertian kebebasan memilih sehingga pekerjaan itu benar-benar dilakukan sejalan dengan hati nurani. Keikhlasan merupakan pernyataan kreatif kehidupan manusia yang berasal dari perkembangan tak terkekang daripada kemauan baiknya. Keikhlasan adalah gambaran terpenting daripada kehidupan manusia sejati. Kehidupan sekarang di dunia dan abadi (external) berupa kehidupan kelak sesudah mati di akherat. Dalam aspek pertama manusia melakukan amal perbuatan dengan baik dan buruk yang harus dipikul secara individual, dan komunal sekaligus (8:25). Sedangkan dalam aspek kedua manusia tidak lagi melakukan amal perbuatan, melainkan hanya menerima akibat baik dan buruk dari amalnya dahulu di dunia secara individual. Di akherat tidak terdapat pertanggung jawaban bersama, tapi hanya ada pertanggung jawaban perseorangan yang mutlak (2:48, 31:33). Manusia dilahirkan sebagai individu, hidup ditengah alam dan masyarakat sesamanya, kemudian menjadi individu kembali.
Jadi individualitas adalah pernyataan asasi yang pertama dan terakhir, dari pada kemanusiaan, serta letak kebenarannya daripada nilai kemanusiaan itu sendiri. Karena individu adalah penanggung jawab terakhir dan mutlak daripada awal perbuatannya, maka kemerdekaan pribadi, adalah haknya yang pertama dan asasi.
Tetapi individualitas hanyalah pernyataan yang asasi dan primer saja dari pada kemanusiaan. Kenyataan lain, sekalipun bersifat sekunder, ialah bahwa individu dalam suatu hubungan tertentu dengan dunia sekitarnya. Manusia hidup ditengah alam sebagai makhluk sosial hidup ditengah sesama. Dari segi ini manusia adalah bagian dari keseluruhan alam yang merupakan satu kesatuan.
Oleh karena itu kemerdekaan harus diciptakan untuk pribadi dalam kontek hidup ditengah masyarakat. Sekalipun kemerdekaan adalah esensi daripada kemanusiaan, tidak berarti bahwa manusia selalu dan dimana saja merdeka. Adanya batas-batas dari kemerdekaan adalah suatu kenyataan. Batas-batas tertentu itu dikarenakan adanya hukum-hukum yang pasti dan tetap menguasai alam - hukum yang menguasai benda-benda maupun masyarakat manusia sendiri - yang tidak tunduk dan tidak pula bergantung kepada kemauan manusia. Hukum-hukum itu mengakibatkan adanya "keharusan universal" atau "kepastian umum" dan “takdir” (57:22).
Jadi kalau kemerdekaan pribadi diwujudkan dalam kontek hidup di tengah alam dan masyarakat dimana terdapat keharusan universal yang tidak tertaklukan, maka apakah bentuk yang harus dipunyai oleh seseorang kepada dunia sekitarnya? Sudah tentu bukan hubungan penyerahan, sebab penyerahan berarti peniadaan terhadap kemerdekaan itu sendiri. Pengakuan akan adanya keharusan universal yang diartikan sebagai penyerahan kepadanya sebelum suatu usaha dilakukan berarti perbudakan. Pengakuan akan adanya kepastian umum atau takdir hanyalah pengakuan akan adanya batas-batas kemerdekaan. Sebaliknya suatu persyaratan yang positif daripada kemerdekaan adalah pengetahuan tentang adanya kemungkinan-kemungkinan kretif manusia. Yaitu tempat bagi adanya usaha yang bebas dan dinamakan "ikhtiar" artinya pilih merdeka.
Ikhtiar adalah kegiatan kemerdekaan dari individu, juga berarti kegiatan dari manusia merdeka. Ikhtiar merupakan usaha yang ditentukan sendiri dimana manusia berbuat sebagai pribadi banyak segi yang integral dan bebas; dan dimana manusia tidak diperbudak oleh suatu yang lain kecuali oleh keinginannya sendiri dan kecintaannya kepada kebaikan. Tanpa adanya kesempatan untuk berbuat atau berikhtiar, manusia menjadi tidak merdeka dan menjadi tidak bisa dimengerti untuk memberikan pertanggung jawaban pribadi dari amal perbuatannya. Kegiatan merdeka berarti perbuatan manusia yang merubah dunia dan nasibnya sendiri (13:11). Jadi sekalipun terdapat keharusan universal atau takdir manusia dengan haknya untuk berikhtiar mempunyai peranan aktif dan menentukan bagi dunia dan dirinya sendiri.
Manusia tidak dapat berbicara mengenai takdir suatu kejadian sebelum kejadian itu menjadi kenyataan. Maka percaya kepada takdir akan membawa keseimbangan jiwa tidak terlalu berputus asa karena suatu kegagalan dan tidak perlu membanggakan diri karena suatu kemunduran. Sebab segala sesuatu tidak hanya terkandung pada dirinya sendiri, melainkan juga kepada keharusan yang universal itu (57:23).

BAB IV
Ketuhanan Yang Maha Esa dan Peri Kemanusiaan
Telah jelas bahwa hubungan yang benar antara individu manusia dengan dunia sekitarnya bukan hubungan penyerahan. Sebab penyerahan meniadakan kemerdekaan dan keikhklasan dan kemanusiaan. Tetapi jelas pula bahwa tujuan manusia hidup merdeka dengan segala kegiatannya ialah kebenaran. Oleh karena itu sekalipun tidak tunduk pada sesuatu apapun dari dunia sekelilingnya, namun manusia merdeka masih dan mesti tunduk kepada kebenaran. Karena menjadikan sesuatu sebagai tujuan adalah berarti pengabdian kepada-Nya.
Jadi kebenaran-kebenaran menjadi tujuan hidup dan apabila demikian maka sesuai dengan pembicaraan terdahulu maka tujuan hidup yang terakhir dan mutlak ialah kebenaran terakhir dan mutlak sebagai tujuan dan tempat menundukkan diri. Adakah kebenaran terakhir dan mutlak itu? Ada, sebagaimana tujuan akhir dan mutlak daripada hidup itu ada. Karena sikapnya yang terakhir (ultimate) dan mutlak maka sudah pasti kebenaran itu hanya satu secara mutlak pula.
Dalam perbendaharaan kata dan kulturiil, kita sebut kebenaran mutlak itu "Tuhan", kemudian sesuai dengan uraian Bab I, Tuhan itu menyatakan diri kepada manusia sebagai Allah (31:30). Karena kemutlakannya, Tuhan bukan saja tujuan segala kebenaran (3:60). Maka dia adalah Yang Maha Benar. Setiap pikiran yang maha benar adalah pada hakikatnya pikiran tentang Tuhan YME.
Oleh sebab itu seseorang manusia merdeka ialah yang ber-ketuhanan Yang Maha Esa. Keiklasan tiada lain adalah kegiatan yang dilakukan semata-mata bertujuan kepada Tuhan YME, yaitu kebenaran mutlak, guna memperoleh persetujuan atau "ridho" daripada-Nya. Sebagaimana kemanusiaan terjadi karena adanya kemerdekaan dan kemerdekaan ada karena adanya tujuan kepada Tuhan semata-mata. Hal itu berarti segala bentuk kegiatan hidup dilakukan hanyalah karena nilai kebenaran itu yang terkandung didalamnya guna mendapat pesetujuan atau ridho kebenaran mutlak. Dan hanya pekerjaan "karena Allah" itulah yang bakal memberikan rewarding bagi kemanusiaan (92:19-21).
Kata "iman" berarti percaya dalam hal ini percaya kepada Tuhan sebagai tujuan hidup yang mutlak dan tempat mengabdikan diri kepada-Nya. Sikap menyerahkan diri dan mengabdi kepada Tuhan itu disebut Islam. Islam menjadi nama segenap ajaran pengabdian kepada Tuhan YME (3:19). Pelakunya disebut "Muslim". Tidak lagi diperbudak oleh sesama manusia atau sesuatu yang lain dari dunia sekelilingnya, manusia muslim adalah manusia yang merdeka yang menyerahkan dan menyembahkan diri kepada Tuhan YME (33:39). Semangat tauhid (memutuskan pengabdian hanya kepada Tuhan YME) menimbulkan kesatuan tujuan hidup, kesatuan kepribadian dan kemasyarakatan. Kehidupan bertauhid tidak lagi berat sebelah, parsial dan terbatas. Manusia bertauhid adalah manusia yang sejati dan sempurna yang kesadaran akan dirinya tidak mengenal batas.
Dia adalah pribadi manusia yang sifat perorangannya adalah keseluruhan (totalitas) dunia kebudayaan dan peradaban. Dia memiliki seluruh dunia ini dalam arti kata mengambil bagian sepenuh mungkin dalam menciptakan dan menikmati kebaikan-kebaikan dan peradaban kebudayaan.
Pembagian kemanusiaan yang tidak selaras dengan dasar kesatuan kemanusiaan (human totality) itu antara lain ialah pemisahan antara eksistensi ekonomi dan moral manusia, antara kegiatan duniawi dan ukhrowi antara tugas-tugas peradaban dan agama. Demikian pula sebaliknya, anggapan bahwa manusia adalah tujuan pada dirinya membela kemanusiaan seseorang menjadi: manusia sebagai pelaku kegiatan dan manusia sebagai tujuan kegiatan. Kepribadian yang pecah berlawanan dengan kepribadian kesatuan (human totality) yang homogen dan harmonis pada dirinya sendiri: jadi berlawanan dengan kemanusiaan.
Oleh karena hakikat hidup adalah amal perbuatan atau kerja, maka nilai-nilai tidak dapat dikatakan ada sebelum menyatakan diri dalam kegiatan-kegiatan konkrit dan nyata (26:226). Kecintaan kepada Tuhan sebagai kebaikan, keindahan dan kebenaran yang mutlak dengan sendirinya memancar dalam kehidupan sehari-hari dalam hubungannya dengan alam dan masyarakat, berupa usaha-usaha yang nyata guna menciptakan sesuatu yang membawa kebaikan, keindahan dan kebenaran bagi sesama manusia "amal saleh" (harfiah: pekerjaan yang selaras dengan kemanusiaan) merupakan pancaran langsung daripada iman (lihat Qur’an: aamanu wa’amilushshaalihaat, tdk kurang dari 50 x pengulangan kombinasi kata). Jadi Ketuhanan YME memancar dalam perikemanusiaan. Sebaliknya karena kemanusiaan adalah kelanjutan kecintaan kepada kebenaran maka tidak ada perikemanusiaan tanpa Ketuhanan YME. Perikemanusiaan tanpa Ketuhanan adalah tidak sejati (24:39). Oleh karena itu semangat Ketuhanan YME dan semangat mencari ridho daripada-Nya adalah dasar peradaban yang benar dan kokoh. Dasar selain itu pasti goyah dan akhirnya membawa keruntuhan peradaban (9:109).
"Syirik" merupakan kebalikan dari tauhid, secara harafiah artinya mengadakan tandingan, dalam hal ini kepada Tuhan. Syirik adalah sifat menyerah dan menghambakan diri kepada sesuatu selain kebenaran baik kepada sesama manusia maupun alam. Karena sifatnya yang meniadakan kemerdekaan asasi, syirik merupakan kejahatan terbesar kepada kemanusiaan (31:13). Pada hakikatnya segala bentuk kejahatan dilakukan orang karena syirik (6:82). Sebab dalam melakukan kejahatan itu dia menghambakan diri kepada motif yang mendorong dilakukannya kejahatan tersebut yang bertentangan dengan prinsip-prinsip kebenaran. Demikian pula karena syirik seseorang mengadakan pamrih atas pekerjaan yang dilakukannya (Hadist, “sesunggunya sesuatu yang paling aku khawatirkan menimpa kamu sekalian adalah syirik kecil, yaitu riya - pamrih”. Rawahu Ahmad, hadist hasan). Dia bekerja bukan karena nilai pekerjaan itu sendiri dalam hubungannya dengan kebaikan, keindahan dan kebenaran, tetapi karena hendak memperoleh sesuatu yang lain.
"Musyrik" adalah pelaku daripada syirik. Seseorang yang menghambakan diri kepada sesuatu selain Tuhan baik manusia maupun alam disebut musyrik, sebab dia mengangkat sesuatu selain Tuhan menjadi setingkat dengan Tuhan (3:64). Demikian pula seseorang yang menghambakan (sebagaimana dengan tiran atau diktator) adalah musyrik, sebab dia mengangkat dirinya sendiri setingkat dengan Tuhan (28:4). Kedua perlakuan itu merupakan penentang terhadap kemanusiaan, baik bagi dirinya sendiri maupun kepada orang lain.
Maka sikap berperikemanusiaan adalah sikap yang adil, yaitu sikap menempatkan sesuatu kepada tempatnya yang wajar, seseorang yang adil (wajar) ialah yang memandang manusia. Tidak melebihkan sehingga menghambakan dirinya kepada-Nya. Dia selau menyimpan itikad baik dan lebih baik (ikhsan). Maka ketuhanan menimbulkan sikap yang adil kepada sesama manusia (16:90).
BAB V
Individu dan Masyarakat
Telah diterangkan dimuka, bahwa pusat kemanusiaan adalah masing-masing pribadinya dan bahwa kemerdekaan pribadi adalah hak asasinya yang pertama. Tidak sesuatu yang lebih berharga daripada kemerdekaan itu. Juga telah dikemukakan bahwa manusia hidup dalam suatu bentuk hubungan tertentu dengan dunia sekitarnya, sebagai mahkluk sosial, manusia tidak mungkin memenuhi kebutuhan kemanusiaannya dengan baik tanpa berada ditengah sesamanya dalam bentuk-bentuk hubungan tertentu.
Maka dalam masyarakat itulah kemerdekaan asasi diwujudkan. Justru karena adanya kemerdekaan pribadi itu maka timbul perbedaan-perbedaan antara suatu pribadi dengan lainnya (43:32). Sebenarnya perbedaan-perbedaan itu adalah untuk kebaikannya sendiri: sebab kenyataan yang penting dan prinsipil, ialah bahwa kehidupan ekonomi, sosial, dan kultural menghendaki pembagian kerja yang berbeda-beda (5:48).
Pemenuhan suatu bidang kegiatan guna kepentingan masyarakat adalah suatu keharusan, sekalipun hanya oleh sebagian anggotanya saja (92:4). Namun sejalan dengan prinsip kemanusiaan dan kemerdekaan, dalam kehidupan yang teratur tiap-tiap orang harus diberi kesempatan untuk memilih dari beberapa kemungkinan dan untuk berpindah dari satu lingkungan ke lingkungan lainnya (17:84, 39:39). Peningkatan kemanusiaan tidak dapat terjadi tanpa memberikan kepada setiap orang keleluasaan untuk mengembangkan kecakapannya melalui aktifitas dan kerja yang sesuai dengan kecenderungannya dan bakatnya.
Namun inilah kontradiksi yang ada pada manusia dia adalah mahkluk yang sempurna dengan kecerdasan dan kemerdekaannya dapat berbuat baik kepada sesamanya, tetapi pada waktu yang sama ia merasakan adanya pertentangan yang konstan dan keinginan tak terbatas sebagai hawa nafsu. Hawa nafsu cenderung kearah merugikan orang lain (kejahatan) dan kejahatan dilakukan orang karena mengikuti hawa nafsu (12:53, 30:29).
Ancaman atas kemerdekaan masyarakat, dan karena itu juga berarti ancaman terhadap kemerdekaan pribadi anggotanya ialah keinginan tak terbatas atau hawa nafsu tersebut, maka selain kemerdekaan, persamaan hak antara sesama manusia adalah esensi kemanusiaan yang harus ditegakkan. Realisasi persamaan dicapai dengan membatasi kemerdekaan. Kemerdekaan tak terbatas hanya dapat dipunyai satu orang, sedangkan untuk lebih satu orang, kemerdekaan tak terbatas tidak dilaksanakan dalam waktu yang bersamaan, kemerdekaan seseorang dibatasi oleh kemerdekaan orang lain. Pelaksanaan kemerdekaan tak terbatas hanya berarti pemberian kemerdekaan kepada pihak yang kuat atas yang lemah (perbudakan dalam segala bentuknya), sudah tentu hak itu bertentangan dengan prinsip keadilan. Kemerdekaan dan keadilan merupakan dua nilai yang saling menopang. Sebab harga diri manusia terletak pada adanya hak bagi orang lain untuk mengembangkan kepribadiannya. Sebagai kawan hidup dengan tingkat yang sama. Anggota masyarakat harus saling menolong dalam membentuk masyarakat yang bahagia (5:2).
Sejarah dan perkembangannya bukanlah suatu yang tidak mungkin dirubah. Hubungan yang benar antara manusia dengan sejarah bukanlah penyerahan pasif. Tetapi sejarah ditentukan oleh manusia sendiri. Tanpa pengertian ini adanya azab Tuhan (akibat buruk) dan pahala (akibat baik) bagi satu amal perbuatan mustahil ditanggung manusia (99:7-8). Manusia merasakan akibat amal perbuatannya sesuai dengan ikhtiar. Dalam hidup ini (dalam sejarah) dalam hidup kemudian - sesudah sejarah (9:74, 16:30). Semakin seseorang bersungguh-sungguh dalam kekuatan yang bertanggung jawab dengan kesadaran yang terus menerus akan tujuan dalam membentuk masyarakat semakin ia mendekati tujuan (29:69).
Manusia mengenali dirinya sebagai makhluk yang nilai dan martabatnya dapat sepenuhnya dinyatakan, jika ia mempunyai kemerdekaan tidak saja mengatur hidupnya sendiri tetapi juga untuk memperbaiki dengan sesama manusia dalam lingkungan masyarakat. Dasar hidup gotong-royong ini ialah keistimewaan dan kecintaan sesama manusia dalam pengakuan akan adanya persamaan dan kehormatan bagi setiap orang (49:13, 49:10).
BAB VI
Keadilan Sosial dan Keadilan Ekonomi
Telah kita bicarakan tentang hubungan antara individu dengan masyarakat dimana kemerdekaan dan pembatas kemerdekaan saling bergantungan, dan dimana perbaikan kondisi masyarakat tergantung pada perencanaan manusia dan usaha-usaha bersamanya. Jika kemerdekaan dicirikan dalam bentuk yang tidak bersyarat (kemerdekaan tak terbatas) maka sudah terang bahwa setiap orang diperbolehkan mengejar dengan bebas segala keinginan pribadinya.
Akibatnya pertarungan keinginan yang bermacam-macam itu satu sama lain dalam kekacauan atau anarchi (92:8-10). Sudah barang tentu menghancurkan masyarakat dan meniadakan kemanusiaan sebab itu harus ditegakkan keadilan dalam masyarakat (5:8). Siapakah yang harus menegakkan keadilan, dalam masyarakat? Sudah barang pasti ialah masyarakat sendiri, tetapi dalam prakteknya diperlukan adanya satu kelompok dalam masyarakat yang karena kualitas-kualitas yang dimilikinya senantiasa mengadakan usaha-usaha menegakkan keadilan itu dengan jalan selalu menganjurkan sesuatu yang bersifat kemanusiaan serta mencegah terjadinya sesuatu yang berlawanan dengan kemanusiaan (2:104).
Kualitas terpenting yang harus dipunyainya, ialah rasa kemanusiaan yang tinggi sebagai pancaran kecintaan yang tak terbatas pada Tuhan. Di samping itu diperlukan kecakapan yang cukup. Kelompok orang-orang itu adalah pimpinan masyarakat; atau setidak-tidaknya mereka adalah orang-orang yang seharusnya memimpin masyarakat. Memimpin adalah menegakkan keadilan, menjaga agar setiap orang memperoleh hak asasinya, dan dalam jangka waktu yang sama menghormati kemerdekaan orang lain dan martabat kemanusiaannya sebagai manifestasi kesadarannya akan tanggung jawab sosial.
Negara adalah bentuk masyarakat yang terpenting, dan pemerintah adalah susunan masyarakat yang terkuat dan berpengaruh. Oleh sebab itu pemerintah yang pertama berkewajiban menegakkan kadilan. Maksud semula dan fundamental daripada didirikannya negara dan pemerintah ialah guna melindungi manusia yang menjadi warga negara daripada kemungkinan perusakkan terhadap kemerdekaan dan harga diri sebagai manusia sebaliknya setiap orang mengambil bagian pertanggungjawaban dalam masalah-masalah atas dasar persamaan yang diperoleh melalui demokrasi.
Pada dasarnya masyarakat dengan masing-masing pribadi yang ada didalamnya haruslah memerintah dan memimpin diri sendiri (Hadist: “kullukum raain wakullukum mas uulun ‘an raiyyatih” -Bukhari & Muslim). Oleh karena itu pemerintah haruslah merupakan kekuatan pimpinan yang lahir dari masyarakat sendiri. Pemerintah haruslah demokratis, berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, menjalankan kebijaksanaan atas persetujuan rakyat berdasarkan musyawarah dan dimana keadilan dan martabat kemanusiaan tidak terganggu (42:28, 42:42). Kekuatan yang sebenarnya didalam negara ada ditangan rakyat, dan pemerintah harus bertanggung jawab pada rakyat.
Menegakkan keadilan mencakup penguasaan atas keinginan-keinginan dan kepentingan-kepentingan pribadi yang tak mengenal batas (hawa nafsu). Adalah kewajiban dari negara sendiri dan kekuatan-kekuatan sosial untuk menjunjung tinggi prinsip kegotongroyongan dan kecintaan sesama manusia. Menegakkan keadilan adalah amanat rakyat kepada pemerintah yang musti dilaksanakan (4:58). Ketaatan rakyat kepada pemerintah yang adil merupakan ketaatan kepada diri sendiri yang wajib dilaksanakan. Didasari oleh sikap hidup yang benar, ketaatan kapada pemerintah termasuk dalam lingkungan ketaatan kepada Tuhan (Kebenaran Mutlak) dan Rasulnya (pengajar tentang Kebenaran) (4:59). Pemerintah yang benar dan harus ditaati ialah mengabdi kepada kemanusiaan, kebenaran dan akhirnya kepada Tuhan YME (5:45).
Perwujudan menegakkan keadilan yang terpenting dan berpengaruh ialah menegakkan keadilan di bidang ekonomi atau pembagian kekeyaan diantara anggota masyarakat. Keadilan menuntut agar setiap orang dapat bagian yang wajar dari kekayaan atau rejeki. Dalam masyarakat yang tidak mengenal batas-batas individual, sejarah merupakan perjuangan dialektis yang berjalan tanpa kendali dari pertentangan-pertentangan golongan yang didorong oleh ketidakserasian antara pertumbuhan kekuatan produksi disatu pihak dan pengumpulan kekayaan oleh golongan-golongan kecil dengan hak-hak istimewa dilain pihak (57:20). Karena kemerdekaan tak terbatas mendorong timbulnya jurang-jurang pemisah antara kekayaan dan kemiskinan yang semakin dalam. Proses selanjutnya - yaitu bila sudah mencapai batas maksimal - pertentangan golongan itu akan menghancurkan sendi-sendi tatanan sosial dan membinasakan kemanusiaan dan peradabannya (17:16).
Dalam masyarakat yang tidak adil, kekeyaan dan kemiskinan akan terjadi dalam kualitas dan proporsi yang tidak wajar sekalipun realitas selalu menunjukkan perbedaan-perbedaan antara manusia dalam kemampuan fisik maupun mental namun dalam kemiskinan dalam masyarakat dengan pemerintah yang tidak menegakkan keadilan adalah keadilan yang merupakan perwujudan dari kezaliman. Orang-orang kaya menjadi pelaku daripada kezaliman sedangkan orang-orang miskin dijadikan sasaran atau korbannya. Oleh karena itu sebagai yang menjadi sasaran kezaliman, orang-orang miskin berada dipihak yang benar. Pertentangan antara kaum miskin menjadi pertentangan antara kaum yang menjalankan kezaliman dan yang dizalimi. Dikarenakan kebenaran pasti menang terhadap kebhatilan, maka pertentangan itu disudahi dengan kemenangan tak terhindar bagi kaum miskin, kemudian mereka memegang tampuk pimpinan dalam masyarakat (4:160-161, 26:182-183, 2:279, 28:5).
Kejahatan di bidang ekonomi yang menyeluruh adalah penindasan oleh kapitalisme. Dengan kapitalisme dengan mudah seseorang dapat memeras orang-orang yang berjuang mempertahankan hidupnya karena kemiskinan, kemudian merampas hak-haknya secara tidak sah, berkat kemampuannya untuk memaksakan persyaratan kerjanya dan hidup kepada mereka. Oleh karena itu menegakkan keadilan mencakup pemberantasan kapitalisme dan segenap usaha akumulasi kekayaan pada sekelompok kecil masyarakat (2:278-279). Sesudah syirik, kejahatan terbesar kepada kemanusiaan adalah penumpukan harta kekayaan beserta penggunaanya yang tidak benar, menyimpang dari kepentingan umum, tidak mengikuti jalan Tuhan (104:1-3). Maka menegakkan keadilan inilah membimbing manusia ke arah pelaksanaan tata masyarakat yang akan memberikan kepada setiap orang kesempatan yang sama untuk mengatur hidupnya secara bebas dan terhormat (amar ma'ruf) dan pertentangan terus menerus terhadap segala bentuk penindasan kepada manusia kepada kebenaran asasinya dan rasa kemanusiaan (nahi munkar). Dengan perkataan lain harus diadakan restriksi-restriksi atau cara-cara memperoleh, mengumpulkan dan menggunakan kekayaan itu. Cara yang tidak bertentangan dengan kamanusiaan diperbolehkan (yang ma'ruf dihalalkan) sedangkan cara yang bertentangan dengan kemanusiaan dilarang (yang munkar diharamkan) (3:110).
Pembagian ekonomi secara tidak benar itu hanya ada dalam suatu masyarakat yang tidak menjalankan prisip Ketuhanan YME, dalam hal ini pengakuan berketuhanan YME tetapi tidak melaksanakannya sama nilainya dengan tidak berketuhanan sama sekali. Sebab nilai-nilai yang tidak dapat dikatakan hidup sebelum menyatakan diri dalam amal perbuatan yang nyata (61:2-3).
Dalam suatu masyarakat yang tidak menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya tempat tunduk dan menyerahkan diri, manusia dapat diperbudaknya antara lain oleh harta benda. Tidak lagi seorang pekerja menguasai hasil pekerjaanya, tetapi justru dikuasai oleh hasil pekerjaan itu. Produksi seorang buruh memperbesar kapital majikan dan kapital itu selanjutnya lebih memperbudak buruh. Demikian pula terjadi pada majikan bukan ia menguasai kapital tetapi kapital itulah yang menguasainya. Kapital atau kekayaan telah menggenggam dan memberikan sifat-sifat tertentu seperti keserakahan, ketamakan dan kebengisan.
Oleh karena itu menegakkan keadilan bukan saja dengan amar ma'ruf nahi munkar sebagaimana diterapkan dimuka, tetapi juga melalui pendidikan yang intensif terhadap pribadi-pribadi agar tetap mencintai kebenaran dan menyadari secara mendalam akan andanya tuhan. Sembahyang merupakan pendidikan yang kontinyu, sebagai bentuk formil peringatan kepada tuhan. Sembahyang yang benar akan lebih efektif dalam meluruskan dan membetulkan garis hidup manusia. Sebagaimana ia mencegah kekejian dan kemungkaran (29:45). Jadi sembahyang merupakan penopang hidup yang benar (Hadist: “sembahyang adalah tiang agama. Barangsiapa mengerjakannya berarti menegakkan agama. Barangsiapa meninggalkannya berarti merobohkan agama” -Baihaqi). Sembahyang menyelesaikan masalah - masalah kehidupan, termasuk pemenuhan kebutuhan yang ada secara instrinsik pada rohani manusia yang mendalam, yaitu kebutuhan sepiritual berupa pengabdian yang bersifat mutlak (31:30). Pengabdian yang tidak tersalurkan secara benar kepada tuhan YME tentu tersalurkan kearah sesuatu yang lain. Dan membahayakan kemanusiaan. Dalam hubungan itu telah terdahulu keterangan tentang syirik yang merupakan kejahatan fundamental terhadap kemanusiaan.
Dalam masyarakat yang adil mungkin masih terdapat pembagian manusia menjadi golongan kaya dan miskin. Tetapi hal itu terjadi dalam batas - batas kewajaran dan kemanusian dengan pertautan kekayaan dan kemiskinan yang mendekat. Hal itu sejalan dengan dibenarkannya pemilikan pribadi (private ownership) atas harta kekayaan dan adanya perbedaan - perbedaan tak terhindar dari pada kemampuan - kemampuan pribadi, fisik maupun mental (30:37).
Walaupun demikian usaha - usaha kearah perbaikan dalam pembagian rejeki ke arah yang merata tetap harus dijalankan oleh masyarakat. Dalam hal ini zakat adalah penyelesaian terakhir masalah perbedaan kaya dan miskin itu. Zakat dipungut dari orang - orang kaya dalam jumlah presentase tertentu untuk dibagikan kepada orang miskin (9:60). Zakat dikenakan hanya atas harta yang diperoleh secara benar, sah, dan halal saja. Sedang harta kekayaan yang haram tidak dikenakan zakat tetapi harus dijadikan milik umum guna manfaat bagi rakyat dengan jalan penyitaan oleh pemerintah. Oleh karena itu, sebelum penarikan zakat dilakukan terlebih dahulu harus dibentuk suatu masyarakat yang adil berdasarkan ketuhanan Tuhan Yang Maha Esa, dimana tidak lagi didapati cara memperoleh kekayaan secara haram, dimana penindasan atas manusia oleh manusia dihapuskan (2:188).
Sebagaimana ada ketetapan tentang bagaimana harta kekayaan itu diperoleh, juga ditetapkan bagaimana mempergunakan harta kekayaan itu. Pemilikan pribadi dibenarkan hanya jika hanya digunakan hak itu tidak bertentangan, pemilikan pribadi menjadi batal dan pemerintah berhak mengajukan konfiskasi.
Seorang dibenarkan mempergunakan harta kekayaan dalam batas - batas tertentu, yaitu dalam batas tidak kurang tetapi juga tidak melebihi rata - rata penggunaan dalam masyarakat (25:67). Penggunaan yang berlebihan (tabzier atau israf) bertentangan dengan perikemanusiaan (17:26-27). Kemewahan selalu menjadi provokasi terhadap pertentangan golongan dalam masyarakat membuat akibat destruktif (17:16). Sebaliknya penggunaan kurang dari rata-rata masyarakat (taqti) merusakkan diri sendiri dalam masyarakat disebabkan membekunya sebagian dari kekayaan umum yang dapat digunakan untuk manfaat bersama (47:38).
Hal itu semuanya merupakan kebenaran karena pada hakekatnya seluruh harta kekayaan ini adalah milik Tuhan (10:55). Manusia seluruhnya diberi hak yang sama atas kekayaan itu dan harus diberikan bagian yang wajar dari padanya (7:10).
Pemilikan oleh seseorang (secara benar) hanya bersifat relatif sebagai mana amanat dari Tuhan. Penggunaan harta itu sendiri harus sejalan dengan yang dikehendaki tuhan, untuk kepentingan umum (57:7). Maka kalau terjadi kemiskinan, orang - orang miskin diberi hak atas sebagian harta orang - orang kaya, terutama yang masih dekat dalam hubungan keluarga (70:24-25). Adalah kewajiban negara dan masyarakat untuk melindungi kehidupan keluarga dan memberinya bantuan dan dorongan. Negara yang adil menciptakan persyaratan hidup yang wajar sebagaimana yang diperlukan oleh pribadi-pribadi agar diandan keluarganya dapat mengatur hidupnya secara terhormat sesuai dengan kainginan-keinginannya untuk dapat menerima tanggungjawab atas kegiatan-kegiatnnya. Dalam prakteknya, hal itu berarti bahwa pemerintah harus membuka jalan yang mudah dan kesempatan yang sama kearah pendidikan, kecakapan yang wajar kemerdekaan beribadah sepenuhnya dan pembagian kekayaan bangsa yang pantas.
BAB VII
Kemanusiaan dan Ilmu Pengetahuan
Dari seluruh uraian yang telah di kemukakan, dapatlah disimpulkan dengan pasti bahwa inti dari pada kemanusiaan yang suci adalah Iman dan kerja kemanusiaan atau Amal Saleh (95:6).
Iman dalam pengertian kepercayaan akan adanya kebenaran mutlak yaitu Tuhan Yang Maha Esa, serta menjadikanya satu-satunya tujuan hidup dan tempat pengabdian diri yang terakhir dan mutlak. Sikap itu menimbulkan kecintaan tak terbatas pada kebenaran, kesucian dan kebaikan yang menyatakan dirinya dalam sikap pri kemanusiaan. Sikap pri kemanusiaan menghasilkan amal saleh, artinya amal yang bersesuaian dengan dan meningkatkan kemanusiaan. Sebaik-baiknya manusia ialah yang berguna untuk sesamanya. Tapi bagaimana hal itu harus dilakukan manusia?
Sebagaimana setiap perjalanan kearah suatu tujuan ialah gerakan kedepan demikian pula perjalanan ummat manusia atau sejarah adalah gerakan maju kedepan. Maka semua nilai dalam kehidupan relatif adanya berlaku untuk suatu tempat dan suatu waktu tertentu. Demikianlah segala sesuatu berubah, kecuali tujuan akhir dari segala yang ada yaitu kebenaran mutlak (Tuhan) (28:88). Jadi semua nilai yang benar adalah bersumber atau dijabarkan dari ketentuan-ketentuan hukum-hukum Tuhan (6:57).
Oleh karena itu manusia berikhtiar dan merdeka, ialah yang bergerak. Gerakan itu tidak lain dari pada gerak maju kedepan (progresif). Dia adalah dinamis, tidak statis. Dia bukanlah seorang tradisional, apalagi reaksioner (17:36). Dia menghendaki perubahan terus menerus sejalan dengan arah menuju kebenaran mutlak. Dia senantiasa mencarai kebenaran-kebenaran selama perjalanan hidupnya. Kebenaran-kebenaran itu menyatakan dirinya dan ditemukan didalam alam dari sejarah umat manusia.
Ilmu pengetahuan adalah alat manusia untuk mencari dan menemukan kebenaran-kebenaran dalam hidupnya, sekalipun relatif namun kebenaran-kebenaran merupakan tonggak sejarah yang mesti dilalui dalam perjalanan sejarah menuju kebenaran mutlak. Dan keyakinan adalah kebenaran mutlak itu sendiri pada suatu saat dapat dicapai oleh manusia, yaitu ketika mereka telah memahami benar seluruh alam dan sejarahnya sendiri (41:53).
Jadi ilmu pengetahuan adalah persyaratan dari amal soleh. Hanya mereka yang dibimbing oleh ilmu pengetahuan dapat berjalan diatas kebenaran-kebenaran, yang menyampaikan kepada kepatuhan tanpa reserve kepada Tuhan Yang Maha Esa (35:28). Dengan iman dan kebenaran ilmu pengetahuan manusia mencapai puncak kemanusiaan yang tertinggi (58:11).
Ilmu pengetahuan ialah pengertian yang dipunyai oleh manusia secara benar tentang dunia sekitarnya dan dirinya sendiri. Hubungan yang benar antara manusia dan alam sekelilingnya ialah hubungan dan pengarahan. Manusia harus menguasai alam dan masyarakat guna dapat mengarahkanya kepada yang lebih baik. Penguasaan dan kemudian pengarahan itu tidak mungkin dilaksanakan tanpa pengetahuan tentang hukum-hukumnya agar dapat menguasai dan menggunakanya bagi kemanusiaan. Sebab alam tersedia bagi ummat manusia bagi kepentingan pertumbuhan kemanusiaan. Hal itu tidak dapat dilakukan kecuali mengerahkan kemampuan intelektualitas atau rasio (45:13).
Demikian pula manusia harus memahami sejarah dengan hukum-hukum yang tetap (3:137). Hukum sejarah yang tetap (sunatullah untuk sejarah) yaitu garis besarnya ialah bahwa manusia akan menemui kejayaan jika setia kepada kemanusiaan fitrinya dan menemui kehancuran jika menyimpang daripadanya dengan menuruti hawa nafsu (91:9-10).
Tetapi cara-cara perbaikan hidup sehingga terus-menerus maju kearah yang lebih baik sesuai dengan fitrah adalah masalah pengalaman. Pengalaman ini harus ditarik dari masa lampau, untuk dapat mengerti masa sekarang dan memperhitungkan masa yang akan datang (12:111). Menguasai dan mengarahkan masyarakat ialah mengganti kaidah-kaidah umumnya dan membimbingnya kearah kemajuan dan kebaikan.
Bab VIII
Kesimpulan dan Penutup
Dari seluruh uraian yang telah lalu dapatlah diambil kesimpulan secara garis besar sbb:
1.    Hidup yang benar dimulai dengan percaya atau iman kepada Tuhan. Tuhan YME dan keinginan mendekat serta kecintaan kepada-Nya, yaitu takwa. Iman dan takwa bukanlah nilai yang statis dan abstrak. Nilai-nilai itu mamancar dengan sendirinya dalam bentuk kerja nyata bagi kemanusiaan dan amal saleh. Iman tidak memberi arti apa-apa bagi manusia jika tidak disertai dengan usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan yang sungguh-sungguh untuk menegakkan perikehidupan yang benar dalam peradaban dan berbudaya.
2.    Iman dan takwa dipelihara dan diperkuat dengan melakukan ibadah atau pengabdian formil kepada Tuhan. Ibadah mendidik individu agar tetap ingat dan taat kepada Tuhan dan berpegang tuguh kepada kebenaran sebagai mana dikehendaki oleh hati nurani yang hanif. Segala sesuatu yang menyangkut bentuk dan cara beribadah menjadi wewenang penuh dari pada agama tanpa adanya hak manusia untuk mencampurinya. Ibadat yang terus menerus kepada Tuhan menyadarkan manusia akan kedudukannya di tengah alam dan masyarakat dan sesamanya. Ia tidak melebihkan diri sehingga mengarah kepada kedudukan Tuhan dengan merugikan kemanusiaan orang lain, dan tidak mengurangi kehormatan dirinya sebagai mahluk tertinggi dengan akibat perbudakan diri kepada alam maupun orang lain Dengan ibadah manusia dididik untuk memilki kemerdekaannya, kemanusiaannya dan dirinya sendiri, sebab ia telah berbuat ikhlas, yaitu pemurniaan pengabdian kepada Kebenaran semata.
3.    Kerja kemanusiaan atau amal saleh mengambil bentuknya yang utama dalam usaha yanag sungguh - sungguh secara essensial menyangkut kepentingan manusia secara keseluruhan, baik dalam ukuran ruang maupun waktu. Yaitu menegakkan keadilan dalam masyarakat sehingga setiap orang memperoleh harga diri dan martabatnya sebagai manusia. Hal itu berarti usaha - usaha yang terus menerus harus dilakukan guna mengarahkan masyarakat kepada nilai - nilai yang baik, lebih maju dan lebih insani usaha itu ialah "amar ma'ruf”, disamping usaha lain untuk mencegah segala bentuk kejahatan dan kemerosotan nilai - nilai kemanusiaan atau nahi mungkar. Selanjutnya bentuk kerja kemanusiaan yang lebih nyata ialah pembelaan kaum lemah, kaum tertindas dan kaum miskin pada umumnya serta usaha - usaha kearah peningkatan nasib dan taraf hidup mereka yang wajar dan layak sebagai manusia.
4.    Kesadaran dan rasa tanggung jawab yang besar kepada kemanusiaan melahirkan jihad, yaitu sikap berjuang. Berjuang itu dilakukan dan ditanggung bersama oleh manusia dalam bentuk gotong royong atas dasar kemanusiaan dan kecintaan kepada Tuhan. Perjuangan menegakkan kebenaran dan keadilan menuntut ketabahan, kesabaran, dan pengorbanan. Dan dengan jalan itulah kebahagiaan dapat diwujudkan dalam masyarakat manusia. Oleh sebab itu persyaratan bagi berhasilnya perjuangan adalah adanya barisan yang merupakan bangunan yang kokoh kuat. Mereka terikat satu sama lain oleh persaudaraan dan solidaritas yang tinggi dan oleh sikap yang tegas kepada musuh - musuh dari kemanusiaan. Tetapi justru demi kemanusiaan mereka adalah manusia yang toleran. Sekalipun mengikuti jalan yang benar, mereka tidak memaksakan kepada orang lain atau golongan lain.
5.    Kerja kemanusiaan atau amal saleh itu merupakan proses perkembangan yang permanen. Perjuang kemanusiaan berusaha mengarah kepada yang lebih baik, lebih benar. Oleh sebab itu, manusia harus mengetahui arah yang benar dari pada perkembangan peradaban disegala bidang. Dengan perkataan lain, manusia harus mendalami dan selalu mempergunakan ilmu pengetahuan. Kerja manusia dan kerja kemanusiaan tanpa ilmu tidak akan mencapai tujuannya, sebaliknya ilmu tanpa rasa kemanusiaan tidak akan membawa kebahagiaan bahkan mengahancurkan peradaban. Ilmu pengetahuan adalah karunia Tuhan yang besar artinya bagi manusia. Mendalami ilmu pengetahun harus didasari oleh sikap terbuka. Mampu mengungkapkan perkembangan pemikiran tentang kehidupan berperadaban dan berbudaya. Kemudian mengambil dan mengamalkan diantaranya yang terbaik.
Dengan demikian, tugas hidup manusia menjadi sangat sederhana, yaitu beriman, berilmu dan beramal.
Billaahi Taufiq Wal Hidayah,
Wassalaamuálaikum War, Wab.


Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Buku Pegangan Wajib Kader Hijau Hitam"

Post a Comment