ULAMA NUSANTARA KH. IBRAHIM NURUDDIN

KH. IBRAHIM NURUDDIN (1825-1931)
    Seorang ulama yang cukup terkenal pada abad 19 hungga awal abad 20 di bagian selatan  Jawa tengah, sebagai pendiri dan pengasuh pondok pesantren Lirap Kebumen tahun 1885 yang kemudian di kenal pula dengan pondok pesantren Miftahul Ulum, tetapi masyarakat umum lebih mengenalnya dengan pesantren Lirap yang memiliki sertifikasi pendidikan ilmu alat (ilmu – ilmu kebahasaan Arab) di samping ilmu – ilmu keislamaan lainnya.

    Ibrahim di lahirkan sekitar tahun 1825 di Desa Maesan kabupaten Kelon Progo (wilayah kerajaan Jogjakarta). Anak yang lahir tepat tahun dimulainya perang Diponegoro ini, silsilahnya ke atas sebagi keturunan dari Prabu Brawijaya V raja terakhir dari kerajaan Majapahit. Ayahandanya Kiyai Nuruddin imam Asy’ari putra kiyai Nuruddin Kasaningrum putra kiyai Raden Nur Imam Tsani putra raden kiyai Nur Imam Awal putra raden kiyai Ugurjati (Pangeran Buangan) putra raden Adipati Sadaq keatas sampai raden Falaq (sultan Demak) putra Brawijaya.
    Sebagai seorang anak santri jawa, Ibarahim mengaji ke berbagai pondok pesantren diantranya berguru kepada Kiyai Bakar pengasuh pondok pesantren Porong Sidoarjo, Kiyai Imam Nawawi pengasung pesantren Keling Kediri dan mengaji kepada Kiyai Ya’qub pengasuh pesantren Siwalan panji di Sidoarjo. Setelah menginjak dewasa Kiyai Ibrahim masih belum puas juga akan ilmu yang telah didapatnya Ia menunaikan Ibadah haji ke tanah suci Mekkah dan Mustakim (menetap) di sana selama 30 tahun (sekitar 1850 – 1880). Diantara guru – guru yang terkenal adalah Syekh Abu Bakar Syattha, dan Syekh Ahmad Zaini Dahlan. Kedua ulama dan mufti madzhab Syafi’i yang terkenal saat itu di Mekkah dan penulis kitab – kitab keislaman. Kemungkinan besar selama di Mekkah bersahabt dengan dengan beberapa pelajar Al- Jawa lainnya seperti  Nawawi Al – Bantani, Muhammad Saleh Semarang, Ahmad Khatib Sambas, Syekh Abdul Gani Bima, Syekh Yusuf Sumbawa atau pun kepada syekh Nawawi Al – Bantani yang lebih tua dari padanya.
    Kiyai Ibrahim Nuruddin menikah di Mekkah denga Siti Maimunah Binti KH. Abdurahman yang sedang menunaikan ibadah Haji bersama ayah dan suaminya (KH. Abdul Halim) yang wafat saat menunaikan Ibadah Haji. Mereka kemudian pulang ke tanah air dan KH. Ibrahim sementara membantu mertuanya mengurs pesantren Jetis kabupaten Kebumen., besama iparnya yakni KH. Hasim Abdurahman dan KH. Hasbullah Abdurahman.
    KH. Ibrahim bersama istrinya diserahi KH. Abdurahman untuk merintis sebuah pesantren di kampung Lirep ( Banjarawinangun ), Kecamatan Petanahan, suatu kampung yang terkenal angker ( daerah hitam ) yang tidak begitu jauh dari Jetis (1885). Ditanah yang dihuni oleh mertuanya di Lirap Inilah KH. Ibrahim merintis sebuah pesantren dengan susah payah dan baru berhasil dua tahun kemudian (1887). Pesantren ini sebagai mana umumnya saat itu menggunakan sistem Tradisional ( model sorogan dan bandongan serta wetonan ) belum menggunakan sistem klasikal. Wlaupun demikian pesantren Lirap mempunyai kekhususan sebagai Pesantren ilmu alat ( nahwu, shorof, balaghoh, dan kebahassan lainnya ), tentu saja mengajarkan ilmu – ilmu lain. Dari gramatika Arab inilah kunci untuk mempelajari kitab – kitab lainnya yang rata- rata menggunakan bahasa Arab.
    KH. Ibrahim Nuruddin mengasuh pesantren Miftahul Ulum, Lirap selama 44 tahun (1887-1931). Ulama perintis ini wafat tahun 1931 dan dimakamkan di kompleks makam keluarga pesantren Lirap. Perjuanganya dilanjutkan oleh KH. Lukman Hakim ( salah seorang putranya) dan kedua orang menantunya Muhsin dan Kiyai Hisyam dan pada masa berikutnya dipimpin oleh putranya yang lebih muda KH. Durmuji Ibrahim dalam perkawinannya  dengan Hj. Siti maimunah, KH. Ibrahim dikaruniai sembilan orang anak yaitu: Murthasyiah, Latifah, Abu Sufyan Sauri, Siti Jauhariyah, KH. Lukman Hakim, Rukoyah, Hanah, KH. Durmuji dan Sholihah.
    Walaupunn pesantren Miftahul Ulum Lirap pertama kali menggunakan sistem tradisional semasa kepemimpinan KH. Ibrahim tetapi telah berhasil mencetak ulama- ulama dan tokoh mayarakat yang terkemuka di Indonesia abad 20. Diantara mereka adalah: KH. Maksum (pendiri pesantren Al-Hidayah Lasem, Rembang), KH. Baidawi ( pendiri pesantren kasugihan Cilacap, ayah kiyai Musthaliq Baidawi), KH. Syuaib (pendiri pesantren di Banyuwangi), KH. Ahmad Baidowi (asal banyumas, menentu kiyai Hasyim Asy’ari, tinggal di Tebuireng Jombang), KH. Syaifuddin Zuhri (mantan mentri Agama, kemenakan KH. A. Baidowi dari ibunya), Prof. KH. Abdul Kahar Muzakir (tokoh Muhamadiyah, mantan rektor Universitas Islam Indonesia  Yogyakarta) dan masih banyak lagi lainnya.

Referensi:
•    Husni Tamrin, sekelumit tentang Kebumen, Pondok pesantren Lirap (edisi Khusus santri PP. Lirap)

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "ULAMA NUSANTARA KH. IBRAHIM NURUDDIN"

Post a Comment