IMAM NAWAWI, KH (1840-1905)
Seorang ulama terkemuka di kota Kediri pada paruh kedua abad 19 sebagai
pendiri dan pengasuh pertama podok pesantren Keling desa Ringin Agung kecamatan
Pare, Sehingga terkenal dengan pesantren Ringin Agung, yang sekarang bernama
pesantren MAHIR (Mahad Islam Ringin Agung) Ar- Riyadh, masyarakat awam lebih
mengenalnya pesantren Ringin Agung. Pesantren tradisional
ini hidup dan berkembang sebagai pesantren besar di Kediri hingga saat ini.
KH. Imam Nawawi bukanlah
putra asli Kediri, namun seorang bangsawan kelahiran Solo sekitar 1840. Nama
aslinya Raden Sepuluh dua bersaudara dengan dewi Ngaten Notoprojo, sebagi putra
bungsu dari Raden Bustaman seorang bangsawan keraton Solo, silsilahnya Raden
Bustaman yang masih terhitung putra Ageng Pepupus bin Nolo Yudho bin Barat
Segoro bin Nyai Ageng Adilungu binti Raden Syahid (sunan Kali Jogo), Ia dibesarkan dalam situasi keluarga yang
agamis dan orang tuanya mengharapakan anaknya kelak menjadi orang soleh,
setelah remaja Raden Sepuluh berkelana sampai ke Pati dan pantai utara Jawa
tengah dan Jawa Timur, akhirnya sampai ke daerah Sidoarjo, ia akhitnya nyantri
di pondok pesantren Siwalan Panji, Buduran Sidoarjo yang di asuh oleh KH. Yaqub.
Pesantren ini di dirikan oleh KH. Hamdani 1192 H (1778 H). Sehingga dalam
perkembangannya pondok pesantren ini diberi nama pondok pesantren al-
Hamdaniyah. Raden Sepuluh mengaji di pesantren ini sampai menjadi jejaka tua
(35 tahun) baru kemudian menikah dengan dewi Landep putri Wedono Bangil,
Pasuruan. Karena kealiman dan kecerdasan ia oleh sahabat-sahabatnya di gelari
Imam Nawawi dan kiyainya menyetujui, akhirnya nama itulah yang di pergunakan
terus hingga akhir hayat. Nama ini di nukilkan dari Syeikh Imam Nawawi atau
Muhyidin An- nawawi (631-676 H/1233-1277 M). Seorang ulama besar pakar ilmu
falaq dan hadis di Nawa’, Syiria.
Setelah menikah kiyai
Nawawi dan istrinya berkelanan sampai di daerah Kawedanan Pare Kediri. Mereka
tinggal sementara di rumah kakak iparnya di Desa Jajar ( Poh jajar) dan mulai
berdakwah. Ia kemudian pindah ke dukuh Keling desa Ringin Agung., membabat
hutan dan perumahan beserta pondok pesantrennya, yang di sebut pesantren Keling
(1870). Pada saat itu pusat pemerintahaan desa berada di dukuh Keling sehingga
nama ini terkenal, namun selanjutnya
pindah krajan Ringin Agung, maka nama pesantren ini di kenal dengan nama
pesantren Ringin Agung kecamatan Pare. Namun dalam perkembangannya datang pula
santri dari berbagai daerah di Kabupaten Kediri, Blitar, Jombang dan
sekitarnya. Sehingga menjadi pesantren cukup besar kala itu. Pesantren Ringin
agung dibawah asuhan KH. Imam nawawi dan penggantinya tetap menggunakan model
Salafiyyah (Tradisional) seperti sorogan, bandongan, ataupun model halaqoh.
Model klasikal (madrasah) baru dilaksanakan oleh beberapa generasi penerusnya
namun tetap mengacu pada kitab-kitab salaf hingga awal abad 21 ini.
KH. Imam Nawawi sebagai
ulama yang gemar riyadhah ( Tirakat ) dan menganjurkan santrinya banyak
mengamalkan solawat ” allahuma sholi ’ala muhamadin wa salam” terkenal dengan
sholawat Ringin agung. KH. Imam Nawawi
mengasuh pesanternnya selama 35 tahun dan berusaha mengembangkan
sayapnya di Blitar selatan namun tidak jadi,
karena Gus Burhan yang dipersiapkan sebagai penggantinya wafat terlebih dahulu. Tidak berselang
beberapa tahun KH. Imam Naw`wi dipanggil ke rahmatullah ( sekitar 1905) dan
jenazahnya di makamkan di pemakamaan keluarganya pesantren Ringin Agung.
Dalam perkawinannya dengan
Nyai Dewi Landep, KH. Imam Nawawi di karuniai 3 orang anak yaitu Sapura ( istri
Kiyai Bajuri ), Burhan, dan Murah (istri Kiyai Imam Mukti ). Sepeninggal KH.
Imam Nawawi, pesantren Ringin Agung di asuh kiyai Imam Mukti dibantu oleh
Dzuriyat KH. Imam Nawawi dan santri- santri Senior sebagi Ustadz.
Sepeninggal KH. Imam Mukti pesantren ini di asuh oleh Kiyai Makun, Kiyai
Khumaidi, Kiyai Mukhtarom, dan Kiyai Abdul Hamid, diteruskan oleh generasi
selanjutnya Kiyai Maisun, Kiyai Zaid Abdul Hamid, Kiyai Sulton Muawwam, Kiyai
Abdul hadi, Kiyai Ahmad Saubari, Kiyai Sawaruddin dan Kiyai Jali Raulani,
mereka adalah Dzuriyat (anak cucu) KH. Imam Nawawi.
Di bawah kepemimpinan
mereka pesantren Ringin Agung terus berkembang pesat sebagai pesantren salaf
yang besar dengan jumlah santri lebih dari 3000 orang. Sejak 1964- 1965 nama
pesantren di ganti dengan pesantren Ar- Riyadh dan setahun berikutnya terkenal
dengan MAHIR ( Ma’had Islam Ringin Agung ) Ar- Riyadh. Santrinya berdatangan
dari berbagai daerah di Indonesia,
terbukti dengan adanya organisasi santri bedasarkan asal mereka seperti : KESIS
( Organisasi santri Asal Semarang dan sekitarnya ), HISBAN ( Banyumas dan
sekitarnya ). IKSAJ (Jember), IKSAB (Banyuwangi), IKSPON (Ponorogo), IPPIK
(Kebumen), HIMSAK (Kudus), OPIA (Santri asal Sumatera), kesemuanya tidak
terlepas dari peran dan pengaruh Muasiz pesantren, KH. Imam Nawawi, yang
sebagai ulama allim alamah dan kuat Riyadhohnya. Di antara santrinya yang
terkenal adalah KH. Ibrahim Nuruddin pendiri pondok pesantren Lirap Kebumen
Jawa Tengah.
Refernsi ;
·
Biografi Ro’idul Ma’had, Ponpes Mahir Ma’had Islam Ringin Agung/ kediri
(edisi Khusus,tt
Aula no.03/XXVII/Maret
2005.
Belum ada tanggapan untuk "Ulama Nusantara KH. IMAM NAWAWI"
Post a Comment